SIFAT TUJUH LIPUTAN LIMA - SAMA' DAN SAMI'UN
SIFAT
TUJUH LIPUTAN LIMA
SAMA'
DAN SAMI'UN
Oleh
Ma'ruf Zahran Sabran
A.
Sama'.
Isi Alquran merupakan bukti, tanda (ayat) bahwa zat
Tuhan maha mendengar. Artinya, Tuhan maha mendengar, tatkala Adam, Idris, Nuh,
Hud, Luth, Saleh, Ibrahim adalah hamba pilihan (mujtaba) yang pernah
berkalam-kalam dengan Tuhan-nya. Ismail, Ishak, Ya'kub, Yusuf, Ayub, mereka
adalah hamba yang mendapat petunjuk (muhtada), untuk mengadukan nasib mereka
kepada Tuhan. Dan Tuhan, pasti perkenankan aduan mereka (fastajabnalah). Musa,
Yunus, Zakaria, Yahya, Isa, Muhammad, adalah utusan Tuhan yang banyak berkomunikasi,
mengadukan nasibnya di haribaan Rabb. Pembicaraan dua arah, Tuhan-hamba,
hamba-Tuhan, namun hakikatnya esa belaka. Guna memudahkan paham, terjadi dialog
yang disusun oleh sang kreator (Tuhan), lalu menjadi skenario.
Maksudnya, 6.666 ayat dalam kitab Alquran merupakan
fakta rekaman bahwa zat Tuhan bersifat maha mendengar (sama'), maha melihat
(basar), maha berbicara (kalam). Tiga serangkai sifat yang berasal dari zat esa
(ahad), artinya, Dia yang mendengar adalah wujud hakiki. Dia yang melihat
adalah wujud hakiki. Dia yang berbicara adalah wujud hakiki. Sedang selain Dia,
adalah wujud majazi (khayyali). Jika ini disadari terus-menerus, maka seorang
hamba, bisa menjadi kekasih-Nya (wali). Kesadaran (counsiusness) bahwa esa yang
mendengar, esa yang melihat, esa yang berbicara. Sungguh, Tuhan tidak lagi
berbayang, tidak lagi kembar, namun esa (tauhid). Syirik artinya zat Tuhan
bercampur dengan sifat baharu alam semesta (muhaddats). Person Tuhan bisa dua,
tiga, bahkan jamak. Sesungguhnya, siapakah yang selama ini disembah, memposting
nama Tuhan? Mungkin yang disembah selama ini adalah ego. Egoisme (kedirian)
ditegakkan, guna mengaku menjadi tuhan-tuhan disamping Allah. Ego diri, ego
keluarga, ego jabatan, ego harta, ego pangkat, ego nama, ego instansi, ego organisasi,
ego profesi, ego jamaah, ego taat, ego amal.
Musa, Musa baru didengar kalam-nya oleh Tuhan, saat
Musa merendah diri (wa akhbatu ila rabbihim). Baru Tuhan membuka rahasia batin
kepada Musa di bukit Tursina. Zakaria, Zakaria menadah-tangan, memohon rahmat,
ketika dia berada di dalam mihrab selama tiga hari, dan berpuasa dari berbicara
(falam yukallimal yauma insiyya). Muhammad, Muhammad baru dapat waridat wahyu
dari penguasa alam semesta (rabbul 'alamin), saat Muhammad menyingkir dari
kaum-nya ('uzlah). Detik-detik itulah, Tuhan mendengar batin hati yang
benar-benar tulus. Bukan di tempat ramai, bukan di majelis, bukan di masjid. Di
tempat keramaian, bukan tempat Tuhan memberikan warid, namun tempat membaca
wirid, membaca ratib.
Sama' adalah sifat ma'ani, sedang sami'un adalah
sifat maknawi. Keduanya berasal dari sumber zat Tuhan yang esa (ahad).
Ternyata, Tuhan mendengar bukan dengan telinga, Dia tidak berperantara alat
bagi zat-Nya. Mustahil Dia tuli, mustahil Dia buta, mustahil Dia bisu. Dia
sempurna (kamil), indah (jamil), agung (jalil). Tetapi, Dia sempurna tidak
terukur, Dia indah tidak terukir, Dia agung tidak terlampir. Dia berdiri dengan
zat ahad-Nya. Tidak ada satupun yang lepas dari pendengaran-Nya. Suara langit,
suara bumi, nyata (jahri), tersembunyi (khafi), rahasia (sirri), tidak luput
dari pendengaran-Nya (baca Taha:7).
Bagaimana supaya cerdas dalam mendengar, memahami,
merasai, menghayati suara Tuhan, dan Tuhan mendengar rintihan doa hamba-Nya.
Jalan yang dituju adalah dengan mengenali yang esa dengan yang esa. Esa yang
mendengar, esa yang melihat, esa yang berkalam.
Sebab, sifat maknawi dari ma'ani, sifat ma'ani dari zat Tuhan yang
tunggal (esa). Artinya, esa maknawi, esa ma'ani, esa zat Tuhan.
B.
Sami'un.
Sami'un artinya keadaan (hal, jamak ahwal) Tuhan
yang mendengar. Saat ahwal ini ditanazzulkan, maka menjadi tiga rangkaian,
Allah, Muhammad, Adam. Tuhan titipkan kepada roh, bentuk jasad berupa telinga
dan gendang telinga. Telinga, telah Tuhan titipkan padanya, sifat mendengar
(maknawiyah pada sami'un makhluk). Maknawi berhubungan (bertalajim) dengan
ma'ani. Ma'ani mendapat limpahan karunia rahmat dari zat Tuhan yang esa. Namun
zat Tuhan maha berkehendak.
Ingat, camkan! Jangan membatasi kehendak-Nya, bukan
wilayah makhluk membatasi kehendak Tuhan. Saat Dia menghidupkan, tidak ada yang
dapat mematikan. Saat Dia mematikan, tidak ada yang dapat menghidupkan (yuhyi
wa yumit). Hidup bukan karena sehat, mati bukan karena sakit. Sehat dan sakit
adalah kehendak Tuhan. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar