BELAJAR DARI LOS ANGELES YANG TERBAKAR
BELAJAR DARI LOS ANGELES YANG TERBAKAR
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Memasuki awal tahun 2025, warga bumi
dikejutkan oleh kobaran api yang menghanguskan sebagian kota paling maju di
dunia. Api, satu dari unsur bumi. Selain api, ada tanah, air, angin. Keempat
ini, bisa menjadi sahabat dan bisa menjadi musuh. Api bisa menjadi sahabat
dikala kecil, dan menjadi musuh dikala besar (api tornado). Dahsyat, ketika api
bersahabat dengan angin. Sangat cepat membakar, apalagi di musim kemarau.
Unsur bumi (alam jasmani) pasti memberi respon
terhadap perilaku manusia di bumi. Unsur langit (alam rohani) pasti memberi
respon terhadap perilaku manusia di bumi. Sebab manusia menjadi puncak
pelayanan alam bumi dan alam langit (semesta). Manusia ibarat mutiara (jauhari)
yang dibingkai oleh pigura alam semesta. Siapa pun yang merusak nilai
kemanusiaan semesta (humanitarian), niscaya akan berhadapan dengan tentara
Allah (jundullah) berupa pasukan api dan pasukan angin (agni dan bayu).
Los Angeles (California) merupakan negeri
idaman bagi kaum papan atas (borjuis). Atau bagi orang yang bercita-cita besar,
sebagai ilmuwan dunia, California menyediakan layanan pendidikan tinggi terbaik
(PhD). Juga impian artis kelas dunia. Kini, hangus terbakar. Tidak menyisakan
apa-apa, kecuali asap dan debu. Sudahkah ini menjadi pelajaran, ketika Tuhan
membuat Los Angeles sebagai lokus intertaint bagi artis. Dan ketika Tuhan
menyelenggarakan seminar internasional di bawah reruntuhan gedung. Sudahkah
mengambil pelajaran?
Telepati Tuhan, manusia, alam merupakan tiga
entitas yang berkesinambungan (istimrariyah) dalam kerja. Jangan menduga, Tuhan
tidak mendengar suara raja barat dan raja timur. Jangan keliru menyangka, bahwa
Tuhan sudah mati! Jangan katakan Tuhan tidak bekerja, sedang Dia: "Apa
yang di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam
keadaan sibuk." (Arrahman:29).
Telepati disini, manusia harus mampu memahami
suara rahasia (sir) Tuhan, dan suara alam (nabati dan hewani). Sehingga
kesadaran bertingkat-tingkat. Dari kesadaran mendasar sampai tingkat tinggi.
Pertama, kesadaran tingkat pemula adalah kesadaran sensorial (inderawi).
Artinya, ketika melihat mangga adalah mangga, durian adalah durian. Mendengar
suara burung adalah suara burung.
Dua, kesadaran intelektual (intellectual
awareness) adalah kemampuan berpikir kritis. Jika kita mampu berpikir
kritis-analisis, ada apa gerangan dengan California, Los Angeles? Sehingga
sebegitu marah api Allah? Belum panasnya api Allah di neraka. Untuk menjawab
ini, kecerdasan intelektual adalah kesadaran
pembuka untuk menguak misteri paling dalam. Dalam konteks ini, diperlukan
kesadaran di atas intelektual. Tiga, kesadaran emosional adalah bagaimana
menghargai perasaan orang lain. Jangan jauh-jauh, lihat realita anak-anak
Palestina, ibu-ibu Palestina. Mereka
adalah anak dan ibu kita. Hari ini, dunia menyaksikan bahwa Israel tidak ada
apa-apanya tanpa Amerika. Tetapi,
kekuatan Allah diatas semua kekuatan.
Terakhir, kesadaran spiritual yang tidak
menyalahkan orang lain. Kecuali menebar kasih sayang. Ditingkat kesadaran spiritual
sudah berkilau rahmat (kasih sayang) berupa kepedulian dan banyak memaafkan.
Hatinya sudah kelebihan sayang, niscaya sayang itu yang ditebarkan. Hatinya
sudah kelebihan cinta, niscaya cinta itu yang dilumerkan. Orang yang telah
duduk pada station rahmat (kasih sayang) tidak lagi menghujat orang lain. Tidak
lagi menghujat diri sendiri. Makna mati sebelum mati, kecuali dihidupkan oleh
Allah SWT. Cirinya, lebih banyak diam daripada bicara. Tidak bicara, kecuali
bermanfaat, berguna.
Mereka yang tidak respect terhadap penderitaan
rakyat Palestina, artinya tidak memiliki kesadaran sensorial, intelektual,
emosional, spiritual. Tuhan menyaksikan perbuatan zalim Israel dan persekutuan
mereka. Tuhan tangguhkan siksa yang lebih berat di dunia dan di akhirat, menunggu
waktu yang tepat. Menjelang kiamat, Tuhan mempercepat siksa-Nya dengan cara
penenggelaman bumi disebelah barat. Kemudian penenggelaman bumi disebelah
timur. Hari ini, bencana yang disaksikan oleh 7 milyar mata dunia hanya
merupakan simulasi (try out) kiamat. Menerangkan bahwa alam sedang memerankan
skenario yang dinaskahkan Tuhan. Tuhan dengan sifat Alqahhar (maha
mengalahkan).
Lalu, apa gerangan ibrah (pelajaran) yang
dapat dipetik dari bencana api Los Angeles yang meludeskan itu? Dimana kita
menyaksikan peristiwa terbesar dalam sejarah ini (2025, Januari), peristiwa
langka. Memang, kita tidak hadir saat Tuhan menenggelamkan bumi pada masa Nabi
Nuh, tragedi banjir dunia. Tidak melihat ketika gempa bumi dimasa Nabi Lut.
Atau, angin puting beliung dimasa Nabi Hud. Namun, kita menyaksikan abad ini,
api Los Angeles yang membara. Pemadam kebakaran (damkar) internasional mana
yang sanggup menyiram api Allah? Belum tentang api neraka Hawiyah yang sangat
panas (nara asyaddu harra).
Menjadi tanda sesungguhnya zat Allah, Tuhan
yang maha mendengar, maha melihat, maha memerhatikan. Tidak luput dalam melihat
doa hamba di semua rumah ibadah. Tidak lepas dari mendengar dan tidak lalai
dalam memerhatikan dengan sayang kepada kaum yang tertindas. Dan tidak lupa
kepada kaum yang aniaya. Manusia diminta untuk bersabar dalam menerima musibah
bala'. Diminta bersyukur ketika disapa oleh nikmat. Memang, bermula dengan
sabar dan syukur, berakhir dengan rida kepada takdir Tuhan yang maha tinggi
lagi terpuji.
Novelty beragama adalah in loving (dalam
cinta) Tuhan. Tentu, diawali oleh dua sayap ibarat pesawat yang mencontoh
burung. Sayap kanan adalah takut (khasyiyah). Bukan takut dalam pengertian
khauf. Khauf sama dengan takut kepada hewan, niscaya lari (menjauh). Sebab,
hewan buas dengan kebuasannya, dapat menendang, menerkam, mencabik, merobek,
melukai dan memangsa. Sedang takut dalam makna khasyiyah adalah mendekat, bukan
menjauh dari titik ordinat yang ditakuti, yaitu Tuhan. Tuhan penuh kasih
(rahmaniyah), penuh keindahan (jamaliyah), penuh kesantunan (ra'fah).
Sayap kiri adalah raja' atau berharap.
Berharap tumbuh akan sayang-Nya, setelah takut. Pandangan harapan rahmat yang
tidak terlepas lagi dari-Nya. Konsekuensinya, sekali dipandang Tuhan dengan
pandangan rahmat, selamanya hamba tersebut dalam rumah asuh, asih Tuhan
(baiturrahman). Bagaimana-pun keadaan hamba di dunia yang fana. Sebab, ilham,
warid (anugerah batin) tidak bisa tergantikan dengan anugerah lahir (materi).
Semua pengetahuan dan pengalaman, harus sanggup merubah diri kearah yang lebih
baik (lailatul qadar).
Kemudian, apakah pembelajaran yang dapat
dipetik dari kebakaran dahsyat CLA? Pertama, umat wajib mengambil pelajaran,
bahwa alam akan bereaksi negatif terhadap orang-orang yang zalim. Kezaliman
sekecil apapun pasti dimurkai Tuhan. Kezaliman yang paling besar adalah
mempersekutukan Allah (syirik). Sedang kemuliaan adalah iman tauhid. Puncaknya,
tidat ada yang dapat menolong, kecuali Allah saja. Tiada ilah kecuali Allah
yang disembah, didengar dan dilihat.
Kedua, wajib menjadi pelopor kebaikan terdepan
seperti Musa dan Harun. Jangan menjadi jelmaan Fir'aun, supremasi raja yang
paling aniaya, pemegang otorita politik kekuasaan rezim. Qarun, supremasi
dibidang ekonomi, royalti, dan aset yang luar biasa. Haman, supremasi ilmuwan
selaku penasehat Fir'aun. Samiri, supremasi teknokrat dan arsitektur. Bal'am
bin Ba'ura, agamawan dan rohaniwan tingkat tinggi (pemimpin para rahib). Mereka
adalah orang-orang yang tercerdas di masa Nabi Musa, tetapi paling durhaka
kepada Allah SWT. Sebab, mereka adalah orang-orang yang sombong (wahum
mustakbirun). Makna penting adalah larangan sombong pada lapangan apapun.
Negarawan, konglomerat, agamawan dan teknokrat harus tawadhu' (rendah hati).
Ketiga, sesekali mengunjungi orang-orang lemah
(mustadh'afin) dan miskin (jamak masakin). Supaya hati menjadi lembut! Kelembutan
hati ditunjukkan dengan cara membantu dengan barang-barang yang berguna
(ma'un). Menjelang bulan suci Ramadan, sudah saatnya setiap kita mensortir
pakaian, baju, celana, sajadah, barang-barang yang pernah kita pakai berupa
perkakas rumah. Guna kita berikan sumbangan (donasi) bagi sesama yang sangat
memerlukan. Mungkin di belakang rumah kita, ada anak bayi. Sedang anak kita
sudah remaja, tidak salah bila disedekahkan pakaian bayi kepada tetangga yang
memerlukan. Kecil artinya bagi kita. Namun, besar manfaatnya bagi mereka. Sudah
waktunya, setiap orang berpikir untuk memberi dan melayani. Bukan berpikir
untuk selalu diberi dan selalu dilayani. Pepatah berujar, adabkanlah orang lain
dengan adabmu. Maafkan orang yang membenci. Salurkan hadiah kepada orang yang
bakhil. Dan, senantiasa berbaik sangka kepada orang yang berburuk sangka. Bila
ini telah sanggup ditempuh, itulah surga yang disegerakan datangnya (jannah
mu'ajjalah).
Bertumpuk-tumpuk sajadah, Alquran, tasbih di
rumah, sedekahkan untuk surau-surau desa. Berderet mobil di gudang, donasikan
untuk anak yatim, panti asuhan, ambulance gratis, damkar (pemadam kebakaran),
atau PMI (palang merah Indonesia). Sepeda yang tidak digunakan lagi, bertahun-tahun
tersandar di grasi, donasikan kepada kerabat dan tetangga yang memerlukan untuk
pulang-pergi ke tempat kerja. Perasaan empati yang selayaknya tumbuh di hati.
Perasaan berbagi (altruisme) menjadi sifat dermawan yang mendarah-daging
(sakha').
Dampak kebakaran CLA (California Los Angeles)
dapat memperparah kondisi ekonomi USA yang memang sudah berbahaya. Selain pengangguran dan hutang negara yang
tidak sanggup dibayar. Ditambah
kepercayaan dunia yang semakin merosot tajam. Anti USA muncul dimana-mana,
ibarat jamur di musim hujan. Gelombang protes terjadi di negara berpenduduk
muslim dan non muslim, timur-barat, utara-selatan. Penderitaan dan penjajahan
terhadap rakyat Palestina, telah menghimpun perlawanan internasional terhadap
USA yang mendukung penjajahan zionis, wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar