HIKMAH RAJAB SAKBAN RAMADAN
HIKMAH
RAJAB SAKBAN RAMADAN
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Tiga serangkai bulan di atas, mengandung keutamaan yang agung
(jalilah) nan cantik anggun (jamilah). Selain bisa dimaknai sebagai rotasi
hikmah tahapan. Di bulan-bulan ini, Rasulullah SAW sering berdoa. Berkahi kami
di bulan Rajab dan Sakban, sampaikan cinta kami kepada Ramadan.
Doa untuk keberkahan Rajab dan Sakban, finalisasi Ramadan dan
Ramadan kemenangan. Siklus yang didoakan Nabi Muhammad SAW. "Allahumma
bariklana fi Rajab wa Sakban, wa ballighna Ramadan" (wahai Allah Tuhan
kami, berkahi kami di bulan Rajab dan Sakban, sampaikan (buah dari cita-cita
ibadah) kami di bulan Ramadan. Berkah yang berarti kelimpahan kebaikan yang
tiada putus. Artinya, diminta keberkahan Tuhan hadir di dua bulan ini (Rajab,
Sakban). Sedang Ramadan tiba, adalah ketibaan menikmati beraneka anugerah batin
(lailatul qadar). Mulai satu Ramadan sampai akhirnya, adalah cahaya yang
berkilau dari setiap sudut dan tepinya. Ramadan tahun ini (1446 H), wajib
setiap kita menikmati anugerah rahmat Ramadan sebulan penuh. Jangan sia-siakan
kedatangannya, mungkin Ramadan tahun ini, merupakan Ramadan terakhir kita.
Terisyarat dari doa tadi, ketika Rajab dan
Sakban yang dimohon adalah keberkahan Tuhan. Niscaya, Ramadan yang dimohon
adalah diri Tuhan itu sendiri. Ini mengandung hikmah yang agung, bahwa anugerah
setiap malam kemuliaan Ramadan adalah hak prerogatif Allah SWT. Pemberian
anugerah rahmat batin disebut warid. Imam Ahmad ibnu Athaillah Assakandari
rahimahullah (wafat: Mesir, 709 H) berkalam hikmah: "Jangan engkau
khawatir terhadap amal wirid yang kamu kerjakan masih sedikit. Bila Tuhanmu
menghendaki engkau berada pada anugerah batin yang Dia berikan (warid). Sebab,
anugerah warid tidak tergantung kepada banyak sedikitnya amalan wirid."
Artikel ini menjelaskan ketiga bulan tersebut
merupakan satu kesatuan yang utuh (sistemik). Namun memiliki keistimewaan
(khususiyat) dan keutamaan (fadhilat) tersendiri. Umpama, siklus turunnya
hujan, berproses. Rajab ibarat awan yang mengumpulkan ion positif dan ion
negatif. Keduanya diambil dari proses penguapan air laut. Air laut yang sudah
diadakan Tuhan, lalu bersenyawa dengan air hujan yang turun dari langit.
Kemudian menguap karena akurasi kelembaban air laut yang telah maksimum.
Kemudian, terangkat ke langit karena sentuhan cahaya mentari dan rembulan.
Membentuk awan yang akan berpotensi hujan. Sakban seakan angin yang mengawinkan
pertemuan ion positif dan ion negatif. Terakhir, Ramadan menjadi hujan rahmat
yang berlimpah. Menunjukkan Tuhan yang bekerja, dan semua makhluk berharap
pertolongan dari-Nya semata.
Rajab, Sakban, Ramadan, dapat pula diumpamakan
proses kerja bidang pertanian. Masa menanam padi ibarat di bulan Rajab, dan
hari-harinya. Masa memupuk dan memelihara butiran padi yang bunting adalah di
bulan Sakban. Sedang Ramadan merupakan bulan panen raya dan menikmati hasil
yang banyak dan bermutu unggul. Varitas bibit unggul telah disemai dan ditanam
di tanah yang subur pada momen bulan Rajab.
Rajab bulan menanam. Adapun momen bulan Sakban
tahap merawat padi varitas bibit unggul
tadi. Memasuki musim panen besar adalah di bulan Ramadan. Dinyatakan, Rajab adalah satu diantara empat bulan Allah
SWT yang disucikan (minha arba'atun hurum). Karakter Zulqaidah, Zulhijjah,
Muharram, Rajab adalah mulia. Sehingga larangan berperang, bertikai, berkonflik
sangat terlarang di bulan ini. Dan pelaku kejahatan di bulan Rajab dibalasi
dengan siksa yang berlipat. Karena Rajab disebut bulan Allah (Rajab
syahrullah), Rajab yang dihormati.
Adapun amal yang paling utama di bulan Rajab
adalah istighfar (memohon ampun kepada Allah SWT). Dengan kata lain, Rajab
adalah bulan istighfar. Sedang Sakban adalah bulan selawat. Sebab, perintah
selawat diturunkan melalui ayat 56 surah Al-Ahzab terjadi di bulan Sakban.
Firman Allah SWT: "Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya berselawat
kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, haturkan selawat kepada-nya (Nabi
Muhammad SAW) dengan salam penuh penghormatan." Setiap hari, amal yang
dapat mengundang syafaatul-udzma (pertolongan agung) di hari kiamat adalah selawat
kepada Rasulullah SAW dan keluarganya. Sebagaimana selawat Allah kepada Nabi
Ibrahim dan keluarganya.
Atas peristiwa wahyu tentang suruhan selawat,
bulan Sakban adalah bulan-ku. Rajab syahrullah (Rajab bulan Allah), Sakban
syahriy (Sakban bulan-ku), Ramadan syahru ummatiy (Ramadan bulan umat-ku).
Menjelang Ramadan, giat persiapan umat muslim dan non muslim sudah mulai
berbenah. Keberkahan Ramadan menggeliat dan mengedepankan progres pasar. Rajab,
Sakban, Ramadan dan pasca Ramadan, terutama tradisi pasar rakyat yang dadakan
bangun dan bangkit. Sentimen pasar terhadap Ramadan sangat positif. Buktinya,
peredaran uang dari kota ke desa maksimal berputar. Sangat menguntungkan bagi
masyarakat akar rumput. Perputaran uang bisa menembus nominal 500 triliun atau
lebih. Sektor usaha kecil dan menengah, serta ekonomi non formal membuat cerah
pelaku pasar "wong cilik." Keberkahan sudah Tuhan turunkan di semua
bulan.
Umpama algoritma, Ramadan menarik gerbong
kebaikan untuk sebelas bulan yang akan datang. Namun, manusia lebih mulia dari
pada alam semesta (baca Al-Isra':70), termasuk Ramadan. Bagi yang sudah
tersampaikan pada kemuliaan Tuhan, niscaya Ramadan menjadi pelayanan (khadim)
kepada orang-orang yang bertakwa. Takwa mencakup iman dan amal saleh. Pasti
Ramadan bergiat melayani, melindungi rakyat bertakwa dalam rahmat yang beruang
lingkup keberkahan dari atas langit, dan keberkahan dari dalam bumi. Jangan
memposisikan manusia sebagai objek alam. Jika demikian, manusia terikat kepada
alam, dan selamanya tidak akan pernah sampai kepada Tuhan. Contoh, bagaimana
kalut manusia saat takut kepada covid19 dengan kewajiban lockdown.
Oleh sebab itu, Ramadan tahun ini harus
sanggup membebaskan keterikatan apapun, selama berwujud materi pikiran dan
perasaan. Kemerdekaan abadi saat status khalifah benar-benar mampu mengatur,
bukan diatur! Inilah tipe manusia muwahhid yang masuk surga tanpa hisab
(yadkhulunal-jannata bighairi hisab). Ketika sudah tidak percaya lagi dengan
air tawar, cucur air mawar, tabur beras kuning, dapat mengundang berkah. Tanah
di perempatan jalan, dan ludah anak yatim piatu untuk mengobati herves.
Lalu, sudahkah Ramadan benar-benar membebaskan
jiwa dari belenggu materi dan belenggu immateri tersebut (neraka)? Selayaknya,
dia (Ramadan) membuka ikatan-ikatan jubah putih dan jubah hitam yang
menyelimuti! Untuk capaian puncak ini, secara berkala, Ramadan dibagi menjadi
tiga keutamaan mulia. Tahap mulia pertama menuju tahap mulia kedua. Tahap
mulia kedua menuju puncak akhir (itqum-minan-nar).
Atau pembebasan beban. Sebab, neraka merupakan nestapa kehidupan dunia dan
akhirat yang dipikul. Lalu, mengapa punggung masih mau memikul?
Tidak semua bisa menggapai anugerah puncak
Ramadan. Ada yang terhenti pada putaran sepuluh malam pertama yang bermuatan
kasih sayang (awwaluhu rahmah). Dia
tidak sanggup menanjak pada pendakian alam kedua (maghfirah), dan pendakian
alam tajalli berupa kemerdekaan dari api neraka (itqum-minan-nar).
Ada yang terhenti pada tahap pertengahan (wa
ausatuhu maghfirah). Tidak mampu memasuki tahap finalisasi Ramadan. Kegagalan
ditahap satu, dan tahap dua, bisa disebabkan oleh manusia bersifat melayani
Ramadan, bukan Ramadan yang melayani. Dia persiapkan kedatangan Ramadan, namun
sebatas bentuk fisik, raga. Rumah baru, kendaraan baru, pakaian baru, makanan
serba enak, minuman serba nyaman (kenikmatan jasmani). Lupa untuk memberi
nutrisi rohani yang sangat diperlukan. Mungkin sekarang, rohani dalam keadaan
lapar, haus dan terpenjara.
Kini, paradigma Ramadan selayaknya diputar.
Puncaknya, tanggal 21-29 Ramadan. Bukan manusia yang bergiat dan berkhidmat
melayani Ramadan, namun Ramadan yang berkhidmat (bakti) kepada manusia. Ruang
lingkup yang lebih luas, bumi yang diatur, manusia yang mengatur bumi (khalaifa
fil ardhi), dan diberi kewenangan untuk memakmurkan-nya (wasta'marakum fiha).
Berdasarkan firman Tuhan: "Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya.
Infakkan sebagian harta di jalan Allah. Dia telah menjadikan kamu penguasa
(pemegang amanah)." (Alhadid:7).
Hari ini, banyak manusia yang menempatkan
dirinya berstatus objek terhadap alam semesta. Padahal manusia adalah subjek
yang berpredikat pemimpin (khalifah, leader). Manusia subjek terhadap alam, dia
diberi kebebasan. Namun kebebasan itu, banyak yang tidak digunakan (sia-sia).
Padahal mandat khalifah sudah dilimpahkan. Perasaan takut, cemas, harap inilah
yang menghantui manusia, agar tidak berbuat baik. Iblis menakut-nakuti tentang
kemiskinan masa depan. Dan Iblis mengatakan sesuatu yang dusta tentang Allah,
sedang kamu tidak mengerti (wa an taqulu 'alallahi mala ta'lamun).
Finalti Ramadan melahirkan manusia baru yang
merdeka dan dirayakan. Merayakan fitrah jiwa (idulfitri) artinya tiada takut,
tiada cemas (la takhaf). Selalu gembira tiada bersedih (la tahzan) seperti bayi
dan orang mati. Sabda Nabi Muhammad SAW: "Carilah ilmu dari buaian sampai
ke liang lahat." (Muslim). "Minal mahat" maknanya adalah belajar
dari anak kecil yang bebas tanpa takut. "Ilal lahat" maksudnya,
bertanya dengan orang mati.
Jamak ayat dalam naskah kitab suci tentang
manusia selaku pemimpin dengan tugas memakmurkan bumi. Camkan, pemimpin tidak
akan lahir dari jiwa terjajah. Tetapi, pemimpin terlahir dari jiwa yang
merdeka. Pemimpin tidak terbit dari jiwa yang ragu, kecuali dari jiwa yang
yakin. Pemimpin tidak muncul dari jiwa yang penakut, justru pemimpin penakut
menjadi beban orang-orang yang dipimpinnya. Padahal, Tuhan telah memberi mandat
(amanat) kepada manusia untuk mengatur langit, bumi, dan gunung-gunung (baca
Al-Ahzab:72).
Sudah tiba masanya, manusia jangan lagi
dihantui oleh ketakutan masa lalu, dan kecemasan masa depan. Hargai pelantikan
khalifah dari-Nya, dimana manusia menjadi pemiliknya yang sah (Inggris: owner.
Latin: dominus). Manusia, dialah tuan (sayyid) dari alam semesta. Automaticly, alam semesta bekerja untuk
kesejahteraan manusia. Manusia yang menata-usahakan alam. Maksudnya, alam
semesta perlu disekolahkan untuk mengenal jati diri alam. Alam wajib dimasukkan
ke madrasah, guna mengenal Allah, Tuhan yang esa (ahad). Wallahua'lam.
*Penulis adalah dosen IAIN Pontianak
Komentar
Posting Komentar