KAJIAN KEESAAN - ESKATOLOGI SEBAGAI PENGUATAN DIMENSI KEESAAN
KAJIAN KEESAAN
ESKATOLOGI
SEBAGAI PENGUATAN DIMENSI KEESAAN
Oleh
Ma'ruf Zahran
Sabran
Eskatologi secara sederhana diartikan kepercayaan kepada hari
akhir, sedang secara disiplin ilmu, dia bekerja secara metodologis. Maksudnya,
langkah-langkah ilmiah ikut berupaya menjelaskan kehidupan akhirat, walau belum
tuntas sampai hari ini. Beruntung kitab suci Alquran hadir menuntaskan-nya,
sehingga tidak ada keraguan lagi, tentang hari kiamat dan seluk-beluk-nya.
Kajian keakhiratan membuat seseorang lebih tenang dan lebih nyaman
menjalani hidup. Meyakini Tuhan yang maha meliputi, memenuhi, pasti tidak lagi
terpisah dengan-Nya. Kunci keselamatan dunia dan akhirat adalah tauhid. Tauhid
dalam arti beriman dan berserah-diri. Orang yang beriman tidak mungkin berzina
(hubungan badan di luar nikah). Orang beriman tidak mungkin melakukan transaksi
judi online, korupsi, dan sebagainya. Sebab, dia meyakini Tuhan. Tuhan yang
maha melihat semua perbuatan, dan Tuhan yang maha mendengar seluruh perkataan.
Perkataan yang terang-terangan (jahri), sembunyi (khafi), dan rahasia (sirri).
Alquran sejak lama telah menjadi kitab terbuka, sekarang dan akan
datang. Tidak berlebihan jika salat Idul Adha di Inggris penuh sesak oleh
jamaah salat. Malah antri dengan enam kali ronde salat. Keterbukaan media dan
kitab suci Alquran telah diterjemahkan ke dalam semua bahasa dunia, tidak
ketinggalan bahasa daerah ikut menerjemahkan. Bahkan di Inggris, Perancis,
Jerman, Belanda, Islam menjadi agama masa depan. Selain karena kedatangan
imigran, mahasiswa, dosen, dokter. Juga kesungguhan mereka (orang-orang Eropa)
mempelajari Islam.
Tauhid (meng-esa-kan) Allah adalah keyakinan yang tidak
menyerupakan Dia dengan sesuatu, baik di dunia maupun di akhirat. Rujukan
paling sah beragama adalah kitab suci Alquran yang langsung dari Tuhan. Sedang
Alhadis melewati periwayatan sahabat (murid Muhammad). Alquran tiada
tandingannya, walau seluruh dunia menyaingi-nya, sungguh tidak tertandingi.
Sebab, turun dari yang maha perkasa lagi maha penyayang.
Maha perkasa yang berbeda dengan makhluk, maha penyayang yang
sayang-Nya tiada berbilang. Dia bukan dilukis, bila dilukis akan kabur. Dia
bukan ditulis, bila ditulis akan buram. Dia buka diingat, bila diingat akan
lupa. Dia bukan dirasa, bila Dia dirasa akan ditimpa oleh rasa-rasa yang lain.
Dia bukan dipikir, bila dipikir akan gila. Dia bukan diseminarkan, Dia bukan
didoakan, Dia bukan dinyanyikan. Maha suci Tuhan-mu, maha suci Tuhan kami yang
luhur, dari apa-apa yang mereka persekutukan (subhana rabbina rabbil 'izzati
'amma yusyrikun). Dia berbeda dengan seluruh isi alam semesta. Sudah Dia
kalamkan dengan kebenaran: "Bukan Dia bila serupa dengan ciptaan."
Lengkapnya: "Pencipta langit dan bumi, Dia jadikan kamu dari dirimu
sendiri berpasangan, demikian pula dari jenis hewan yang berpasangan, dan yang
tumbuh di dalam-nya. Tidaklah sama Dia dengan sesuatu. Dia maha mendengar lagi
maha melihat." (Asy-Syura':11). Maksudnya, bukan Dia kalau terbaca, bukan
Dia bila tertulis, bukan Dia andai berbayang. Bukan Dia kalau kembar, bukan Dia
jika memiliki anak, dan bukan Dia kalau jamak. Maka, Dia bukan sesuatu, maha
suci Tuhan. Tuhan yang esa (tunggal), esa dalam mengasihi (kasih). Tuhan yang
esa (tunggal), esa dalam menyayangi (sayang).
Kaum terdahulu sebelum Muhammad, mereka juga menyebut nama Allah,
tetapi tidak meng-esa-kan. Bahkan mereka tidak memiliki pengertian dan
pemahaman tentang nama (isim) Tuhan. Oleh sebab itu, mereka mudah dipalingkan
oleh oknum yang menyembunyikan kebenaran, sedang oknum tersebut mengetahui
kebenaran (wataktumunal haqqa, wa antum ta'lamun). Menyibak kebenaran merupakan
tugas individu sejak lahir. Persoalan iman, jangan serahkan kepada tokoh agama.
Sebab, tokoh agama belum tentu selamat dari azab Allah, siksa yang pedih
(syadidul 'adzab) menunggu di dunia dan di akhirat. Dengan catatan, bila
mempersekutukan-Nya, dengan sekutu-sekutu selain Dia.
Mintalah bantuan kepada sekutu-sekutu Tuhan yang disangka memiliki
kekuatan. Niscaya, tuhan-tuhan itu
lenyap yang pada hakikatnya tiada, hanya halusinasi. Halusinasi yang
dirancang-bangun oleh Iblis. Sudah Allah peringatkan, bahwa Iblis selalu
mencelakai-mu, dalam meng-esa-kan Aku (Allah). Jadikan Iblis sebagai musuh yang
nyata. Lalu sembah Aku (Allah) saja, inilah jalan yang lurus (baca
Yasin:60-61). Dalam surah Yusuf, surah Yunus, surah Hud, berulang kali, Tuhan memperingatkan:
" ... Aku (Yusuf) telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah (penyembah berhala), dan mereka tidak beriman kepada hari akhirat.
Aku (Yusuf) mengikuti agama moyang-ku, adalah Ibrahim, Ishak, Ya'kub. Tidak
pantas bagi kami (para nabi), mempersekutukan-Nya. Demikian itu, karunia dari
Allah untuk kami (para nabi), dan untuk kamu (seluruh manusia). Namun
kebanyakan manusia tidak bersyukur." (Yusuf:37-38).
Yusuf menerima wahyu keesaan, saat dia (Yusuf) berada dalam
penjara. Penjara, tempat Yusuf dilantik menjadi utusan Allah Al-Wahid. Sungguh,
Yusuf menyampaikan wahyu pertama-nya kepada dua orang penghuni penjara. Tuhan
rekam kalam-Nya: "Wahai sahabat-ku, penghuni penjara! Mana yang lebih
baik, tuhan-tuhan yang beragam itu (macam-macam Tuhan). Atau Allah yang esa,
maha perkasa." (Yusuf:39).
Yusuf:40 juga melarang menyembah nama-nama Tuhan yang mereka
sematkan pada-Nya. Sebutan nama, jelas bukan Tuhan yang sebenarnya. (Kaum
musyrikun) yang mempersekutukan-Nya, dan moyang mereka adalah yang ling-lung
dalam beragama. Padahal, seharusnya kaum musyrikun tidak berhukum kecuali
kepada Allah. Sebab, tidak ada hukum, kecuali untuk Allah (bukan legacy
kekuasaan keagamaan). Tidak diperintah melakukan penyembahan, kecuali
kepada-Nya. Demikian agama yang lurus. Melainkan kebanyakan manusia tidak
mengetahui.
Intinya, beriman kepada akhirat, tidak lain dan tidak bukan,
kecuali penguatan terhadap dimensi keesaan. Maknanya, Eskatologi yang berbasis
keesaan akan memperkuat keimanan kepada Rabb (Tuhan). Iman kepada Tuhan akan
memperkuat eskatologi (keakhiratan). Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar