KEBAJIKAN TERTINGGI (SUMMUM BONUM)
KEBAJIKAN TERTINGGI (SUMMUM BONUM)
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Kebajikan tertinggi tidak berlaku syarat dan
ketentuan ketika Dia sang kebajikan tertinggi menyentuh hamba-Nya. Tidak
bersyarat wajib melaksanakan taat, baru tuntutan rahmat dikabulkan. Tidak
berketentuan apapun, jika Dia akan menampik bala'. Namun pemberian tulus bukan
karena taat hamba. Dan keamanan yang ikhlas, telah Dia berikan tanpa wajib
untuk disembah. Bukankah orang yang hidup dalam keingkaran, sampai hari ini,
tetap Dia jaga. Meskipun mereka menyembah berhala seumur hidup.
Ini artinya, pemberian Allah Swt tidak bertendensi
dan bukan berkepentingan. Tulus-Nya adalah tulus. Dalam kajian tasawuf lama,
berlaku ujaran: "Tidak memberikan bekas pada-Nya dari perbuatan
alam." Dengan kata lain, Dia tidak mengambil keuntungan dari ketaatan
seluruh manusia. Dan Dia tidak tertimpa kerugian saat semua makhluk
mendurhakai-Nya. Justru Dia memberi rezeki kepada orang yang mendurhakai-Nya
dan kepada orang yang menaati-Nya. Dia tidak rakus pujian dan Dia tidak takut
hinaan. Dia tidak terikat dengan jumlah banyak atau sedikit. Contoh, ketika
Mekah dan Madinah memberlakukan lockdown di saat covid-19. Mewajibkan setiap
orang wajib di rumah dan jangan saling mengunjungi (stay at home). Lalu, apakah
Tuhan dirugikan? Saat rumah-Nya tidak dikunjungi? Apakah Tuhan terhina saat
seluruh umat saling mengunci komunikasi dengan-Nya? Kemudian, apakah Tuhan
gembira dan bangga, ketika hari ini, berlimpah-ruah jamaah haji dan umrah,
sehingga overload dikedua kota suci tersebut? Ternyata tidak, Tuhan tidak
terkesima dengan banyaknya jumlah yang taat. Dan tidak takut, tidak
terperanjat, ketika maksiat ada dimana-mana!
Peristiwa jatuhnya pesawat, tidak ada kaitannya
dengan onderdil pesawat yang sudah tua (aus). Buktinya, tidak sedikit pesawat
yang jatuh, justru diusia muda. Kejatuhan pesawat, bukan persoalan tua dan
muda, melainkan ajal. Ajal yang tercatat bagi semua umat (li kulli ummatin
ajal). Dalam hal ini, umat penerbangan (angkasa pura). Bukankah langit
(dirgantara) adalah langit Allah. Laut (bahari) adalah laut Allah. Darat (bumi)
adalah daratan Allah.
Makna batin dari "fa-ainama tuwallu fatsamma
wajhullah" (dimanapun saja kamu berada, disitulah wajah Allah). Berbicara
konsep filsafat emanasi dari Al-Farabi, sesungguhnya Tuhan sumber dari segala
sumber penciptaan alam semesta. Dia mengeluarkan manusia dari gelap menuju
cahaya. Berbeda dengan pantheisme (konsep serba Tuhan) yang mengatakan semua
pancaran alam adalah Tuhan. Tuhan adalah alam, alam adalah Tuhan.
Pantheisme adalah awal dari munculnya ajaran Zoroaster
dari tokoh filsafat Persia (Iran) yang
bernama Zarathustra (628-551 SM). Dualisme dalam ajaran Zoroaster, yaitu baik
(ahuramazda) dan buruk (daruja ahriman). Adalah dokumen ketuhanan yang banyak
menginspirasi agamawan Yahudi, Nasrani, Islam.
Bagi muwahhid (lawan dari musyrik) mereka melepaskan
kepercayaan dari sembarang nama baik dan nama buruk, di langit dan bumi. Tuhan
sejati bukan bayangan yang dibangun di dalam pikiran. Bukan yang dibina oleh
perasaan. Putuskan semua ketergantungan kepada jampi dan panji langit dan bumi.
Bukan malaikat Jibril, Israfil, Izrail, Mikail yang dituju. Bukan kalam, bukan
qalam suci yang diharap, namun Allah Tuhan sejati. Tuhan sebagai sumber
kebajikan tertinggi (summum bonum). Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar