SIFAT TUJUH LIPUTAN TIGA - ILMU DAN ALIMUN

 


SIFAT TUJUH LIPUTAN TIGA
ILMU DAN ALIMUN

Oleh
Ma'ruf Zahran Sabran

A. Ilmu.

Zat Tuhan bersifat ilmu (berpengetahuan). Zat Tuhan (Allah) maha mengetahui, karena ilmu Tuhan berdiri pada zat-Nya. Bila manusia berilmu dengan melandaskan pada akal. Seluruh hukum akal adalah bentuk alam semesta (baharu) yang berada di bawah zat Tuhan. Akal alam semesta, umumnya dibagi tiga. Akal insani, akal hewani, akal nabati. Hukum akal memiliki tiga bagian lagi. Bagian wajib, bagian mustahil, bagian harus. Ketiganya berada dalam ilmu Allah yang maha luas tiada bertepi. Dalam arahan, pengawasan, pengaturan ilmu Allah. Ilmu Allah yang tiada berproses, bukan awal dan bukan akhir. Ilmu Allah yang tanpa berbantuan akal. Justru akal yang berbantuan ilmu Tuhan. Hukum akal yang wajib, artinya semua diketahui oleh-Nya. Hukum akal mustahil, artinya segala sesuatu yang tidak ada, tidak terwujud, pasti diketahui oleh zat Tuhan. Hukum harus, artinya segala yang ada dan segala yang tidak ada, pasti berada dalam ilmu Allah SWT yang maha mengetahui.

Semua hukum akal takluk kepada Pencipta-nya (Allah). Berdalil, "wahuwa bikulli syai'in 'alim" (dan Dia pada tiap-tiap sesuatu adalah bersifat maha mengetahui). 'Alim, menjadi sifat sekaligus nama-Nya. Oleh sebab itu, mustahil Dia jahil (bodoh). Bila kita dikatakan bodoh, wajar, sebab kita bukan Tuhan. Kalau kita disebut jahil, wajar, karena kita bukan Tuhan. Intinya, segala sifat wajib bagi Allah, otomatis menjadi sifat mustahil bagi makhluk. Maksudnya, Allah kaya, manusia miskin. Allah kuat, manusia lemah. Allah hidup, manusia mati. Allah alim, manusia jahil.

Bagaimana akan diterka, zat Tuhan tidak berwarna, mustahil Dia berwarna. Zat Tuhan tidak bernama, zat Tuhan tidak bersifat. Namun, dalam rangka supaya Dia dikenali oleh makhluk (ciptaan), maka Dia ciptakan sifat-Nya. Nama-Nya tiada lain dan tiada bukan, kecuali Nur Muhammad. Nur Muhammad akan kembali kepada sang Pencipta. Sebenarnya, setiap detik dapat datang, dan setiap detik dapat pulang. Pulang dan datang adalah Dia. Datang dan pulang adalah Dia. Sifat-Nya juga adalah Nur Muhammad yang menembus tujuh lapis petala langit, dan menembus tujuh lapis petala bumi. Bisakah ini mewujud? Bisa, dengan ilmu Allah SWT. Allah telah menyaksikan, sesungguhnya Dia, tidak ada Tuhan kecuali Dia. Malaikat menyaksikan dan orang-orang yang diberi ilmu (ahli) yang berdiri tegak dengan keseimbangan. Tidak ada Tuhan kecuali Dia, maha gagah lagi maha bijaksana (baca Ali Imran:18).

Zat Tuhan tidak sanggup direka dan tidak mampu direkap. Rekapitulasi tentang zat Tuhan adalah mustahil bagi makhluk. Sebab, makhluk tercipta dari-Nya (Alkhaliq). Bahkan, Dia yang memberi rezeki (Arraziq) terhadap seluruh alam lahir dan alam batin, kampung lahir dan kampung batin. Rezeki yang ada di langit dan rezeki yang ada di bumi, dalam genggaman tangan kuasa dan kelembutan ilmu-Nya. Zat Tuhan sendiri bukan sifat, zat Tuhan bukan nama. Untuk bisa mengenali-Nya, berserah diri sajalah.

Sungguh, kamu tidak bisa menembus langit dan bumi, kecuali dengan ilmu Allah. Kamu tidak sanggup melewati dan melampaui keduanya, melainkan dengan ilmu-Nya (baca Arrahman:33). "Wahai bangsa jin dan manusia, jika kamu sanggup melintas (memecah), menembus penjuru langit dan bumi. Tembuslah! Kamu tidak akan mampu menembus-nya, kecuali dengan kekuatan (ilmu) Allah." Terang, bahwa yang mampu menembus, melepas diri dari borgol penjuru langit dan bumi adalah orang-orang yang berilmu ('alim), atau ulul albab. Siapa ulul albab yang sanggup mengambil pelajaran dari apa yang diturunkan Tuhan disetiap detiknya, dan disetiap incinya?

Surah Arra'du (13) ayat 19-24, telah mewartakan, sungguh, tidak sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui. Tidak sama antara orang yang buta dengan orang yang melihat. Tidak sama antara orang yang tuli dengan orang yang mendengar. Tidak sama antara orang yang bisu dengan orang yang sanggup  bicara. Tidak sama antara cahaya (nur) dengan kegelapan (dzulumat). Hanya ulul albab yang bisa mengambil peringatan. Ulul albab yaitu orang-orang yang memenuhi janjinya dengan Allah pada saat alam azali. Lalu, tidak melanggar perjanjian pada saat hari kesaksian (yaumul asyhad). Apakah isi perjanjian (mitsaq) tersebut?

Isi perjanjian itu adalah, sambungkan apa yang disuruh Tuhan untuk disambung, jangan diputus. Sambungan berupa tali Allah (hablumminallah), dan sambungan berupa tali manusia (hablumminannas). Keduanya jangan diputus, bila diputus, akan terjadi kerusakan di darat dan di laut, akan nestapa jasmani dan rohani. Akan ditimpakan kehinaan dimana saja mereka berada, ketika mereka memutus, memotong tali hubungan keduanya.

Kemudian, pemenuhan isi perjanjian, ditambah perasaan takut kepada Tuhan-nya, dan takut kepada hisab yang buruk (baca Arra'du:21). Lalu, bersabar untuk mengharap keridhaan-Nya (baca Arra'du:22). Sabar terhadap ujian adalah bagian kehidupan yang telah Dia tetapkan (baca Lukman:17).  Perjanjian juga memuat untuk mendirikan salat, membayar infak secara sembunyi dan nyata. Lagi, perjanjian menuntut menolak kejahatan dengan kebaikan. Barulah mereka menjadi kaum pemenang dan mendapat kesudahan yang baik, serta surga (jannah). Mereka mendapat aneka kesenangan (baca Arra'du:23). Mendapat anugerah salam keselamatan, karena kesabaran dalam memenuhi janji. Surga adalah sebaik-baik tempat tinggal, bagi kaum yang berilmu, ulul albab (baca Arra'du:24).

Tegas, kaum ulul albab sudah menembus sekat langit dan bumi. Dengan ilmu Allah, terbuka semua hijab dan penghalang diri. Musuh utama diri sendiri adalah mempersekutukan-Nya. Diri yang jahil, diri yang tidak ikhlas, diri yang ego adalah berhala-berhala yang dibangun di kampung batin. Orang yang belajar dan mengajar ilmu tentang Allah (kajian esa), sebagai suruhan dari-Nya (baca Muhammad:19). Adalah Allah yang dimaknai:   Tidak ada yang wujud, kecuali Allah. Tidak ada yang disembah, kecuali Allah. Tidak ada yang dicintai, kecuali Allah. Tidak ada yang dikenali, kecuali Allah. Tidak ada yang diketahui, kecuali Allah. Tidak ada yang hidup, kecuali Allah. Tidak ada yang berilmu, kecuali Allah. Tidak ada yang mendengar, kecuali Allah. Tidak ada yang melihat, kecuali Allah. Tidak ada yang berbicara, kecuali Allah. Semua, berada dalam liputan ilmu-Nya.

Jelas, ilmu-Nya meliputi (muhith), ilmu-Nya menjaga makhluk-Nya (hafidh), ilmu-Nya maha lembut (latif), ilmu-Nya menyaksikan dan disaksikan semesta alam (syahid). Ilmu-Nya digunakan oleh-Nya untuk memelihara alam semesta (rabbul 'alamin). Titisan ilmu-Nya, Dia berikan kepada alam semesta secara bertingkat. Pembagian ilmu-Nya kepada malaikat, rasuli,  insani, hewani, nabati. Pemberian Tuhan yang disebut sifat maknawi (maknawiyah), bersumber dari sifat ma'ani, dan sifat ma'ani berdiri tegak pada zat Tuhan yang esa.

B. Alimun.

Berulang kali Tuhan mempersaksikan bahwa Dia maha mengetahui. Jangan ada ragu dalam keyakinan, jangan ada munafik dalam ucapan, jangan ada bimbang dalam aqidah. Bahwa pemberian-Nya dalam ilmu, tampak dari orang-orang yang berilmu tentang-Nya. Dia bersifat ilmu, bertalajim dengan alim. Alim hadir karena ilmu, ilmu hadir karena wujud mutlak, zat Allah. Maknawi berhubungan dengan ma'ani (sifat), sifat berhubungan dengan zat tunggal, zat esa. Auto, mustahil Dia jahil (bodoh). Bila Dia jahil, maka tidak wujud alam semesta yang bersifat baharu (huduts). Auto, pasti Dia berilmu dan sekaligus Dia alim. Berbukti sudah, Dia ciptakan alam semesta yang baharu (huduts). Alam semesta menyaksikan Allah dengan ilmu-Nya. Allah menyaksikan alam semesta dengan ilmu-Nya.

Lugas, maha berilmu hanya Allah dalam seluruh kehadiran yang hadir. Dia maha berilmu terhadap sesuatu yang belum atau tidak hadir. Ilmu-Nya memenuhi, memadati, meliputi semua sesuatu. Sebenarnya, isbat hanya zat Tuhan yang ada, zat Tuhan yang berilmu senantiasa hadir di seluruh dimensi nama, sifat, dan perbuatan makhluk. Makhluk pada hakikatnya, nafi (tiada). Pemusnahan diri sendiri sangat penting, guna melebur ke dalam celupan Allah (shibghatullah). Dan siapa yang lebih baik, dari seseorang yang telah mendapat anugerah dari Allah berupa celupan-Nya (waman ahsanu minallahi shibghah).

Orang yang berilmu ('alim) akan dapat membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang tidak bermanfaat. Perbuatan yang bermanfaat ibarat mutiara asli yang tinggal di bumi. Sedang yang tidak bermanfaat akan menjadi buih di laut.

Artinya, ilmu menembus selaput langit dan selaput bumi. Ilmu sanggup menerawang alam kegelapan. Sebab, hati mereka terang berkat cahaya muridun, cahaya ilmu, cahaya zat Tuhan. Ketiganya bisa dibedakan saat kajian pembahasan. Namun, menyatu saat rasa. Rasa adalah rahasia, rahasia adalah rasa. Semakin dikaji, semakin indah. Semakin dikupas, semakin dalam. Tuhan berbicara (kalam) dengan permisalan air hujan, laut, bumi, buih, logam, tambang, sebagai perumpamaan kebaikan yang kekal, dan perumpamaan keburukan seperti buih di lautan (baca Arra'du:17). Ternyata hati yang gelap, tetap gelap. Walau pencahayaan listrik sangat terang. Dan hati yang terang, pasti terang. Walaupun di tempat yang gelap.  Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

AJAKAN PERDAMAIAN MENJADI TUGAS KESEMESTAAN