34. Al-'Adzim (Maha Agung)
34. Al-'Adzim (Maha Agung)
Oleh
Ma'ruf Zahran Sabran
Secara bahasa, adzim adalah agung. Makna
terdalam (batin) dari Al'adzim adalah entitas yang tidak bisa terjangkau, atau
kekuatan di luar nalar. Dalam segala kegiatan (in all session), keagungan,
kewibawaan, kemuliaan, kebesaran adalah milik-Nya. Keagungan dalam arti Dia
yang tidak tercederai oleh hinaan makhluk. Bagaimana dapat dihina, Dia sendiri
(zat) yang tidak tersentuh, baik oleh akal maupun oleh hati. Kewibawaan
(alhaibah) adalah Dia di atas segala kehormatan, sampai tidak ada yang dapat
melampauinya. Kemuliaan tanpa jeda dan tanpa tepi. Sehingga gagal setiap
ilmuwan untuk merumuskan definisi tentang-Nya. Kebesaran, Dia yang tidak
sanggup diwadahi oleh apapun. Hakikatnya, Dia yang tidak meminta puji dari
makhluk. Sebab, Dia telah terpuji dengan Dia, dengan sendiri-Nya.
Makhluk, terlalu hina untuk memuji-Nya, yang
Dia terlalu terpuji. Terlalu kecil otak manusia untuk menakar kebesaran-Nya.
Terlalu lemah manusia untuk menggambarkan kekuatan (digdaya) yang dimiliki oleh-Nya. Bila ada
yang mengaku agung, status keagungan mereka adalah baharu (muhaddats). Bukan
keagungan mutlak, bukan keagungan hakiki, tetapi keagungan majazi. Seperti
sultan agung, raja agung, guru agung, dan lain-lain.
Mukmin yang beriman kepada nama Allah Al'adzim
akan menundukkan diri dihadapan-Nya. Dalam salat diperlambangkan dengan rukuk
(bungkuk). Sambil membaca: subhana rabiyal adzim (maha suci Tuhan yang maha
agung). Tidak mungkin, mengagungkan Allah SWT dan menghinakan diri ketika posisi
dalam keadaan berdiri (qiyam). Adapun di luar salat, dihakikatkan dengan cara
merasakan keagungan Tuhan, hati yang rukuk, hati yang bungkuk, hati yang
tunduk, hati yang runduk. Nabi Zakaria, Yahya, Isa, Muhammad melakukan rukuk
dan sujud sebagai simbol penyerahan diri, dan seluruh para utusan Tuhan.
Setelah mukmin menyertakan tunduk kepada yang
maha agung (besar). Atau menghinakan diri dihadapan yang maha agung,
membesarkan nama Tuhan dari diri ini yang kecil. Kemudian, hendaklah
membesarkan apa-apa yang dibesarkan oleh-Nya, mengagungkan apa-apa yang
diagungkan oleh Al-'adzim. "Demikian,
barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, pertanda takwa di dalam
hati." (Alhaj:32).
Apa saja syiar-syiar yang diagungkan Allah,
dimana kita juga wajib mengagungkan. Jangan melecehkan syiar Allah, dan
meremehkan lambang-lambang kebesaran dari-Nya. Berakibat besar, bila
mengagungkan yang Dia agungkan, berupa pahala yang besar. Sebaliknya,
mengecilkan arti lambang-lambang yang dibesarkan oleh-Nya, berakibat dosa besar
dan siksa pedih, bila tidak bertaubat di dunia.
Allah mengagungkan sumpah dengan nama-Nya,
demi Allah. Demi Allah (wallahi, billahi, tallahi) bukan ucapan yang harus
disembarang, tidak perkataan yang dibuat seperti permainan. Imam Syafi'i
rahimahullah berujar: "Aku seumur hidup, tidak pernah bersumpah atas nama
Allah, terhadap perkara yang benar atau terhadap perkara yang salah."
Memang, nama Allah bukan untuk disumpah-sumpahkan. Kecuali untuk kali yang
terakhir, jika menyangkut persoalan hidup atau mati. Atau mengenai
perkara-perkara yang agung (amrun 'adzim). Jangan bersumpah atas nama Allah,
demi Allah, bila menumpang untuk kepentingan yang remeh, seperti sumpah
politik, sumpah jabatan, sumpah karyawan. Semakin banyak bersumpah, semakin
besar kemungkinan terkena denda sumpah (kaffaratul aiman). Dan, semakin
bertambah daftar dosa.
Ada sumpah yang harus dilanggar, ketika
mendurhakai Allah SWT dan Rasulullah SAW. Sumpah tersebut harus segera
dibatalkan. Sebenarnya, jangan mudah mulut untuk bersumpah, atau sama sekali
jangan bersumpah atas nama dan demi Allah. Mengingat resikonya yang berat di
dunia dan di akhirat.
Adapun tujuan penghormatan terhadap hari-hari
Allah (ayyamillah), bagian dari mengagungkan
yang diagungkan Allah. Di sisi Allah terdapat dua belas bulan. Empat
diantaranya adalah bulan yang disucikan (minha arba'atun hurum). Zulqaidah,
Zulhijjah, Muharram, Rajab, bulan yang dihormati-Nya. Sedang Ramadan sangat
istimewa, penghulu dari semua bulan (sayyidusy-syuhur). Adapun hari adalah hari
jumat sebagai penghulu (tuan) dari semua hari (sayyidul ayyam).
Cara mengagungkan hari Allah dan bulan yang
diistimewakan oleh Allah SWT, termasuk Rajab, Syakban, Ramadan dan bulan-bulan
lain adalah dengan mengetahui fadilat (keutamaan) dan mengamalkan suruhan-Nya,
serta meninggalkan larangan-Nya. Termasuk yang diagungkan-Nya adalah Alquran.
Kitab wahyu suci terakhir yang menjadi indikator keimanan seorang mukmin.
Menjadi mukmin artinya wajib mengimani Alquran yang telah diturunkan oleh
Al-'adzim. Memuliakan, membaca, menelaah, mengkaji, meneliti, mengamalkan isi
kandungan sampai menjadi sahabat Alquran. Mengingat fungsi yang dimiliki
Alquran Al-'adzim yaitu Adz-dzikru (pelajaran, peringatan), Al-furqan
(pembeda), Al-bayyinat (bukti), Al-haq (kebenaran), Al-burhan (keterangan).
Memuliakan para utusan juga adalah bagian dari
cara mengagungkan Allah SWT. Sebab, para utusan adalah syiar-syiar Allah SWT.
Betapa besar keutamaan, keuntungan, keunggulan sikap memuliakan yang dimuliakan
Tuhan.
Selanjutnya, Tuhan juga menyebut betapa besar
godaan perempuan. Harus membuat semua orang berhati-hati, waspada terhadap
godaan dan rayuan lembut dari mulut manisnya. Misal, banyak para nabi dan para
wali yang ditegur oleh Allah karena godaan perempuan yang dahsyat ('adzim).
"Inna kaida kunna 'adzim" (sesungguhnya tipu daya perempuan adalah
tipu daya yang besar). Sebut Nabi Daud dan Nabi Yusuf adalah dua orang utusan
yang pernah ditegur dengan peringatan dini dari Tuhan-nya (burhana rabbih).
Begitu Nabi Muhammad SAW yang diperingatkan Tuhan tentang istri-istri beliau.
Peristiwa ini termaktub dalam surah At-tahrim (66) ayat 1-2.
Berapa banyak wali (jamak aulia) kekasih Allah
SWT yang dicabut martabat kewalian-Nya, karena bujuk rayu perempuan yang
diperturutkan. Dengan tubuh yang memikat, suara yang memukau, dan gelombang
cinta terlarang. Berlindung kepada Allah dari godaan perempuan dan tipuan.
Tipuan perempuan dan keduniaan menjadi satu paket kerja Iblis.
Terang, sesudah mengenal nama Al-'adzim,
dimana keterjangkauannya sampai ketidak-terjangkauannya (di luar akal), itulah
yang sangat sedikit tentang Dia, yang dipahami manusia (terbatas). Seperti Dia
berada dimana-mana, dan Dia ada dimana-mana, namun tetap esa. Menunjukkan bahwa
Al-'adzim tidak bertempat dan tidak berwaktu. Namun, Al-'adzim maha kuasa
meliputi, memenuhi sesuatu. Sebab, Dia bukan sesuatu yang dapat dijangkau oleh
perasaan dan pikiran. Sanggupkah akal manusia menalar kebesaran-Nya? Lalu,
mengapa gerangan manusia masih mau melakukan dosa sosial (korupsi)? Maraknya
korupsi di negeri ini, faktor penyebab determinan adalah kegagalan manusia
dalam meyakini dan menghayati nama Tuhan, Al-'adzim. Demikian juga maraknya
judi online, mungkin mengatakan Tuhan sudah tidak melihat (buta), dan mungkin
Tuhan sudah tidak bisa mendengar lagi (tuli)?
Jadi, urgen untuk meng-upgrade iman dengan
cara merenungi ayat-ayat bumi kealaman semesta (kauniyah), dan merenungi
ayat-ayat langit yang tertulis (kitabiyah) secara lebih serius. Supaya
menemukan tajalli Tuhan pada alam yang berbicara (the speak of God). Ditemukan,
dalam surah Albaqarah ayat 255, kata Al-'adzim disebut secara bersamaan dengan
Al-'aliy. Hal ini menandakan bahwa perangkaian maha tinggi dengan maha agung
untuk memberi isyarat keagungan berikut ketinggian adalah sinyal bahwa
ketinggian Diri Tuhan berada di luar jelajah akal manusia. Apa yang dilihat
manusia rupa sesuatu yang agung, hanya keagungan yang semu (artifisial). Apa
yang didengar manusia seperti wujud pendengaran yang hebat, tidak ada yang
hebat. Melainkan bekas-bekas penciptaan dari Tuhan yang agung, Tuhan yang hebat, Tuhan yang kuat. Studi
tasawuf mengatakan, bahwa apa yang kita lihat hebat di langit dan di bumi
adalah bekas dari kehebatan penciptaan oleh Al-'adzim. Apa yang kita dengar
dari kesempurnaan makhluk, adalah tanda (ayat) dari kesempurnaan Tuhan yang
maha sempurna (Al-kamil). Lulus dalam meyakini bahwa alam semesta adalah ayat.
Artinya, alam semesta merupakan representasi nama dari nama-nama Allah SWT yang
maha agung (atsar min asmaillah Al-'adzim). Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar