ISRA' MIRAJ MELINTAS BATAS ALAM SEMESTA
ISRA' MIRAJ MELINTAS BATAS ALAM SEMESTA
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Isra' miraj Nabi Muhammad SAW telah
diceritakan dalam Alquran. Baik yang sebenarnya, maupun terdapat
"bumbu-bumbu" oleh penceramah didalamnya. Semakin menambah semarak
peringatan isra' miraj.
Para utusan pernah melewati perjalanan suci
ini, tetapi tidak spektakuler yang di alami oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi Adam
'alaihissalam di tingkat surga Makwa. Nabi Idris 'alaihissalam di langit yang
kedua. Nabi Isa 'alaihissalam di langit ke empat. Nabi Ibrahim 'alaihissalam
saat dibakar pada kobaran api yang menggunung. Tujuan dari perjalanan itu
adalah guna mendengar dan melihat Tuhan. Memang, yang dilihat dan melihat
adalah Tuhan, yang didengar dan mendengar adalah Tuhan. Walau tidak secara
eksplisit disebutkan Tuhan Allah. Namun Dia, Dia adalah tiada Tuhan kecuali
Dia. Dalam surah Al-Ikhlas ayat 1-2 difirmankan: "Katakan (Muhammad), Dia
Allah esa. Allah tempat meminta pertolongan." Lalu, ada yang sanggup
berbicara tanpa pertolongan dari-Nya, dan kepada-Nya pertolongan itu kembali.
Sedang alam semesta adalah alam kebisuan (kaunuhu abkam). Bisa berbicara
(kalam), karena dua potensi (fitrah) yang diberikan Allah dalam sifat sama' dan
basar (mendengar dan melihat).
Secara logika, seseorang yang bisa berkalam
karena ada sumber yang berkalam. Seseorang yang sanggup berkalam karena bisa
mendengar suara dan melihat wujud. Siapakah
suara hakiki yang bisa didengar?
Dan siapakah wujud hakiki yang sanggup dilihat? Surah Al-Isra' ayat 1 ditutup dengan
pernyataan nama dan sifat-Nya: "
... innahu huwassami'ul basir." (sesungguhnya hanya Dia yang maha
mendengar lagi maha melihat).
Di atas tingkatan miraj, ini yang sering
dilupakan manusia. Jika dalam tinjauan (perspektif) syariat, maka Nabi Muhammad
Rasulullah SAW bukan malaikat dan bukan jin. Namun manusia biasa yang menerima
wahyu. Berdasarkan firman Tuhan: "Katakan (Muhammad), sungguh aku hanya
manusia biasa seperti kamu, aku mendapat wahyu dengan keterangan bahwa Tuhanmu
adalah Tuhan yang esa. Maka, siapa yang ingin berjumpa dengan Tuhannya, hendaklah
dia beramal saleh. Dan jangan mempersekutukan Allah dengan sesuatu
apapun." (Alkahfi:110).
Adapun tinjauan (perspektif) hakikat yang
melampaui batas alam adalah salam dan selawat kepada Nur Muhammad SAW. Dimaksud
Nur Muhammad SAW adalah Muhammad haqiqatullah, mukhtarullah, habibullah,
rasulullah, sifatullah, zatullah, nurullah, sirrullah. Bila belum tertembus
pada portal alam ini, tiadalah salam dan selawat mampu merubah perilaku,
kecuali bacaan salam dan selawat yang dinyanyikan (intertaint).
Berapa banyak konser selawat yang digelar,
tapi berapa banyak yang dapat merubah perilaku ke arah yang lebih baik? Bukan
sebatas konser, sudahkah diawali dengan kajian Nur Muhammad SAW. Nur Muhammad
SAW adalah makhluk, namun berbeda dengan malaikat, jin, manusia. Meskipun
mereka semua berasal dari Nur Rasulullah SAW (sayyidul arwah). Nur Rasulullah
SAW berasal dari Nur Allah SWT. Seluruh tingkatan alam (jabarut, malakut,
nasut) berasal dari Nur Rasulullah Muhammad SAW.
Jamak hikmah mengenali hakikat Nabi Muhammad
Saw habibullah, dan mengenali hakikat Nabi Ibrahim As khalilullah. Adalah sama
dengan mengenali hakikat salam dan selawat kepada kedua utusan Tuhan yang
mulia. Bila syariat salam dan selawat wajib untuk dibunyikan. Sedang hakikat
salam dan selawat wajib untuk tidak dibunyikan. Mengingat, syariat berbicara di
luar hati, hakikat berbicara di dalam hati. Semestinya, di dalam yang
memperbaiki di luar. Sehingga tampil aura ketenangan, kedamaian, tidak kalut!
Sebaliknya, bila di luar memperbaiki di dalam, jika di dalam (hati) tidak mau,
tidak berguna semua nasehat. Tuhan Allah Swt telah memberi peringatan keras,
jangan sampai hati yang keras, Allah Swt tutup, kunci mati (khatam) dari
memahami ayat kitabiyah (tercatat) dan ayat kauniyah (tercipta). Artinya, si hamba
tersebut tidak lagi diperdulikan Tuhan Allah Swt sebagai puncak kemarahan.
"Allah telah menutup (mengunci mati) hati dan pendengaran mereka,
penglihatan mereka telah tertutup. Dan bagi mereka siksa yang pedih."
(Albaqarah:7). Istilah "ghisyawah" yakni dinding adalah dinding ghaib
yang dibangun antara dirinya dengan Alquran. Dinding batin yang sudah
terdinding (mahjub) sangat sulit untuk dibuka. Oleh karena itu, jangan kotori
medan dan inti hati. Sebab hati yang sudah kotor lagi berdebu, memayahkan cahaya
Tuhan untuk masuk ke sumur hati.
Jelas, pembukaan alam semesta (alam mulki),
alam malakut dan alam jabarut terletak sejauhmana kesucian hati sanggup
mengakses alam tersebut, lalu menembus alam wahidiyah dan ahadiyah. Kamu tidak
akan sanggup melampaui alam itu, kecuali dengan kekuatan (illa bi sulthan).
Kekuatan disini adalah ilmu pengetahuan. Perlu diingat, ilmu pengetahuan bukan
tujuan, namun sebagai alat atau perantara untuk menembus langit dan bumi.
Sebab, ilmu membuat seseorang keluar dari cangkang kebodohan (baca
Arrahman:33).
Apa yang tidak dapat dikisahkan oleh Nabi
Muhammad Saw di tingkat isra', miraj dan ahad, tentu lebih banyak daripada yang
mampu beliau kisahkan. Suruhan Alquran untuk berjalan, merantau, mengembara
merupakan satu cara untuk menyongsong hidayah (petunjuk) Tuhan terkasih.
Silaturahim antar generasi, dialog antar iman, komunikasi antar zaman seperti
banyak ditemui dalam telusur naskah kitab suci. Pengembaraan masa lalu dengan
nalar sampai di luar nalar. Ajakan berdiaspora di muka bumi, dan perintah
menjelajahi situs sejarah umat terdahulu. Terakhir, menemukan rekomendasi
bagaimana kesudahan bagi komunitas yang durhaka? Bukankah mereka mempunyai
wilayah perumahan yang mewah, perkakas rumah-tangga yang mahal, tubuh yang
sehat dan kuat. Kota-kota Iram yang memiliki bangunan pencakar langit,
pemandian dan kolam renang di atas bukit batu. Sampai akhirnya, kaum Tsamud,
kaum Hud, kaum Lut, kaum Nuh, kaum Ibrahim, kaum Musa, kaum Isa yang durhaka.
Kedurhakaan mereka kepada Tuhan terkasih banyak didiskusikan dalam story
Alquran. Inilah yang disebut perjalanan isra'.
Faktanya, isra' melewati empat daerah antar
negara. Madyan, Mesir, Thayyibah (Madinah), Baitlehem (Nazaret). Dengan empat
peristiwa penting situs kesejarahan dan peradaban dunia. Dua kehidupan
Nabi, Musa dengan Syuaib di kota Madyan.
Adapun Mesir, ketika Nabi Muhammad Saw melewati kubur Masyitah dan keluarga.
Nabi Muhammad Saw mencium bau yang lebih harum daripada misyik (kasturi). Siapa
gerangan Masyitah, ibu dari anak-anak, dan istri dari suaminya. Melainkan
Masyitah tidak sebatas yang orang lain duga!
Masyitah manusia tauhid yang tidak mau
menyembah Fir'aun. Meski direbus dalam kawah air yang mendidih bersama bayinya. Sebelumnya, telah
masuk suami Masyitah dan anak-anaknya. Nabi Muhammad Saw mencium bau yang
sangat wangi dari komplek kuburan keluarga Masyitah.
Dalam perjalanan suci isra', Nabi disinggahkan
ke kota Madinah thayyibah. Jibril mengatakan, Madinah thayyibah sebagai kota
kedua Nabi Muhammad Saw. Madinah thayyibah merupakan lokus hijrah Nabi Muhammad
Saw. Dari situ, beliau melanjutkan perjalanan kunjungan ke Baitlehem (Nazaret)
tempat kelahiran Nabi Isa putera tunggal Maryam.
Sedang miraj perjalanan melampaui batas alam
semesta sampai pohon (sidrah) terakhir (muntaha). Pohon adalah lambang
kehidupan, kesuburan, kesejukan, kedamaian, naungan, perlindungan. Makna
muntaha adalah capaian terakhir, namun mencakup keseluruhan kehidupan,
kematian, kebangkitan, dan fase akhir. Konteks yang serba spiritual dan
metakosmik. Kontennya adalah rahasia jalan hidup manusia dari awal sampai
akhir. Pohon terakhir itu, posisinya berada di atas langit ke tujuh. Goggle map
alam miraj, sidrah terakhir terletak d tengah. Posisi kanannya adalah surga
makwa (jannatul-makwa). Posisi kirinya adalah lauh mahfudz (catatan yang
terpelihara). Makna batin apa yang tersimpan pada kekayaan tempat suci
termaktub? Apa saja isinya?
Pohon terakhir isinya tentang takdir semua
tingkatan alam. Alam wahidiyah (Nur Rasulullah Muhammad Saw), alam jabarut
(alam roh), alam malakut (alam para malaikat, para jin), alam mulki (alam
semesta, jagad raya) termasuk alam
manusia (alam nasut). Tercatat di sidratul-muntaha, tentang kelahiran dan
kematian, pertemuan (jodoh) dan perpisahan (perceraian), kebahagiaan (surga)
dan kesengsaraan (neraka), keluasan dan kesempitan rezeki.
Sisi kiri sidratul-muntaha ialah lauh mahfudz.
Isinya lempeng catatan perjalanan alam (makhluk) yang dijaga malaikat.
Penjagaan aman dan ketat ini bertuliskan pahala dan dosa yang sangat akurat dan
tidak tertukar. Pencatatan perjalanan alam semesta sudah ditetapkan dalam ummul
kitab, saat kudrat (kuasa) Tuhan bertindak. Sedang iradat (kehendak) Tuhan bisa
berubah tanpa ada yang memerintahnya. Dia berbuat tanpa ada yang melarangnya.
Berdasarkan surah Arra'du:39 yang menerangkan tentang ummul kitab (lauh
mahfudz). "Allah menghapus apa yang Dia kehendaki. Dan Dia mampu
menetapkan. Dan di sisiNya terdapat ummul-kitab."
Sisi kanan dari sidrat (pohon) terakhir itu
adalah jannatul-makwa. Luas antara keduanya adalah 70.000 (tujuh puluh ribu)
perjalanan cahaya. Isi surga makna (jannatul-makwa) ialah istana yang besar
(mulkan-kabira), gelang-gelang yang emas dan mutiara. Surga makwa berisi
pakaian sutera tebal (istabrak), sutera tipis (sundus), dengan lemari dan
etalase yang indah, tinggi dan besar. Piala-piala yang berisi minuman, dan
kondisi antara sejuk dan panas (adem). Mendapat minuman dari sungai Salsabila,
minuman jahe dan minuman kapur dari sumber mata air yang mengalir. Situasi dan
kondisi surga secara berurutan disebut dalam surah Al-Insan. Dalam surah
Muhammad:15 divisualisasikan sungai-sungai surga beserta minumannya:
"Surga untuk orang-orang yang takwa. Disana terletak sungai-sungai yang
airnya tidak payau (air jernih tanpa jentik). Sungai-sungai air susu yang tidak
berubah rasanya. Sungai-sungai anggur yang tidak memabukkan (khamar) yang lezat
rasanya, bagi peminumnya. Sungai-sungai madu murni. Didalamnya mereka
memperoleh segala macam buahan, dan ampunan dari Tuhan mereka."
Di atas sidratul-muntaha adalah arasy Allah Swt,
bukan dalam pengertian material, namun dalam pengertian spiritual. Isi arasy
Allah Tuhan yang agung adalah kalam (pembicaraan), Dia yang qadim (terdahulu)
Tuhan. Dan berisi qalam (pena catatan Tuhan) yang qadim selalu mencatat
perintah dan larangan, sampai tidak pernah berhenti hingga hari kiamat. Di atas
arasy adalah Tuhan yang sebenarnya. Bukan arasy Tuhan yang agung, tetapi Tuhan
yang agung. Bukan kalam Allah, tetapi Allah itu diri sendiri. Tidak bisa
dibayang dalam lukisan.
Hikmah terbesar takbiratul-ihram bila
tersampaikan kepada Allahuakbar, sang ahad. Ahad yang tidak dipahami, kecuali
oleh ahad itu sendiri. Tidak ada Allah kecuali Allah sejati. Di atas namun
bukan berarti bertempat. Di bawah bukan berarti tertindih. Di kanan bukan
berarti termulia. Di kiri bukan berarti terhina. Dipuji bukan berarti
tersanjung. Dihina tidak membuat Dia celaka. Dia tidak bisa diberi batasan,
tidak ada seorangpun yang mampu membuat definisi (pengertian) tentang Dia,
hatta Nabi agung Muhammad Saw sekalipun. Itulah miraj yang melintas batas
(portal) yang dibuat oleh malaikat Jibril. Bagi yang sudah paham, ucapan Allah
lebih berat bobot pahalanya daripada ibadah sepanjang tahun. Lauh mahfudz tidak
mampu merekam dan tidak sanggup menulis keutamaan waliyullah yang mengerti.
Sebab, Allah yang dipahami oleh kaum arifin fillah adalah kalam di atas
sidratul-muntaha (takdir). Allah di atas jannatul-makwa (surga tempat kediaman
yang menyenangkan). Allah di atas arasy yang agung. Allahuakbar dijadikan
ucapan pergantian antar gerakan dari rukun ke rukun salat. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar