SIFAT TUJUH LIPUTAN DUA - IRADAT DAN MURIDUN

 


SIFAT TUJUH LIPUTAN DUA 
IRADAT DAN MURIDUN

Oleh
Ma'ruf Zahran Sabran

A. Iradat.

Sifat iradat artinya berkehendak. Berkehendak maksudnya Tuhan menghendaki penetapan sesuatu atau penghapusan sesuatu. Dengan sifat iradat-Nya, zat Tuhan memutuskan setiap perkara. Meski pembahasan sifat dan zat Tuhan perlu disampaikan. Namun, jangan mempersamakan Dia sesuatu apapun. Sesuatu apapun, bila dipersamakan dengan Dia disebut berhala (asnam). "Mereka, orang-orang musyrik (mempersekutukan) Allah, mereka bertengkar di dalam neraka. Demi Allah, sesungguhnya kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata. Karena kita mempersamakan kamu (berhala-berhala) dengan Tuhan seluruh alam." (Asy-syu'ara:96-98).

Disini, sangat perlu dipahami, menyebut nama Allah saja belum cukup, bila belum mengesakan-Nya. Sebab, orang-orang kafir Mekah-pun, dahulu mereka menyebut Allah sebagai nama yang agung (ismul 'adham). Orang-orang Yahudi menyebut Allah, sebagai nama yang gagah perkasa (ismul qahhar). Orang-orang Nasrani menyebut Allah, sebagai nama yang maha penyayang (ismul rahman). Orang-orang shabi'in (penyembah bintang) menyebut Allah, sebagai nama yang mulia (ismul karim). Telah Tuhan pernyatakan: "Katakan, milik siapakah bumi, dan semua yang ada di dalamnya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab, milik Allah. Katakan, mengapa kamu tidak ingat! Katakan, siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh, dan yang memiliki arasy yang agung? Mereka akan menjawab, (milik) Allah. Katakan, mengapa kamu tidak bertakwa? Katakan, siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatu. Dia melindungi, dan tidak ada seorang-pun yang dapat melindungi dari siksa-Nya, jika kamu mengetahui. Mereka akan menjawab, (milik) Allah. Katakan, kenapa gerangan kamu bisa tertipu?" (Al-mukminun:84-89). Dalam ayat ini, orang yang menyebut nama Allah tanpa ilmu Tauhid (ilmu mengesakan-Nya), akan lupa (tidak berzikir), tidak bertakwa, lagi tertipu. Mengapa gerangan? Sebab tidak beriman kepada utusan (Muhammad). Ayat 90 jawabannya: "Padahal Kami telah membawa kebenaran (utusan) kepada mereka, tetapi mereka benar-benar pendusta."

Kembali kepada tema iradat (berkehendak), zat Tuhan berkehendak tidak bermula dan tidak berakhir. Hukum siklus tidak berlaku bagi zat Tuhan. Iradat (kehendak) Tuhan tidak disebabkan oleh sesuatu pendorong. Dan terlaksananya kehendak Tuhan bukan menginginkan akibat dari sesuatu, apakah keuntungan atau kerugian. Neraca untung dan neraca rugi, tidak layak bagi zat Tuhan yang bersifat iradat.

Tuhan tidak mengambil manfaat dari doa, usaha, ikhtiar, tawakal, nasib, bahkan seluruh ibadah makhluk-Nya. Tuhan tidak rugi terhadap kedurhakaan semua makhluk kepada-Nya. Karena Dia telah ada, sebelum taat dan maksiat, Dia telah hadir sebelum kehadiran pahala dan dosa. Malah, Dia telah ada sebelum kata Dia itu ada. Sebab Dia adalah tulisan. Demikian pula kehendak-Nya, sudah tercatat sebelum alam semesta terbit. Kalam-Nya: "Setiap bencana yang menimpa di bumi, dan yang menimpa dirimu sendiri, semua telah tertulis di kitab terdahulu lagi terjaga (lauh-mahfudh) sebelum Kami mewujudkannya (di bumi). Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah." (Alhadid:22).

Betapa ruginya, saat menyebut Allah tanpa ilmu, saat menyebut Tuhan (ilah) tanpa ilmu. Keharusan mengilmui Allah menjadi fardu 'ain. Bila salat hukumnya wajib, bila salat berjamaah hukumnya sunnah muakkad. Sedangkan mengilmui Allah, hukumnya fardu 'ain (di atas hukum wajib). Tuhan memerintahkan: "Maka ilmui-lah (berpengetahuan-lah), sesungguhnya Dia, tidak ada Tuhan kecuali Allah. Dan mohonlah ampunan atas dosamu dan dosa orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha-mu dan tempat tinggal-mu." (Muhammad:19).

Iradat (kehendak) Tuhan tidak dapat dibantah, tidak sanggup disanggah. Sebab menetapkan dan menghapus adalah kehendak mutlak-Nya. Dalam firman: "Allah menghapus dan menetapkan (suatu perkara) sesuai dengan apa yang Dia kehendaki (sekehendak-Nya). Dan di sisi-Nya terdapat ummul kitab." (Ar-ra'du:39). Kitab (nota catatan) kuasa-Nya untuk berkehendak. Menghapus takdir, menetapkan takdir, mengganti takdir merupakan wajah kuasa-Nya. Menetapkan ayat atau menghapus-nya, menambah ayat atau mengurangi-nya, semua kehendak-Nya. Dalam kalam-Nya: "Ayat yang Kami batalkan, atau yang Kami hilangkan dari ingatan. Pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau sebanding. Tidakkah kamu tahu bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu." (Albaqarah:106).

Zat Tuhan menetapkan sesuatu tanpa sebab dan tanpa akibat. Sebuah penetapan ilmu keputusan sebelum adanya sebutan, sebelum adanya ingatan. Masa azali nama alam-nya: "Bukankah pernah datang kepada manusia, waktu dari  masa, ketika itu belum ada sebutan." (Al-insan:1). Dengan zat Tuhan yang berkehendak bebas, Dia tetapkan hal-ihwal mumkin (baharu). Bisa dikehendaki-Nya dan bisa tidak (jais). Bisa disuruh-Nya dan bisa tidak disuruh-Nya (jais). Bisa diberi-Nya petunjuk (hidayah), dan bisa disesatkan-Nya (dhal). Kenyataan dalam keadaan,  ada yang alim, ada yang jahil. Ada yang adil, ada yang zalim. Ada yang benar, ada yang salah. Ada yang jujur, ada yang dusta. Jangan engkau tanyakan apa yang diperbuat-Nya (la yus-alu 'amma yaf'al).

Suruhan dan cegahan-Nya pada makhluk, pasti mengandung hikmah. Hikmah taat, hikmah maksiat, hikmah nikmat, hikmah bala' (derita). Apabila Dia telah menetapkan, jangan kamu minta dipercepat kedatangannya. Semua berada dalam kuasa, kehendak dan ilmu Allah, seperti kepastian hari kiamat. Semua sudah tertulis keputusan-Nya pada tiap-tiap sesuatu (likulli ajalin kitab). Bila tiba masanya (ajal), datang tidak diundang, pergi tidak diusir. Terhadap perbuatan Tuhan-mu, jangan kamu bertanya. Terhadap aksi Tuhan-mu, jangan kamu menyoal, beriman sajalah!

Ajal, jangan minta dipercepat kedatangannya. Ajal, jangan minta diperlambat. Semua telah terukur dengan kebenaran (haqqa qadrihi). Kehendak zat Tuhan bebas dalam pencegahan dan pelulusan kehendak. Artinya, bila Dia menggagalkan, tidak ada yang dapat meluluskan. Bila Dia meluluskan, tidak ada yang dapat menggagalkan. Kuasa-Nya mutlak, kehendak-Nya pasti.

B. Muridun.

Sifat iradat merupakan kelompok sifat ma'ani. Sifat ma'ani adalah sifat yang terdapat pada zat Allah SWT. Bukan sifat iradat yang berkehendak terhadap baharu alam. Namun zat Allah yang berkehendak, atau zat Allah yang bersifat iradat. Saat zat Tuhan beriradat (berkehendak) dalam bentuk berkeadaan kepada makhluk, turunan sifat ma'ani menjadi maknawiyah. Zat Tuhan berkehendak, ketika dititipkan kepada makhluk dalam keadaan mampu berkehendak, saat itulah makhluk berkehendak. Jalan datang adalah zat Allah, diamanahkan kepada  iradat (Nur Muhammad), lalu kepada muridun (Adam), diamanahkan kepada roh. Roh diwujudkan dalam bentuk jasad. Bentuknya tulang, daging, kulit dan bulu. Begitu pula jalan pulang (tarqi), demikian pula jalan datang (tanazzul).

Zat Tuhan dengan sifat iradat-Nya, membatasi kehendak makhluk sampai batas waktu yang Dia tentukan (ajal). Berkeadaan kuasa (qadirun) ada batasnya (ila ajalin musamma). Berkeadaan kehendak (muridun) terdapat batas masanya (ila hin). Surga dan neraka berbatas, batas-nya sampai Tuhan-mu menghendaki. "Adapun orang-orang yang sengsara, tempatnya di dalam neraka, di sana mereka menghembuskan dan menarik napas dengan merintih. Mereka kekal di dalamnya, selama ada langit dan bumi (akhirat), kecuali jika Tuhan-mu menghendaki lain. Sungguh, Tuhan-mu maha pelaksana terhadap yang Dia kehendaki." (Hud:106-107).

Surga, surga berbatas, selama masih ada langit dan bumi akhirat, kecuali jika Tuhanmu menghendaki yang lain, dan pemberian Tuhanmu tidak terbatas (baca Hud:108). Jelas, jika Tuhanmu menghendaki, pasti terjadi (iyyasya' yakun). Jika Tuhanmu tidak menghendaki, pasti tidak terjadi (waillam yasya' lam yakun). Dalam ayat, berulang Tuhan menyebutkan zat (diri) Nya. "Innallaha yaf'aluma yurid" (sesungguhnya Allah, Dia berbuat apa yang Dia kehendaki). "Innallaha yaf'aluma yasya" (sesungguhnya Allah, Dia berbuat apa yang Dia mau). "Innallaha fa'alullima yurid" (sesungguhnya Allah, Dia selalu berbuat apa yang Dia kehendaki).

Mutalajim, saling berkaitan sudah menerangkan sifat muridun artinya keadaan Tuhan yang maha menghendaki kuasa kepada makhluk-Nya. Sifat muridun juga menunjukkan keadaan zat Tuhan yang bersifat iradat. Mutalajim sifat iradat (ma'ani) selalu berhubungan dengan sifat muridun (maknawi). Sebaliknya, sifat muridun (maknawi) berhubungan dengan sifat iradat (ma'ani).  Kemudian, sifat iradat menerangkan Tuhan berkehendak. Sifat muridun menerangkan keadaan Tuhan yang berkeadaan terhadap makhluk. Kalam-Nya: "Sesungguhnya bila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya mengatakan jadilah, maka jadilah." (Yasin:82). Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN