41. Al-Hasib (Maha Menghitung)

 

41. Al-Hasib (Maha Menghitung)

Oleh

Ma’ruf Zahran Sabran

Alhasib diartikan yang maha menghitung dengan teliti (Latin: calculus acuratus). Hitungan yang tidak pernah meleset, namun cepat dan tepat. Tanpa kesalahan dalam menetapkan ganjaran pahala dan balasan dosa. Tanpa koreksi dan tanpa revisi. Perbuatan Alhasib yang maha menghitung berdasarkan ilmu-Nya yang meliputi perbuatan lahir (Al- 'alim). Sedang pengetahuan-Nya yang menembus lahir dan batin, Dialah Alkhabir.

Alhasib termasuk dalam kelompok sifatul-jalal yang memantik hati bergetar karena takut dihitung. Sebab, jika mengingat nama-Nya Alhasib, maka tidak ada seorangpun yang selamat dari dosa. Hatta, para utusan (a prophet) dari kelompok wali dan nabi. Contoh,  Nabi Ibrahim khalilurrahman yang pernah satu kali berbohong. Di Babilonia, Nabi Ibrahim menuduh patung yang besar sudah merusak patung-patung kecil di sekitarnya. Nabi Yunus pernah sekali berdosa saat meninggalkan kaumnya, lari dari medan dakwah. Dua utusan Tuhan ini malu. Malu saat bertemu dengan Allahulhasib di mahkamah akhirat nanti. Bagaimana dengan kita, hampir tiap hari berdusta?

Meski Dia dinamai Alhasib sebagai nama ke-41, tetapi Dia bukan seperti perhitungan manusia. Bukan matematika penambahan, pengurangan, pengalian, pembagian. Intinya, bukan ratio exacta. Namun bukan pula post ratio exacta. Pikiran membayangkan bentuk, sifat, nama Alhasib, bisa terjebak pada mujassimah (antropomorfisme), atau menjisimkan Tuhan sama dengan manusia.

Mengingat gen-z yang hidup abad ini, tantangan semakin terbuka. Iblis tidak tinggal diam, waktu kiamat sudah dekat. Kini, tahun 2025, manusia semakin mudah untuk melakukan manuver perang dingin. Maksud perang dingin diantaranya perang pemikiran (ghazwul-fikri). Persimpangan jalan pemikiran beradu, diantaranya pembunuhan karakter. Pembunuhan karakter tidak kalah sadisnya dengan melayangkan nyawa manusia. Namun, pembunuhan karakter belum ada pasal tuntutan pidana. Yakinlah sungguh Allahulhasib pasti menghitung dengan teliti, cermat, cerdas dan cepat. Seperti rasa dendam semakin meningkat, rasa pemaaf semakin menurun. Bisakah rasa dendam diadili, tanpa bukti kriminal yang bisa di-BAP (berita acara penyidikan)? Jamak kasus kriminal yang luput dari sorotan hukum, dan lepas dari pantauan publik. Sebab, semua tuntutan hukum positif berasas bukti fisik, dan delik aduan. Trend sekarang adalah sama-sama melapor, sama-sama berstatus pelapor. Sama-sama memiliki bukti dan fakta lapangan.

Hakikat fakta lapangan adalah alam semesta (bumi dan langit) yang merekam sebagai cctv Allahulhasib. Hisabnya pasti tidak meleset. Bahkan melesat, cepat, tanggap dan berakurasi tinggi. Sebab, alam juga bisa menghukum pendosa dan melaknat mereka. Buktinya, pendosa dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh setiap yang bisa melaknat (alam semesta). Alam semesta sebagai makhluk akan bersenyawa dengan orang-orang baik. Niscaya, alam semesta tidak bersenyawa dengan orang-orang jahat. Alam bersenyawa dengan sedekah, alam tidak bersenyawa dengan riba. Tubuh bersenyawa dengan menikah, tubuh tidak bersenyawa dengan perbuatan zina. Inilah tujuan diturunkan wahyu suci dari Tuhan, supaya setiap orang menjaga kesuciannya. Bukan karena tidak dilihat suami, atau tidak terpantau istri, lalu seseorang berzina. Karena tidak terpuaskan oleh pasangannya yang halal.

Esensi kandungan agama bukan sebatas untuk diibadahkan, dimisakan, diupacarakan, tetapi wajib dipraktikkan. Agama tidak hanya hadir di mimbar untuk dikhutbahkan, bukan di mihrab dan di altar untuk dibacakan firman dan sabda. The reality, agama harus tumbuh dari jiwa yang tulus, bukan bermain "kucing-kucingan" dengan hukum Tuhan. Apalagi ditebus dengan materi sebagai pengganti perbuatan a-moral.

Paling jahat adalah mereka yang taat ketika di rumah ibadah, tetapi berzina di rumah lain. Lebih rusak lagi, ketika berzina di rumah Tuhan. Mereka menduga, mata Tuhan sudah tidak dapat melihat (buta).  Telinga Tuhan sudah tidak mampu mendengar (tuli). Mulut Tuhan sudah tidak sanggup bicara (bisu). Terakhir, lewat perbuatan dosa, mereka meyakini di dalam hati, bahwa Tuhan telah mati. Meski mereka masih terdaftar sebagai jamaah, atau rajin ke masjid. Sama artinya mendustakan agama. Maka, celakalah orang yang salat! Adalah mereka yang tidak menepati janji nilai salat, ketika berada di luar ring salat. Ibadah kamuflase merupakan ciri ibadah orang-orang yang mendustakan agama (munafik). Kemudian, mereka riya' (pamer) dengan salat mereka. Salat seharusnya untuk Allah (lillahi ta'ala). Namun mereka meminta pujian dari manusia (linnas). Terus, indikator selanjutnya adalah enggan membantu dengan barang yang berguna. Apakah sebutan yang patut untuk orang yang beragama secara lisan, tetapi berdusta melalui perbuatan?

Beriman kepada nama Allah Alhasib (Allah yang maha menghisab, maha menghitung) banyak mengandung hikmah. Diantaranya pilihlah rahmat Allah dengan cara memasuki surga tanpa hisab (yadkhulunal jannata bighairi hisab). Mereka bukan dari kalangan sahabat Rasulullah, bukan dari generasi tabi'in, bukan dari generasi tabi'it-tabi'in. Mereka adalah golongan umat Rasulullah SAW dari generasi mutaakhirin (generasi akhir zaman). Di akhirat kelak, jumlah mereka adalah 70.000 (tujuh puluh ribu) masuk surga tanpa dihisab (tanpa melewati perhitungan amal). Dari tiap-tiap seorang, diberi hak untuk memberi syafaat (menolong) sebanyak 7.000 (tujuh ribu) orang masuk surga tanpa hisab. Kemudian, Rasulullah SAW bersujud tiga kali di hadirat Allahulhasib, Allah memasukkan umat Rasulullah SAW ke dalam surga-Nya sebanyak tiga kautan. Satu kali kaut, hanya Allahulhasib yang mengetahui jumlahnya. Betapa luas rahmat dan ampunan Allahulhasib.

Kemudian Allah SWT berfirman di akhirat: "Siapa orang yang berjasa terhadap Allah? Itulah orang yang memaafkan manusia. Mereka memasuki surga (jannah) tanpa hisab." Lalu, apakah kriteria orang yang masuk surga tanpa hisab? Mereka adalah orang-orang yang mengesakan Allah SWT semurni-murni keesaan. Mereka adalah kaum yang mentauhidkan Allah SWT se-ikhlas-ikhlasnya (muwahhid-mukhlis). Ciri mereka, bila sakit menjauhkan diri dari bacaan-bacaan air tawar. Mereka tidak melakukan jalan spiritual dan tidak menempuh pengobatan batin. Kecuali, mereka kaum yang bertawakal (hum yatawakkalun). Dan, kepada Tuhan mereka bertawakal (wa 'ala rabbihim yatawakkalun).

Bila mereka sakit, mereka tidak melakukan upaya perdukunan (Banjar: tetambaan). Atau perbuatan dengan benda dan mantra magic. Seperti pengobatan anak kecil yang rewel dengan cara irrasional. Dengan cara mengambil sampah di simpang empat, dibakar dan diconteng pada kening anak kecil.

Bila mereka akan bepergian (safar), mereka melakukan upaya perdukunan berupa menerbangkan burung (thayrah). Bila burung yang diterbangkan menuju ke arah kanan, menandakan alamat baik, selamat dan untung. Bila burung terbang kekiri, pertanda alamat buruk, celaka dan merugi. Tiyarah seperti ini, corak kepercayaan Arab Jahiliyah, syirik.

Termasuk percaya kepada sihir, ajimat, hari baik, bulan baik. Rajah nasib, mujarobat, pelaris, penawar, mantra-mantra, percaya kepada suara burung. Kini, bentuk kesyirikan telah mengalami ekspansi dalam multi-varian. Bahkan jual-beli jin, pesugihan, babi-ngepet, tuyul dan sejenisnya, sudah marak. Wallahua'lam.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN

CIPTAKAN TATA DUNIA DAMAI