37. Al-'Aliy (Maha Tinggi)

 

37. Al-'Aliy (Maha Tinggi)

Oleh

Ma’ruf Zahran Sabran

Quraish Shihab (pakar tafsir asal Indonesia) menulis tentang Al-'aliy (Menyingkap Tabir Ilahi, 2003:179). Al-'aliy dapat  diartikan yang maha tinggi ('ain, lam, ya atau waw). Makna ketinggian yang disandang-Nya, kemudian melahirkan makna yang bersifat material dan immaterial. Misal, dengan ketinggian Diri-Nya, Al-'aliy merasa sombong, lalu menaklukkan musuh, dan mengalahkan mereka. Maha tinggi yang ketinggian Diri-Nya tidak sanggup untuk dilampaui. Dia yang menaklukkan, dan tidak dapat ditaklukkan oleh siapapun. Dia yang mengalahkan, dan Dia tidak pernah kalah. Demikian, makna Al-'aliy berdampingan dengan Al-qadir (maha kuasa), dan Al-qahhar (maha mengalahkan). Kadang juga dirangkai dengan sifat Al-kabir (maha besar) sebanyak lima kali. Al-'adzim dan Al-hakim sebanyak dua kali. Tuhan yang maha tinggi juga menyebut para utusan dengan kedudukan yang tinggi (Nabi Muhammad, Ibrahim, Idris, Yahya).

Kemaha-tinggian Tuhan juga digunakan bagi kemaslahatan penciptaan alam dan pemeliharaan. Kondisi ini ditemukan pada surah Al-a'la (sabbihisma rabbikal a'la): "Sucikanlah nama Tuhan-mu yang maha tinggi. Dia menciptakan lalu menyempurnakan penciptaan. Menentukan ukuran dan memberi petunjuk. Dan yang menumbuhkan rerumputan." (Ayat 1-4).

Imam Al-Ghazali (wafat: 1111 M) dalam kitab Asmaulhusna menyatakan:  Pahami ketinggian Tuhan adalah sesuatu yang tidak memerlukan tempat. Pandangan bashirah (mata akal dan hati) sangat berbeda dengan pandangan inderawi. Bila Tuhan bertempat, maka tempat lebih besar dari Diri-Nya. Menjauhkan Tuhan dari sifat-sifat kemanusiaan (kelompok mujassimah, antropomorfisme), seperti Tuhan menjulang, merupakan tugas studi tauhid. "Dia tidak sama (berbeda) dengan segala sesuatu (ciptaan). Dan Dia maha mendengar lagi maha mengetahui." (Asy-syura:11).

Bila Tuhan yang maha tinggi bertempat, memberi isyarat bahwa Tuhan memerlukan tempat. Padahal Dia berdiri sendiri (qiyamuhu binafsih).  Ketinggian yang Dia nisbahkan kepada surga yang tinggi, kalimah yang tinggi, arasy yang tinggi, masih bersifat baharu (muhaddats) yang didatangkan dan dipulangkan. Makna majazi (artifisial) bukan makna  hakiki (substansial). Kajian ini mengandung petunjuk halus (isyarat batin). Bertujuan untuk meraih, mendaki gunung-gunung ketuhanan yang tinggi (latarkabunna thabaqan 'an thabaq).

Capaian pemahaman mengenai di atas makna Al-'aliy (martabat ketinggian) banyak yang masih kabur. Saat proses madrasah perjuangan (mujahadah) dan perjalanan rohani murid (sulukiyah) tidak tamat atau tidak dilalui secara bertahap. Lalu, bisakah memahami, menyadari dan menghayati yang maha tinggi? Terlebih lagi ketika kemampuan membaca dan menulis sangat lemah. Padahal, kedua aktivitas keseharian tadi merupakan junjung-junjung menuju Tuhan yang maha tinggi. Kini, keduanya digantikan oleh mesin baca dan mesin tulis. Mesin baca dan mesin tulis telah gagal memproses dan memproduksi rasa. Dengan cara memesinkan pikiran dapat membuang perasaan. Serba instan dan siap saji, dapat mengecilkan arti proses pembentukan karakter simpati, empati dan altruisme. Sebenarnya, dalam proses pembangunan rohani terletak nilai-nilai ketinggian Tuhan yang diperoleh dalam bentuk ilham ketika latihan jasmani (riyadhah), latihan rohani (mujahadah). Sehingga sampai kepada tajalli ketuhanan pada alam yang tercipta (kauniyah), dan pada alam yang tertulis (kitabiyah).

Pembumian ayat-ayat Tuhan harus mampu melangitkan jiwa untuk rukyatullah (memandang Allah) melalui jalan rahasia yang hanya bersifat privasi dan terpelihara. Terpelihara dalam arti tidak mampu diceritakan, kecuali hanya sedikit yang terucap (seperlunya). Seperlu itupun bukan yang sebenar. Kecuali hanya dari cerita ke cerita, dari kisah ke kisah. Tentu tidak terhindar dari distorsi, baik penambahan maupun pengurangan informasi. Sebab hanya katanya dan katanya, sepertinya, seakan-akan. Kata "sepertinya" menunjukkan duplikat (reflika) dari sesuatu yang asli. Keaslian yang asli (original) telah tertutupi oleh dinding-dinding (hijab) kerendahan dosa dan tindak destruktif (merusak) lainnya.

Betapa ketinggian Tuhan tidak tergambar. Oleh sebab keyakinan kepada Al-'aliy akan banyak mengundang hikmah. Diantaranya memuji Tuhan secara tulus (murni) hati. Pencegahan terhadap penghinaan pada kerendahan orang lain. Jangan memuji orang lain karena ketinggian harta dan ilmu. Sebab keduanya adalah ketinggian yang majazi (artifisial). Tapi, capai prestasi puncak terutama makrifatullah, mahabbatullah, mukasyafah rububiyah. Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

CIPTAKAN TATA DUNIA DAMAI