30. Al-'Adil
30. Al-'Adil
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Pemahaman (fikih) syariat menyatakan definisi
umum 'adil adalah: "wad'ussyai' fi mahallihi" (meletakkan sesuatu
pada tempatnya). Dengan kata lain, profesional dan proporsional. Adil yang
telah menjadi kosa kata bahasa Indonesia, bukan berarti sama rata sama rasa.
Artinya, anugerah yang diberikan Tuhan sesuai
dengan daya tampung yang dimiliki seseorang (kapasitas). Seseorang akan
dibalasi sesuai dengan perbuatan yang dikerjakan. Keadilan Tuhan
divisualisasikan dengan mizan berupa balasan yang setimpal, tidak lebih dan
tidak kurang.
Namun, keadilan Tuhan tidak bisa dibatasi
dalam framework black or white. Otoritas yang dimiliki-Nya tanpa batas.
Keadilan dapat dipahami sebagai keserasian bentuk, sehingga indah untuk
dilihat, sekaligus menyimpan keagungan. Kisah cinta Zulaikha kepada Yusuf yang
berakhir di penjara. Mungkin bentuk lain dari keadilan Tuhan. Ketika tempat
tidak lagi menjadi persoalan, niscaya jeruji penjara, adalah tempat turun wahyu
suci, ketika Yusuf didaulat menjadi nabi. Firman Tuhan: "Wahai kedua
penghuni penjara! Manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu?
Atau Allah yang maha esa lagi maha perkasa? Apa yang kamu sembah selain Dia,
hanyalah nama-nama yang kamu buat. Buatan-mu sendiri, dan buatan moyangmu."
(Yusuf:39-40). Adil bisa dimaknai kemaslahatan untuk jangka panjang. Dari
penjara, Yusuf dibebaskan dari segala tuntutan hukum dan dipulihkan nama
baiknya. Setelah dia menakwil mimpi sang raja Mesir. "Dan raja berkata,
sungguh aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh
tujuh ekor sapi betina yang kurus. Tujuh tangkai gandum yang hijau dan tujuh
tangkai gandum yang kering. Wahai para pemuka negeri, terangkan kepadaku
tentang takwil mimpi-ku, jika kamu penakwil mimpi!" (Yusuf:43). Telah mafhum,
orang di penjara itu (Yusuf) yang mampu menakwil. Bahkan memberi solusi bagi
cadangan devisa negeri Mesir untuk tujuh tahun kekeringan, setelah melewati
tujuh tahun masa kesuburan (panen). Seluruh dunia selama tujuh tahun paceklik
(krisis pangan), Mesir menjadi lumbung bagi rakyat dan negara-negara sekitar,
seperti Palestina. "Jadikan aku (Yusuf) sebagai bendaharawan negeri ini,
sebab aku berintegritas dan profesional." (Yusuf:55). Ibarat keadilan di
hilir, di hulu merasakan manfaatnya. Betapa perbuatan keadilan Allah SWT
menyata. Artinya, sifat keadilan-Nya, termanifestasi dalam skenario sempurna
yang sudah Dia rancang.
Artikel ini ikut menyatakan bahwa dalam
mewujudkan keadilan Tuhan berlingkup menyemesta, Dia buat aturan perintah dan
aturan larangan. Tuhan menyuruh sedekah (donasi) dan melarang riba
(eksploitasi). Tentu memiliki nilai mukasyafah tersendiri! Sedekah sama dengan
menjadi sahabat Tuhan. Sedang riba telah menabuh genderang perang kepada Allah
dan utusan-Nya!
Bersyukur bila Tuhan menempatkan kita pada
garis ketauhidan dan membuang kita dari garis kesyirikan, melalui sebab-sebab
yang Dia buat. Namun, sebab yang diciptakan Allah SWT tidak berpengaruh
terhadap diri-Nya, sang musabbib. Almusabbib (Allah SWT) yang menciptakan sebab
dan akibat. Dengan catatan teologis, Tuhan tidak terikat oleh sebab dan tidak
terpengaruh dengan akibat.
Dapat ditarik hikmah mukasyafah rububiyah,
sungguh secanggih apapun pesawat tempur ruang angkasa terbang, pasti atas izin
dari-Nya. Tidak bisa terbang, tanpa sebab pertolongan-Nya. Dia melakukan atau
tidak melakukan adalah refleksi dari sifat keadilan. Terkadang selaput alam
semesta yang gelap (kaunuhu dzulm) menjadi dinding (hijab) yang menutupi sang
Tuhan semesta (rabbul 'alamin). Dibutuhkan kesabaran untuk menelisik alam semesta.
Padahal, manusia adalah makhluk yang tergesa-gesa (wakanal insanu 'ajula).
Disini, letak perjuangan abadi antara
keinginan diri yang tergesa-gesa, dengan keadilan Tuhan yang menuntut
kesabaran. Pandanglah setiap sesuatu sebanyak tiga kali, sebelum memutuskan.
Guna bersandar kepada sifat keadilan dan meneladani perbuatan keseimbangan
Tuhan. Kalamullah tertulis dalam kitab-Nya: "(Tuhan) yang menciptakan
kematian dan kehidupan. Untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik
amalnya. Dia maha perkasa lagi maha pengampun. (Tuhan) yang menciptakan tujuh
langit yang bertingkat. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada
ciptaan Tuhan yang maha pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat
yang cacat? Kemudian, ikuti pandanganmu dua kali. Niscaya, pandanganmu kembali
kepada dirimu (inner) tanpa cacat, sampai dia letih." (Almulk:2-4).
Labirin yang demikian dalam studi tasawuf
menggambarkan perjalanan batin (spiritual journey) dari luar diri ke dalam
diri. Jadi, jangan cepat tanggap untuk menghujat, minimal koreksi diri sebanyak
tiga kali. Pandang, dan pandang, kemudian pandang lagi. Pepatah-pitutur mengumpamakan: "Orang yang suka
menyalahkan orang lain, tanda belum belajar. Orang yang suka menyalahkan diri
sendiri, tanda sedang belajar. Orang yang tidak lagi menyalahkan siapa-pun,
tanda sudah tamat belajar." Artinya, pasti terdapat nuktah putih dalam
kegelapan. Dan terdapat nuktah kesucian dalam sumur dosa. Atau, istri yang
kekurangan, di dalam diri-nya, Allah simpan hikmah yang banyak. Minimal,
kesabaran menghadapinya sebagai lumbung pahala kesabaran. Umpama darah, dia
tidak tampak, tetapi mampu mengalir sampai ke ujung rambut dan ke
batas kuku.
Jangan pandang cacat itu cacat. Tuhan
menciptakan dualisme entitas aktual yang setiap hari bisa ditemukan. Dalam
kecacatan terdapat kesempurnaan. Dalam kelebihan terdapat kekurangan. Justru
didalam kekuatan itulah tersimpan kelemahan. Jangan jauh-jauh belajar, belajar
ke dalam diri, maka akan ditemukan Tuhan yang sejati. Bila telah ditemukan Dia,
binasalah jasad (fana billah). Bila telah binasa jasad, berkeabadian di dalam
Dia (baqa' fillah). Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar