MENEMBUS LANGIT DENGAN ZIKIR QALBU

 

MENEMBUS LANGIT DENGAN ZIKIR QALBU

Oleh

Ma’ruf Zahran Sabran

Zikir qalbu (hati), hati adalah ruang (tempat) bersemayam semua benda-benda bumi dan langit. Upaya zikir hati adalah membuang persemayaman nama dan diri bumi, nama dan diri langit. Capaian membuang keberadaan diri, inilah tanda pembersihan jiwa (tazkiyyatun-nufus). Namun, tazkiyyatun-nufus baru berada di tingkat dasar tasawuf (elementri) dari tangga-tangga tasawuf. Sebab tazkiyyatun-nufus menuntut tazkiyyatul 'amal.  Dua dimensi ini, wajib dipahami bukan unsur (koridor) materi jasmani. Lebih mengarah pada unsur immateri rohani. Bahkan, diatasnya (ahadiyat).

Artikel ini ditulis bertujuan agar agama tidak cuma dipahami atribut, tanda (signal), ritualistik, formalistik dari bacaan dan gerakan. Upaya mendobrak pola beragama dan kultur yang terkesan kubah, menara, mimbar, sajadah, mukena dan mihrab. Kesan itu akan menyebabkan seseorang mudah lepas dari Tuhan. Berupa ketakutan menghadapi kehidupan dan kematian. Atau, berjalan di jalan gelap saat jiwa rapuh. Tanpa berpegangan kuat kepada tali Allah Swt, tidaklah seseorang sanggup berjalan di jalan lurus. Pahami setiap yang datang adalah bayangan diri sendiri yang menakutkan, jika belum mengenal Tuhan yang sebenarnya. Bayang diri tentang ketakutan, harapan. Bukankah dua bayangan ini bermain di medan dasar hati (shudur), berupa keraguan (was-was).

Intensitas zikir qalbu merupakan ladang jihad yang tiada kenal istirahat. Tarik menarik medan magnet nikmat ke arah bala', tanpa ada keputusan yang putus. Semakin lama terombang-ambing di medan takdir (sidrat), semakin hati berpenyakitan (qalbun maridh). Ketakutan adalah kondisi tarik menarik medan magnet taat dan maksiat, pahala dan dosa, surga dan neraka. Semakin menebalkan tembok komunikasi hamba dengan Tuhan (hijab). Semakin jauh dari keputusan Allah Swt. Artinya, seseorang masih berada disekitar lauh mahfudz (catatan amal yang terjaga). Berdasarkan kalamullah: "Allah menghapus apa yang Dia kehendaki, dan menetapkan. Dan di sisi-Nya terdapat ummul kitab." (Arra'du:39). Di wilayah ini, banyak manusia yang ragu terhadap kekuasaan Allah Swt. Dia berbuat menurut kehendak-Nya, bukan sebab amal hamba-Nya. Rahmat Tuhanmu maha meliputi langit dan bumi, serta diantara keduanya. Di luar adalah Dia yang maha meliputi, di dalam adalah Dia yang maha memenuhi. Sampaikan jiwa pada puncak piramida ketuhanan, niscaya tidak tergoyahkan oleh takut, sedih, harap, cemas, gembira, dan cita-cita.

Kecuali itu, hanya sebatas menjalani skenario Tuhan saja, sebagai ibrah (pelajaran) bagi hati yang hidup. Hilir mudik haji dan umrah, sahur, puasa, berbuka, sekedar menunaikan hak ketuhanan, tidak lebih. Jangan kaitkan bala' dengan kesakitan dan kematian seseorang. Jangan hubungkan nikmat dengan kelahiran dan kehadiran seseorang. Tuhan tidak berbuat karena tabiat alam. Jika Tuhan berbuat menurut tabiat alam, maka Dia diatur oleh alam (makhluk).

Padahal, sejati kalimat syahadat adalah melepaskan Tuhan dari kurungan akal manusia. Kalimat lailaha illallah muhammad rasulullah dimaknai secara bertingkat, sesuai capaian para pendakinya. Lailaha illallah bisa terhenti (wukuf) di af'alullah (perbuatan Allah Swt). Bahwa, Tuhan bertajalli (bermanifestasi) pada perbuatan makhluk (alam). Memang, alam semesta adalah mazhar (kenyataan) Allah Swt. Lepaskan Tuhan dari kenyataan alam semesta (pelepasan di tingkat syariat). Maknanya, Dia di atas dari semua kenyataan, meskipun arasy Tuhan yang mulia.

Ada yang berzikir terhenti dinama (isim). Isim adalah anak tangga, walau meski dilewati, namun jangan terhenti. Disangka sudah sampai (wushul), sebenarnya baru terminal (wukuf). Arab: wuquf jangan terlalu lama, terlalu lama di wuquf (thariqah) sampai wafat. Bisa tidak sampai kepada Tuhan yang hakiki. Tetapi, Tuhan yang majazi. Lepaskan Dia dari tingkat isim (jamak: asma'), sama dengan penghapusan Tuhan ditingkat thariqah (metode). Zikir yang terhenti di sifatullah berarti terhenti di hakikat Tuhan. Hakikat Tuhan bukan Tuhan, melainkan mazhar  (kenyataan) sifat Tuhan yang mendominasi kasih, sayang. Zikir terhenti di zat Allah Swt, bukan Tuhan. Kecuali di tingkat makrifat, atau zikir yang berkedudukan di arasy Tuhan yang agung.

Zikir yang terhenti di ruang arasy Tuhan yang agung, berarti salik belum menemukan Tuhan yang sejati, hanya terbatas di tahap sifat dan zat. Zikir qalbu (hati) manusia melampaui empat tingkatan tadi. Melewati bumi, langit, sidratul muntaha, arasy Tuhan, sampai (wushul) kepada Tuhan sejati. Bermula dari penampakan (tajalliyah) Tuhan yang bermazhar (berkenyataan) pada semua manifestasi di alam dunia dan akhirat. Hingga tajalli itupun lenyap, hancur, muspra pada sejati diri sejati. Empat proferti alam kudus lenyap dan fana (hancur). Sidratul muntaha, kursi, jannatul makwa, lauh mahfudz. Dan satu diatasnya, arasy Tuhan yang maha pemurah. Dia esa tanpa diesakan.

Bukti spiritual adalah kalimah tasbih yang memahasucikan Alquddus yang maha suci (Latin: sanctus. Arab: qudus). Tuhan memberi isyarat tentang kesucian-Nya, ketika Dia menurunkan surah Al-Isra' ayat 1. "Subhanalladzi asra bi 'abdihi laila  ... " (maha suci yang telah memperjalankan hamba-Nya di separuh malam  ... ). Menanda yang maha suci memuji kepada yang maha suci (puji qudus kepada yang qudus). Seperti doa yang Nabi Muhammad Saw ajarkan kepada umat: "Maha suci Engkau yang memuji diri-Mu. Kami tidak sanggup memanjatkan puji atas kesucian diri-Mu. Maka pujian kami kepada-Mu adalah seperti Engkau memuji diri-Mu sendiri."

Kemudian, puji huduts (baharu) kepada yang qudus (kekal). Lalu, puji qudus (kekal) kepada yang huduts (baharu). Puji huduts (baharu) kepada yang huduts (baharu). Siklus ini tetap berjalan dalam tiga dimensi, Allah, Muhammad, Adam. Jadi, zikir qalbu (hati) adalah zikir tanpa suara, zikir qudus kepada yang qudus. Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

CIPTAKAN TATA DUNIA DAMAI

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN