(EDISI BERKAH KEESAAN) - PASCAHAUL TUAN GURU HAJI ISMAIL MUNDU (ULAMA LEGENDARIS KERAJAAN KUBU)
(EDISI BERKAH KEESAAN)
PASCAHAUL TUAN GURU HAJI ISMAIL MUNDU (ULAMA LEGENDARIS KERAJAAN
KUBU)
Oleh
Ma'ruf Zahran Sabran
Pascahaul, para murid titisan sanad tuan guru, wajib semakin
memperdalam kajian tema keesaan (ke-ahadiyah-an) sesuai amanat guru. Semakin
dikaji dalam pondok perguruan masing-masing, semakin menyala dan membakar jiwa
menjadi hangat kembali. Mungkin selama ini dingin dan redup. Ikatan (rabithah)
Tauhidiyah-Ahadiyah yang sering diasah di perguruan, akan menajamkan pisau
analisa ketuhanan. Diasuh di jamaah halaqah, semakin memperkuat pandangan
(syuhud) para murid (muridin). Diasih dengan saling mengasih ilmu dan
pengalaman spiritual, semakin menambah kedekatan guru-murid.
Kini, para murid jangan larut, mengingat jamak paham yang dapat
melenceng dari paham kemurnian (ke-tauhid-an), dan jamak pengajian yang
mengaburkan makna keesaan. Sebab, dapat menjadi hijab yang menghijab. Menjadi
dinding yang mendinding. Iman, ilmu, amal dapat menjadi hijab. Iman, dapat
menjadi hijab bagi orang yang percaya dengan kepercayaan-nya. Ilmu, mungkin
menjadi hijab bagi orang yang berilmu dengan ilmu-nya. Amal, sanggup menghijab
bagi orang yang beramal dengan amal-nya. Sebab, iman, ilmu, amal, bukan tujuan.
Ketiganya berfungsi sebagai alat pengantar kebaikan menuju keesaan. Manusia
hari ini, banyak tertipu dengan kebaikan.
Diduga, kebaikan sama dengan Tuhan, atau dikira kebaikan itulah
Tuhan. Sedangkan Tuhan tidak serupa dengan nama apapun yang bisa disebut. Dia
tidak diberi nama, dan tidak memberi nama (lam yalid walam yulad). Dia bukan
sifat yang disifati dan tidak menyifati (lam yalid walam yulad). Dia bukan zat
yang dibuat, dan bukan zat yang membuat (lam yalid walam yulad). Maksudnya,
bila ilmu pengetahuan menjelma menjadi Tuhan yang dipatuhi, menjadilah seperti
Samiri. Bila kekayaan mewujud menjadi Tuhan yang dicari, Qarun pimpinan-nya.
Bila kekuasaan zalim yang diikuti, Fir'aun raja-nya. Jika ego taat yang
digunakan, Bal'am bin Ba'ura imam-nya.
Kini, para murid jangan takut lagi. Dahulu, seperti tuan guru
tinggal di Teluk Pakedai. Meskipun berdiam di dusun terjauh, namun terdekat di
hati umat. Meskipun ajarannya langka, namun benar. Buktinya, tidak semua orang
sampai ke tingkat Ahadiyah (tertinggi dalam maqam tanazzul). Walau mereka
sangat menghendaki, jika Dia belum memberi hidayah, tidak ada yang sanggup
mendapatkan (mayyahdillah fahuwal muhtad). Sebaliknya, hidayah tidak turun,
walau banyak membaca kitab. Sebab, hidayah bukan diberikan oleh kitab, dan
barang siapa yang disesatkan, maka engkau tidak akan mendapatkan seorang
penolong dan pembimbing (wamayyudhlil falan tajida lahu waliyyam-mursyida).
Pertanyaan utama dalam seluruh pos pemeriksaan di akhirat adalah
tentang tauhid. Ibarat pepatah: "sedia payung sebelum hujan," awal
dan akhirnya, semua surah dalam Alquran mengabarkan pentingnya tauhid, baik
secara eksplisit maupun secara implisit. Secara terang-terangan (sharih), atau
kias (kinayah). Beruntung tuan guru yang sudah mengarang beberapa kitab,
sehingga terbaca oleh para murid yang bersanad dan keluarga besar yang
bernasab.
Bukan waktu, tempat, bacaan, gerakan salat yang ditanya. Tetapi
dari dan untuk siapa salat yang didirikan. Siapa yang menyembah dan siapa yang
disembah. Jika belum mengenal dan mencintai, maka yang disembah dan yang
menyembah adalah lemah (baca Alhaj:73).
Demikian salat, begitu pula zakat, puasa, haji dan umrah dari para
pelaku (oknum) syirik (musyrikun) adalah lemah, bahkan mati, tidak pernah hidup
(amwat, ghairu ahya'). Bukan-kah itu
berhala (thaghut), thaghut adalah yang selain Allah. Mungkin, selama ini
yang disembah dan menyembah adalah berhala yang bernama salat. Padahal yang
disuruh adalah sembah Aku saja (baca Thaha:14).
Syekh tuan guru haji Ismail Mundu bin syekh haji Abdul Karim (Daeng
Talengka) bin Daeng Palewo, tidak
sekedar sebagai pendiri Perguruan Ahadiyah, namun juga memberi keterangan
tauhid (keesaan) sejati. Meski pada saat beliau, kelompok syariat sangat kuat.
Beliau tidak sekadar memahami, mendalami, menghayati, tetapi juga sampai kepada
inti (roh) tauhid yang diusung Alquran. Bila rusak tauhid, rusak semua amal.
Sebab amal tertuju kepada simbol (lambang) materi. Segala yang bersifat materi,
jelas bukan Tuhan, tetapi tuhan-tuhanan. Tuhan menyuruh Ibrahim membangun
baitullah (rumah Allah), supaya Allah jangan dipersekutukan. Bersihkan rumah-Ku
dari kesyirikan, sucikan Aku. Sucikan rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf,
berdiri (qiyam), rukuk dan sujud (baca Alhaj:26).
Peringatan haul boleh, tetapi pesan, nasehat dan amanat tauhid dari
guru jangan dilupakan. Peringatan haul tidak sekedar seremonial yang merutin
setiap tahun, tanpa makna kesadaran diri. Ada bingkisan rohani yang dibawa
setiap kali pulang dari haul guru. Dan selalu menjadi bahan renungan, diskusi
(mudzakarah) sesama jamaah perguruan. Ibarat, pisau tajam karena diasah. Lancar
kaji karena diulang. Bukan seperti berburu ke padang datar, dapat rusa belang
kaki. Berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi.
Sejatinya, pascahaul wajib semakin menambah tidak sebatas surga,
namun di sisi Kami ada tambahan (waladaina mazid). Bukan tambahan, tetapi inti.
Lalu pahami, renungi, Tuhan yang sebenarnya adalah apa yang disabdakan Yusuf
dalam penjara. "Wahai saudaraku penghuni penjara, manakah yang lebih baik,
tuhan-tuhan yang jamak itu? Atau Allah yang esa lagi perkasa? Apa yang kamu
sembah selain Dia, adalah nama-nama yang kamu namai tentang Dia. Kamu dan
bapak-mu (hanya dusta). Allah tidak pernah menurunkan keterangan tentang
nama-nama itu." (Yusuf:39-40). Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar