INDONESIA KIBLAT PEMIKIRAN ISLAM POST-MODERN
INDONESIA KIBLAT PEMIKIRAN ISLAM POST-MODERN
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Peran Timur Tengah dalam melahirkan (bidan) bagi
Islam dan kepenjagaannya sudah berhasil. Sejarah abad ke-7 Masehi merekam jejak
kejuangan, kepahlawanan generasi sahabat, secara gilang-gemilang.
Ketika itu, supremasi dunia terbelah dua.
Timur-barat yang saling berebut hegemoni (pengaruh kekuasaan). Tidak sebatas
itu, hegemoni politik berimbas terhadap penguasaan kantong dan pundi
ekonomi (pendapatan negara). Keduanya
saling berperang. Artinya, pergolakan Persia (belahan dunia timur) dan Romawi
(barat) menjadi tantangan tersendiri bagi dakwah Islam masa Rasulullah SAW.
Memang, negara timur-barat, utara-selatan banyak
yang mengadopsi pemikiran Islam toleran pascamodern dari ahli dan pakar agama
di Indonesia. Tetapi, saat mereka akan menerapkan, mereka terbentur pada
persoalan domestik yang klasik. Terutama saat berhadapan dengan kultur (budaya)
Arab yang sangat over maskulin. Terhalang oleh budaya maskulin sebagai bentuk
(given) dari alam dan konstruk sosial. Untuk bumi Indonesia paling cocok dalam
rangka membumikan Islam. Maksudnya, penerapan Islam Indonesia ramah. Nasar
(Nasaruddin Umar) dan Azyu (Azyumardi Azra), beliau adalah intelektual muslim
Indonesia, menyetujui dan sang penggagas Islam wasathiyah (moderat). Sebab,
ajaran Islam sejalan dengan akar budaya
bangsa Indonesia (compatible).
Ada yang unik di milenium ketiga ini (2000-3000),
saat timur-barat akan hancur dan hampa. Hampir harapan masyarakat dunia tertuju
kepada Indonesia, mudahan menjadi realita yang tidak sekedar utopia. Uraiannya,
timur dengan sistem sosialisme dan komunisme Uni Soviet hancur berkeping-keping
di tangan Presiden Gorbachev. Uni Eropa akan menyusul, tidak sekadar perang dan
ketegangan kawasan (NATO vs SEATO). Juga hegemoni timur-barat serta persoalan
di dalam negeri mereka. Seperti angka pengangguran yang saban tahun meningkat
tajam. Ditambah krisis kepercayaan kepada pemimipin lokal dan global. Bahaya
krisis pangan, kelangkaan gas, listrik, air bersih, susu bayi, dan pengrusakan lingkungan.
Pembabatan hutan, efek emisi kendaraan, dan efek rumah kaca. Bahkan wabah
penyakit yang merebak lebih berbahaya daripada Covid-19. Ancaman perang bintang
serta pembajakan satelit ruang angkasa. Diawali dengan meretas situs-situs
negara maju. Misal, meretas situs rahasia Pentagon. Cyber-crime yang semakin
canggih untuk melacak keberadaan lawan. Realitas ini, itu sekarang yang kita
hadapi.
Posisi netral timur-barat adalah Indonesia, sentral
dunia yang berada diantara lautan fasifik dan lautan atlantik. Netralitas
kawasan ini banyak membawa hikmah. Terutama kebangkitan Islam post-modern yang
dikomandoi oleh Indonesia. Pemikiran tata ulang cetak biru (reblue-print) dunia
Islam yang moderat tetap tidak menyebelah (non-blok). Buktinya, Indonesia
dengan menganut sistem politik luar negeri, bebas aktif.
Potensi bangsa Indonesia yang besar, wajib untuk
diaktualisasi seperti jumlah demografi penduduk yang besar. Bila dikelola
dengan benar akan melahirkan banyak SDM (human resources) yang bergerak
disegala bidang. Harga diri bangsa di dunia, membutuhkan pemimpin yang berani.
Face to face dalam transaksi perang perdagangan dunia. Bukan sekedar
seremonial, lebih terpenting adalah substansial dalam meeting antar bangsa di
forum internasional. Presiden Ir. H. Ahmad Soekarno (Ahmad merupakan pemberian
nama dari tuan guru H. Ismail Mundu bin H. Abdul Karim. Wafat, Teluk Pakedai,
Kalimantan Barat, 1970), beliau adalah "singa podium" di sidang PBB
(New York, USA). Sehingga Indonesia merdeka (Jumat, 17 Agustus 1945).
Terdapat jejak tradisi bangsa Indonesia yang
menyejarah dari Nusantara, Indonesia modern. Kemudian Indonesia post-modern.
Adalah pola hidup gotong-royong (ta'awun). Ta'awun merupakan modal sosial
(social capital) yang dapat menghasilkan karya besar yang berhulu-ledak global.
Tepo-seliro (tasammuh), atau toleran menjadi sikap keseharian bangsa kita.
Mempesona Arab, sampai-sampai Arab ingin belajar kepada Indonesia tentang
tasammuh, tawassuth, tawazzun. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar