KEBUDAYAAN MELAYU BESAPRAH DALAM PERINGATAN ISRA' MIRAJ DI PARIT CIK MINAH

 

KEBUDAYAAN MELAYU BESAPRAH DALAM PERINGATAN ISRA' MIRAJ DI PARIT CIK MINAH

Oleh

Ma’ruf Zahran Sabran

Rasa gembira tergelorakan dalam suka cita memperingati isra' miraj di tahun 1446 H. Mengintip peringatan perjalanan suci tersebut di desa Jeruju Besar, tepatnya di jalan Parit Cikminah berlangsung semarak. Pada Ahad, malam 27 Rajab 1446 H yang bernuansa kebudayaan melayu borneo barat, ialah saprahan.

Saprahan adalah makan bersama sebanyak empat atau enam orang. Dengan nasi bersama, lauk bersama. Kebersamaan mereka ini yang dapat membuat hati mereka menyatu. Saprahan  ditinjau dari sosialisasi adalah gambaran masyarakat paguyuban (homogenitas). Sebagai ciri khas masyarakat pedesaan.

Kesesuaian formal agama dengan kebudayaan melayu (borneo) menunjukkan nilai Islam sanggup mewadahi bhinneka tunggal ika di NKRI. Dalam rangka tiga kerukunan. Kerukunan sesama umat beragama. Kerukunan antar umat beragama. Kerukunan umat beragama dengan pemerintah. Devisi kerukunan wajib dimiliki oleh semua organisasi dan afiliasinya. Karena tantangan masa depan adalah perpecahan bangsa (disintegrasi) sebagai dampak domino dari konflik kawasan lokal, regional, global.

Contoh, paham trans nasional yang tidak santun. Ketika masuk ke Indonesia, belum tentu bisa menghargai kemajemukan.  Seperti budaya Indonesia yaitu gotong royong, bahkan dalam peringatan hari-hari besar keagamaan. Artinya, sesama umat jangan mudah membid'ahkan, jangan cepat mencap seseorang dengan istilah yang tidak manusiawi. Sehingga menyebabkan seseorang keluar dari koridor agama yang diyakininya.

Penggunaan bahasa daerah (melayu) dalam ceramah juga bagian dari upaya merapat dan mengangkat keserasian penerimaan (compatible) masyarakat terhadap agama.  Menjunjung tinggi tema persamaan (kalimah sawa') sebagai komitmen bangsa secara bersama. Prinsipnya ialah Tuhanmu adalah Tuhan yang esa. Tercermin dari ketuhanan yang maha esa, lalu menjiwai sila-sila dibawahnya. Kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan berbasis ketuhanan yang maha esa.

Isra' miraj terdiri atas dua kata. Isra' dan miraj. Isra' adalah momen perjalanan horizontal, dimana bumi wajib dingin dan hijau. Pemaknaan teologi ekologi adalah ramah terhadap manusia, hewan dan tumbuhan. Dalam arti, mampu membangun komunikasi dengan sesama makhluk di bumi. Penjagaan,   pelestarian, dan harmoni alam adalah bagian dari pesan isra'.

Miraj merupakan momen perjalanan vertikal (spiritual journey) Nabi Muhammad Saw yang diliputi Nur-Nya. Mukjizat miraj sampai ke arasy Allah  Swt sampai melampaui dan melintas batas arasy. Kondisi Rasul hakikat Muhammad Saw telah mencapai puncak berkah. Berkah dalam tinjauan tasawuf adalah Rasul Muhammad Saw telah meniadakan diri ke dalam diri Allah (fana fillah). Tiada Muhammad bin Abdullah Alhasyimi, kecuali Allah di alam iman makrifat. Tiada Nabiyullah kecuali Allah saja.

Tujuan dalam meyakini miraj, adalah tidak ada lagi yang merasa berjasa kepada Allahuakbar, hatta para utusan dari kalangan malaikat, nabi dan wali. Final kemenangan diraih oleh orang-orang yang patuh dan tunduk sebagai hamba Allah yang tulus (abdullah). Meyakini Tuhan maha berkuasa atas tiap-tiap sesuatu. Pada pelataran itu, dipahami sidratul-muntaha (pohon terakhir) adalah materi di atas langit, dan arasy adalah materi di atas sidratul-muntaha. Sedang Tuhan Allah yang esa adalah puncak saat tiada suara (hampa suara). Untuk mencapai puncak gunung ketuhanan, terlebih dahulu harus menjadi hamba yang hampa (bi 'abdihi). 'Abdi adalah setinggi-tinggi kedudukan di hadirat Allah Swt jalla wa 'ala, bukan nabi dan bukan wali. Sebab, biar utusan Tuhan sekalipun ingin kembali kepada status awal yaitu hamba. Wali Allah Swt demikian pula, berpengharapan ingin pulang kepada nama yang pertama, yaitu hamba yang ikhlas, bersedia dijadikan siapapun, rela dijadikan apapun, dan siap untuk ditempatkan dimanapun, surga dan neraka. Bukan permintaan yang memasukkan seseorang ke dalam surga. Dan bukan ketakutan yang menjauhkan seseorang dari neraka. Empat item ini, berpotensi untuk menjadi Tuhan gadungan yaitu harap, surga, takut, neraka. Tembuskan dari lauh mahfudz, ke arasy. Dari arasy tembus ke ahadiyah. Lokus bukan suara (la shaut), namun hampa dari bunyi, getaran dan bisikan. Tersampaikan kepada Tuhan yang esa tanpa kalimat, adalah pesan suci miraj. Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

CIPTAKAN TATA DUNIA DAMAI

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN