MEMAKNAI PANCASILA SEBAGAI AMANAT NASIONAL DI ERA DIGITAL
MEMAKNAI PANCASILA SEBAGAI AMANAT NASIONAL DI ERA DIGITAL
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
MEMPERINGATI hari lahir Pancasila, 1 Juni 1945 - 1 Juni 2024.
Pancasila merupakan ideologi yang terbuka, membahas dan mengkajinya pada semua
ordo (masa) dan tinjauan. Multi tinjauan dapat memperkaya Pancasila itu
sendiri, dari ruang manual sampai ruang digital.
Nilai patriotisme Pancasila hari ini bukan mengusir penjajah, namun
mengusir untuk keinginan "mencubit" anggaran proyek untuk kesenangan
kelompok dan golongan. Ujian Pancasila untuk NKRI kini bukan rongrongan musuh
dari luar, namun rongrongan musuh dari bangsa sendiri. Keinginan hidup kaya
tanpa mengindahkan nilai Pancasila, dan tanpa mencamkan pembukaan UUD 1945.
Bangsa yang disorientasi dan dislokasi dari cita-cita luhur pendirian negeri
dan bangsa, akan menyeret pada lubang kehancuran yang mengerikan.
Sebelum kemerdekaan, musuh kita adalah penjajahan (kolonial)
Belanda. Bersifat jelas, peperangan simetris, ruang, waktu, musuh dapat
dilumpuhkan. Kini, tantangan abad 21 adalah perang global yang asimetris, musuh
datang dari ruang yang tidak diketahui, musuh tiba dalam waktu yang tidak
disangka, seperti meretas keutuhan bangsa dengan ideologi yang bertentangan
dengan nilai luhur bangsa Indonesia.
Bila tidak memperkuat sendi penanaman cinta negeri, cinta
Pancasila, maka keutuhan dan kesatuan bangsa akan terberai. Indonesia termasuk
negara yang kuat dalam upaya ini, diantaranya melalui pendidikan, kesehatan,
perhubungan, dan dalam semua lini.
Ancaman yang dihadapi oleh globalisasi adalah potensi disintegrasi
bangsa. Tidak hanya pada kawasan Asia, namun juga Eropa dan Afrika. Mengambil
contoh Libya (kudeta terhadap Muammar Khadafi), Mesir (kudeta dari tangan Husni
Mubarak), Irak (kudeta dari politik Saddam Husein), dan efek domino bagi
kawasan sekitar.
Meski sudah banyak yang berkeinginan merubah ideologi Pancasila,
gerakan yang berselubung kepentingan atau politik kekuasaan. Komunisme,
sekularisme, dan isme-isme (paham) lainnya, menunggu saat bangsa ini lengah
(bahaya laten).
Bahaya laten terhadap Pancasila wajib siaga diwaspadai. Sebab
mereka akan mengganti ketuhanan menjadi tidak bertuhan, mengganti kemanusiaan
menjadi tidak berkemanusiaan. Mengganti persatuan dengan kecerai-beraian,
mengganti kerakyatan menjadi tirani minoritas, mengganti keadilan dengan
kezaliman (rezim kekuasaan). Menjaga Pancasila dan merawat-nya adalah tugas
bersama. Merawat Indonesia yang didalamnya mengandung bhinneka tunggal ika,
berbeda tetapi tetap satu. Ika bangsanya, ika tanah airnya, ika bahasanya.
Pancasila telah menjadi platform pembangunan bangsa, diterima secara akal sehat
untuk diimplementasikan dalam aktivitas berbangsa dan bernegara.
Pancasila telah teruji dalam sejarahnya, baik untuk kilas balik ke
belakang, maupun prospek ke depan. Sila pertama yang menjiwai sila berikutnya
sudah menunjukkan betapa piawai pendiri bangsa memilihkan Pancasila untuk
generasi. Artinya kemanusiaan yang berketuhanan, persatuan yang berketuhanan,
kerakyatan yang berketuhanan, keadilan yang berketuhanan. Pondasi bangsa yang
kokoh, sehingga julang keatasnya juga sangat kokoh.
Kini, mengingat hampir semua orang menggunakan media telepon
seluler. Program, aplikasi, fitur yang lengkap didalamnya sangat memungkinkan
bagi penyampaian pesan (massage). Pesan nasionalisme dan patriotisme bisa
dirancang dalam program. Semua media setidaknya menampilkan lagu nasional
sebelum membuka fitur bioskop di handphone. Sebab semakin keujung generasi
semakin tidak mengetahui sejarah bangsanya, Nusantara.
Terkikis rasa nasionalisme dapat berdampak disintegrasi bangsa.
Minimal sikap anak bangsa yang memperkuat produk import dan melemahkan hasil
produksi dalam negeri (lokal). Atau, sikap yang tidak sehat berupa memarkirkan
uangnya di bank-bank dunia dengan kurs dolar. Artinya berakibat melemahkan
rupiah dan memperkuat dolar. Atau, sikap menimbun barang saat rakyat
memerlukannya, seperti mendekati hari-hari besar perayaan keagamaan. Contoh
nyata, sehingga rakyat mengalami kelangkaan gas. Atau sikap korupsi, tengkulak
(ekonomi riba), dan harga pasar yang tidak terkendali (labil). Sikap-sikap anti
Pancasila harus dihentikan!
Komentar
Posting Komentar