SIFAT TUJUH LIPUTAN SATU - QUDRAT DAN QADIRUN
SIFAT TUJUH LIPUTAN SATU - QUDRAT DAN QADIRUN
Oleh
Ma'ruf Zahran Sabran
A.
Qudrat.
Sifat qudrat merupakan kelompok sifat ma'ani.
Pengertian sifat ma'ani adalah sifat yang hanya berdiri pada zat Allah
saja,tidak berdiri pada zat yang bersifat baharu. Sifat qudrat terdapat pada
zat yang qadim (Allah). Penjelasan-nya, sifat Allah berdiri pada zat (diri)
Allah. Atau, sifat Allah adalah keadaan (karakter) yang hanya dimiliki zat
(diri) Allah. Misal, zat Allah yang maha esa, namun memiliki sifat ma'ani yang
terdapat zat-Nya. Zat Allah esa, memiliki sifat qudrat (keadaan berkuasa).
Artinya, selain zat Allah tidak ada yang berkuasa, namun lemah ('ajuz). Zat
Allah memiliki sifat iradat (keadaan berkehendak), selain zat Allah tidak ada
yang berkehendak, namun terpaksa (karahah). Zat Allah memiliki sifat ilmu
(keadaan berilmu-pengetahuan), selain zat Allah tidak ada yang
berilmu-pengetahuan, namun bodoh (jahil). Zat Allah memiliki sifat hayat
(memiliki kehidupan), selain zat Allah adalah mati (maut). Zat Allah bersifat
sama' (maha mendengar), selain Dia adalah summun (tuli). Zat Allah bersifat
basar (maha melihat), selain Dia adalah buta ('ama, 'umyun). Zat Allah bersifat
kalam (bicara), selain Dia adalah bisu (bukmun). Jelas, sifat yang berdiri pada
zat (diri) Allah, bukan zat yang berdiri pada sifat.
Setelah dikenali, zat Tuhan berkuasa terhadap sifat.
Artinya, bukan sifat yang berkuasa, tetapi zat Tuhan yang berkuasa. Sesudah
diketahui, zat Tuhan yang bersifat qudrat menerangkan bahwa baharu alam semesta
adalah asar (atsar) atau bekas dari sifat qudrat. Sebab sifat qudrat (kuasa)
Tuhan berbeda dengan alam semesta. Namun alam semesta adalah bekas sifat qudrat
zat Tuhan (atsar min shifatillah). Kemudian, menjadi bukti (dalil) adanya zat
Tuhan. Bekas dari sifat qudrat Tuhan terlihat pada langit dan bumi, malam dan
siang, bulan dan matahari. Lalu, tercipta langit menjadi keadaan langit.
Tercipta bumi menjadi keadaan bumi. Tercipta malam menjadi keadaan malam.
Tercipta siang menjadi keadaan siang. Tercipta bulan menjadi keadaan bulan.
Tercipta matahari menjadi keadaan matahari. Apa yang dialami manusia adalah keadaan
malam, keadaan siang. Keadaan yang dirasai manusia menjadi bekas dari bekas
sifat-sifat Tuhan yang berlapis-lapis, baru sampai kepada manusia (atsar min
atsaris-shifatillah). Bekas dari bekas sifat itulah yang kebanyakan menjadi
hijab (dinding) antara manusia (zat baharu) dengan Tuhan (zat qadim).
Inilah tapak jejak Ibrahim (nabi yang ke-tujuh)
mencari Tuhan, namun bertemu dengan keadaan malam. Keadaan malam adalah bintang
terbenam, muncul bulan, bulan terbenam, muncul matahari di waktu fajar.
Matahari tenggelam, Ibrahim mengatakan "la uhibbul afilin," aku tidak
senang kepada yang tenggelam. (baca Al-an'am ayat 75-79).
Hari ini, sungguh banyak manusia menemukan keadaan
nama, sifat, aksi Tuhan yang sebenarnya bukan Tuhan. Melainkan bekas dari bekas
nama, sifat, zat, dan perbuatan-Nya. Lebih dari 30 tahun perjalanan dakwah
penulis, tersulit adalah menyampaikan ajaranTauhid. Selain umat wajib
menghilangkan bayangan dalam benak pikiran dan lubuk perasaan dari semua yang
ada, adalah bukan Tuhan (mukhalafatuhu lil hawadis). Juga menerangkan sungguh
Tuhan tidak sama dengan makhluk, sebab Dia berdiri sendiri (qiyamuhu binafsih),
membersihkan Tuhan dari apapun yang mampu disifati manusia (subhana rabbika
rabbil 'izzati 'amma yashifun).
Maha suci Tuhan-mu, Tuhan yang maha tinggi dari apa
yang kamu sifatkan pada-Nya. Bukankah ayat ini merupakan perjuangan seumur
hidup. Terjadi baharu alam, bukti adanya zat Tuhan yang qadim. Baharu
hakikatnya tiada, baharu hakikatnya mati, yang tidak mampu memberi pertolongan
dan tidak sanggup melakukan gerakan (manuver). Qudrat sifat-Nya kuasa, kuasa
zat Tuhan untuk mengadakan dan meniadakan sesuatu sesuai kehendak-Nya. Selain
zat Tuhan dihukumkan mumkin atau jais. Mungkin ada, mungkin tidak. Boleh jadi
ada, boleh jadi tidak ada. Hukum jais terdiri dari empat bagian. 1. Mumkin
mawjud ba'dal 'adam (mungkin ada setelah tiada). Tidak ada, kemudian ada,
seperti tubuh kita sekarang ini. 2. Mumkin ma'dumun ba'dal wujud (diduga yang
tiada setelah ada). Contoh, nenek moyang yang sudah wafat. 3. Mumkin ilmullah
annahu lamyujad (kemungkinan yang telah ditetapkan Tuhan, selamanya tidak
terwujud). Artinya, suami-istri sampai wafat telah ditetapkan Tuhan tidak
memiliki anak (keturunan). 4. Mumkin sayujad (telah ditetapkan Allah akan
datang adanya, ruang dan waktu). Pasti akan terwujud, pasti akan ada dan hadir.
Misal, hari kiamat belum terjadi, namun pasti akan terjadi (sayujad). Padang
mahsyar belum tergelar, namun pasti akan tergelar (sayujad). Mizan (timbangan
amal) belum ditegakkan, kecuali pasti akan ditegakkan (sayujad). Kitab (nota
amal) belum diletakkan, namun pasti,
nanti akan diletakkan dan akan dibukakan (sayujad). Sirad belum dihamparkan,
nanti pada hari kiamat akan dihamparkan jembatan (sayujad). Surga belum
didekatkan (surga belum dibukakan). Neraka belum dinyalakan, nanti akan dibuka
(sayujad). Semua kegaiban tersebut akan tersingkap setelah kematian (sayujad).
B.
Qadirun.
Sifat qadirun digolongkan dalam sifat maknawiyah.
Sifat maknawiyah adalah sifat Tuhan yang berkeadaan pada makhluk. Atau sifat
berkeadaan Tuhan dititiskan kepada makhluk, melalui Nur Muhammad. Nur Muhammad
itulah sifat. Sifat tidak bisa terpisah dengan zat. Proses maknawiyah berawal
dari zat Allah, sifat Muhammad (keduanya tidak terpisah). Sifat Muhammad
(ma'ani) tidak bercerai dengan sifat Adam (maknawiyah) yang disebut mutalajim.
Bertalajim qudrat dengan qadirun bila ditinjau dari proses turunnya (tanazzul).
Sifat qadirun menerangkan bahwa qudrat (maha kuasa)
berasal dari zat Tuhan. Sebenarnya, sifat qudrat dan qadirun adalah milik zat
Tuhan. Namun, Dia titiskan kepada Muhammad dan umat. Titisan ini yang disebut
sifat maknawiyah. Dalam pengertian, adanya sifat ma'ani akan menerbitkan sifat
maknawiyah. Maksudnya, dari yang satu, melahirkan sifat keadaan yang banyak
(syuhudul wahdah fil kasrah). Tidak tercerai lagi, tidak terberai lagi,
berhubungan selalu zat Tuhan, sifat ma'ani, sifat maknawiyah. Atau, zat Tuhan,
qudrat, qadirun berkaitan (mutalajimah). Berkaitan qadirun Tuhan, karena ada
qudrat Tuhan. Jika tidak ada qudrat, tentu tidak ada qadirun. Zat Tuhan
mendirikan qudrat Tuhan, qudrat Tuhan mendirikan qadirun Tuhan.
Zat Tuhan memberi kuasa kepada qudrat, qudrat Tuhan
memberi kuasa kepada qadirun Tuhan, qadirun Tuhan memberi kuasa kepada roh,
bentuk jasadnya adalah darah, warnanya merah. Jadi, sifat qadirun menunjukkan
bahwa zat Tuhan dalam keadaan berkuasa kepada makhluk. Pengenalan ini wajib,
supaya tidak menyembah, mencintai makhluk. Sebab sudah kenal jalan datang
(tanazzul), dan sudah kenal jalan pulang (tarqi). Dengan kata lain, masuk
dengan cara yang benar (mudkhala shidiq), kemudian keluar dengan cara yang
benar (mukhraja shidiq). Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar