JANGAN MERUSAK NILAI PUASA RAMADAN DENGAN TIGA PERKARA
JANGAN MERUSAK NILAI PUASA RAMADAN DENGAN TIGA PERKARA
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
KHUTBAH Idulfitri Rasulullah SAW terhenti,
seketika hilang suara Rasulullah SAW. Suasana menjadi hening. Terus, Rasulullah
SAW membaca amin 3x. Amin, amin, amin. Setelah membaca amin (tiga kali),
Rasulullah SAW menyelesaikan khutbah sampai selesai.
Selesai Rasulullah SAW berkhutbah dan yang
mulia telah turun dari mimbar. Para sahabat bertanya: "Apa gerangan yang
membuat Rasulullah SAW menghentikan khutbah disaat beliau sedang berkhutbah
Idulfitri? Rasulullah SAW menjawab: Telah datang kepadaku, malaikat Jibril.
Jibril bersabda: Maukah engkau ya Rasulullah SAW. Aku (Jibril) berdoa, dan anda
(Rasulullah SAW) mengaminkan."
Tentu, jawaban Rasulullah SAW mau. Malaikat
Jibril berdoa: "Wahai Allah, jangan Engkau terima puasa. Puasa dari anak
yang durhaka kepada orang tuanya." Rasulullah menyambut doa malaikat
Jibril dengan mengaminkan, amin yang pertama.
Malaikat Jibril berdoa lagi: "Wahai
Allah, jangan Engkau terima puasa. Puasa dari istri yang durhaka terhadap
suaminya." Rasulullah menjemput doa malaikat Jibril dengan mengaminkan.
Amin yang kedua.
Terakhir, malaikat Jibril berdoa: "Wahai
Allah, jangan Engkau terima puasa. Puasa dari sesama saudara muslim yang
berselisih, sehingga sampai detik ini, belum menyambung tali kasih sayang.
Bahkan memutuskannya." Rasulullah mengaminkan, amin yang ketiga dari doa
malaikat Jibril yang ketiga.
Ketiga bentuk penolakan terhadap puasa
si-hamba yang masih memiliki keterkaitan secara hablumminannas (hubungan sesama
manusia). Keterkaitan garis horizontal yang memengaruhi garis vertikal.
Hubungan horizontal yang tidak baik, berakibat tertolak (mardud) penerimaan
vertikal. Artinya, bila dimensi bumi belum beres, dapatkah beres pada dimensi
langit? Sebaliknya, hubungan horizontal yang baik, berakibat diterima (maqbul)
semua amaliyah dari bumi ke langit (vertikal). Kesepadanan bumi dan langit
perlu dipelihara komunikasi keduanya (harmoni horizontal dan vertikal).
Mengapa ibadah puasa di bumi tidak mampu melangit?
Karena ibadah di bumi tercederai, bukan oleh rusaknya syariat puasa yang
dijalankan. Namun, oleh pelaku yang berpuasa melakukan kezaliman (aniaya) antar
sesama manusia. Tiga siklus yang tidak boleh tercederai atau tersakiti adalah
Allah, Rasulullah, manusia (keturunan Adam). Tiga ini yang sering terlupa,
terutama yang terakhir. Kurang disadari dalam berpuasa, mungkin kita tidak
menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Tetapi mungkin banyak menyakiti sesama. Atau
kebaikan yang belum sepenuhnya, dalam rangka hablumminannas.
Banyak hukum ibadah menjadi berubah karena
pertimbangan keberlanjutan kebaikan umum (maslahat 'ammah). Seperti, gugurnya
kewajiban puasa bila sakit (maridh) atau dalam perjalanan (safar). Dengan
solusi, mengganti puasanya pada hari-hari yang lain.
Sebaliknya, justru untuk menciptakan kehidupan
yang aman, damai, sejahtera. Agama dan negara wajib dihadirkan. Maksudnya,
penata-usahaan dan penata-kelolaan, negara (daulah, state) wajib menjamin
beberapa hal untuk kesejahteraan rakyat. Pertama, masyarakat yang aman dari
rasa takut. Dua, masyarakat yang terbebas dari rasa kelaparan. Tiga, masyarakat
yang terbebas dari belenggu penjajahan, dalam segala bentuknya. Empat,
masyarakat harus terbebas dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Untuk
itu, syariat (aturan) berbangsa dan bernegara wajib total ditegakkan.
Sesuai dengan tujuan puasa secara implisit
adalah harmonisasi tiga arah. Harmoni anak dengan orang tua, harmoni istri
dengan suami, harmoni sesama. Justru, perkenan ibadah puasa terletak pada nilai
luhur yang tidak sebatas menahan makan, minum dan bersetubuh. Perbuatan yang
terlarang dari terbit fajar sampai terbenam matahari (sepanjang siang).
Titik himpun beragama, jamak dari ibadah
formal (vertikal) yang diterima Tuhan, justru berangkat dari ketulusan niat.
Niat hati orang-orang yang beriman lebih mulia dan lebih utama daripada
amalnya. Sekarang, bagaimana tugas (misi) setiap orang sanggup membuat arena
dunia sebagai wadah tolong-menolong. Telah Dia wartakan dalam kitab suci:
"Bertolongan diperintah dalam kebaikan dan takwa. Bertolongan dilarang dalam dosa dan
permusuhan. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah, maha keras hukuman."
(Almaidah:3). Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar