SIFAT TUJUH LIPUTAN ENAM - BASAR DAN BASIRUN

 

SIFAT TUJUH LIPUTAN ENAM
BASAR DAN BASIRUN

Oleh
Ma'ruf Zahran Sabran

A. Basar.

Basar artinya melihat. Tuhan yang maha melihat, bukan dengan mata. Penglihatan Tuhan kuat, sedang penglihatan makhluk bersifat baharu, baharu berarti lemah dalam penglihatan. Buktinya, manusia dalam melihat, sangat bergantung pada pupil, cornea dan lensa mata. Masa penglihatan-pun terbatas, saatnya akan terpejam selamanya (mati).

Zat Tuhan dengan sifat basar, Dia memandang yang tampak dan tidak tampak. Nanti akan Dia hadirkan pada hari kiamat, Dia jelaskan apa-apa yang dikerjakan manusia. Bagi orang yang sudah memandang-Nya di dunia, akan memandang-Nya pula di akhirat. Namun, bila hari ini, di sini (dunia) gagal memandang-Nya, akan gagal pula memandang-Nya di sana (akhirat). Sesat jalan di dunia, lebih sesat jalan lagi di akhirat. Sudahkah mata hati sanggup memandang-Nya. Berkat ridha-Nya, Dia berkenan untuk dipandang, dan Dia berkenan untuk memandang, sebuah jalan keesaan. Allah maha melihat semua perbuatan manusia (wallahu bima ta'maluna bashir).

Tujuan dari kalam apakah kamu tidak melihat? Adalah seruan supaya manusia ingat dengan Tuhan, bahwa zat Tuhan meliputi (muhith).  Hakikatnya, tiada yang melihat dan dilihat, kecuali Allah. Ketika Tuhan adalah maha kuasa, maka manusia sangat lemah ('ajuz). Tidaklah manusia sanggup membuka dan menutup mata, tanpa izin-Nya.

Seluruh nikmat dan segala bala', semua taat dan semua maksiat, merupakan ujian bagi manusia. Untuk menguji-ku, apakah aku bersyukur atau aku kufur (liyabluwaniy a-asykur am akfur). Zat Tuhan yang esa, bersifat melihat, niscaya Dia berikan rahmat melihat, untuk bisa melihat-Nya. Zat Tuhan yang esa, bersifat mendengar, guna dapat mendengar-Nya. Tiadalah tujuan penciptaan, kecuali untuk menge-esakan-Nya. Tiadalah tujuan penciptaan, kecuali untuk mengenal-Nya. Tiadalah tujuan penciptaan, melainkan untuk menyembah-Nya. Jika ini berhasil, pasti Dia sampaikan kepada maqam Ibrahim yang tulus ikhlas dalam menuhankan Allah saja.

Artinya, Tuhan merespon (menanggapi) Ibrahim dengan pujian, karena Ibrahim meraih pencapaian tauhid yang paling tinggi (langit ke-tujuh). Ibrahim mengatakan, "aslamtu lirabbil 'alamin," aku berserah-diri untuk Tuhan pemelihara alam semesta. Ketika ungkapan hati tersebut sudah hadir, Ibrahim telah tiada, mati. Mati sebelum mati (mutu qabla an tamutu). Pendakian langit satu sampai tujuh adalah dengan cara mematikan diri  (mati hissi dan mati maknawi). Membuka alam akhirat dengan cara mematikan diri, adalah capaian tajalli. Musa bertajalli dengan Tuhan, ketika Musa pingsan. Umat Muhammad dapat menunaikan-nya dengan salat yang bermikraj, bukan salat yang berbacaan syariat. Dan bukan syariat yang sudah menjelma menjadi adat (kebiasaan).

Tidak mungkin hidup dua Tuhan, pasti binasa alam semesta. Ibrahim berhasil mematikan diri, lalu menghidupkan Tuhan. Kemudian, tegak dan lurus Tuhan berdiri pada kedirian Ibrahim, saat diri Ibrahim telah lenyap. Ibrahim memuji Tuhan, Tuhan memuji Ibrahim yang pada hakikatnya esa, Tuhan memuji Tuhan. Tuhan mengenal Tuhan (la 'arif wala ma'ruf illallah). Pencapaian Ibrahim dalam tauhid, Ibrahim bukan Yahudi, Ibrahim bukan Nasrani, melainkan dia telah berserah-diri kepada Tuhan penguasa alam (baca Al-an'am:163).

B. Basirun.

Basirun merupakan sifat maknawiyah bagi Tuhan. Basirun adalah keadaan Tuhan yang maha melihat. Dia titiskan pandangan-Nya kepada makhluk (emanasi, nuriyah). Auto makhluk dapat melihat. Bukti Tuhan melihat secara hakiki, Dia berikan dan bagikan pandangan-Nya kepada makhluk secara majazi. Hakikatnya, Dia sendiri yang melihat Diri-Nya.

Pandangan Tuhan hanya esa. Dari esa yang memandang, kepada esa yang dipandang. Pandangan-Ku, petunjuk-Ku, agama-Ku, esa bukan? Jangan lihat kanan, jangan lihat kiri, jangan lihat barat, jangan lihat timur. Lurus sajalah kepada pandangan-Ku, sebagai pandangan Tuhan yang sejati. Firman-Nya, "Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan yang akan menceraikan-mu dari jalan-Nya. Demikian Dia mewasiatkan kepada-mu, mudahan kamu bertakwa." (Al-an'am:153).

Ibrahim dan Muhammad, Muhammad dan Ibrahim, hubungan ('alaqah) keduanya tak terpisahkan lagi. Muhammad merujuk kepada Ibrahim, Ibrahim merujuk kepada Muhammad. Muhammad dan Ibrahim, keduanya mencapai tingkat tauhid yang tertinggi. Tauhid, jalan Tuhan, jalan yang pasti benar. Petunjuk-Nya, petunjuk yang lurus. Agama-Nya, agama yang murni (esa). Sudah jamak Dia firman-kan, jangan persekutukan Dia! Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN