KIAT SUKSES MERAIH LAILATUL-QADAR
KIAT SUKSES
MERAIH LAILATUL-QADAR
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
MEMASUKI putaran ketiga terakhir Ramadan, mulai malam ke-21 Ramadan sampai
akhir, merupakan potensi malam yang dijanjikan Allah SWT turun lailatul-qadar. Lailatul-qadar
bisa berupa keganjilan (absurditas) yang akan memberi tanda diluarkebiasaan
dari sifat hukum alam semesta. Tentang mukjizat, bila menyangkut para nabi
(utusan) Tuhan. Khusus untuk umat nabi Muhammad SAW, hadiah terbesar untuk
mereka adalah Alquran yang diturunkan pada malam Alqadar.
Banyak hadis yang membicarakan malam kudus Alqadar dengan ciri fisik alam
semesta. Keganjilan yang tidak biasa, sangat tampak didalam sepuluh malam
terakhir dari Ramadan. Peristiwa keganjilan tersebut, terjadi pada malam ganjil
Ramadan. Konfirmasi tanggal adalah malam
ke-21 Ramadan, 23, 25, 27, 29.
Senyawa antara langit dan bumi, karena Tuhan alam semesta ini satu, Tuhan
langit dan bumi. Artinya, memaha-sucikan Tuhan adalah sejalan dengan napas (roh)
yang tertuju untuk memuji kepada Tuhan pemelihara alam semesta(rabbul 'alamin).
Sebab, selesai taraweh dan witir kita
disuruh bukan istighfar, namun tasbih. Tasbih yang selalu diucapkan oleh para
malaikat dan roh. "Subhanal malikul quddus. Subbuh, quddus, rabbuna wa
rabbul malaikatu war-ruh." Artinya, terpuji sang maha raja, sang maha
suci. Terpuji, tersuci, Tuhan kami dan Tuhan para malaikat dan roh.
Malam kemuliaan Alqadar adalah malam pemilihan anugerah rahmat, ampunan dan
pembebasan dari semua murka Tuhan. Dia menghendaki, untuk memilih (mujtaba)
hamba-hambaNya. Dia menghendaki untuk memberi hidayah (muhtada) kepada
hamba-Nya. "Dan sesungguhnya ketika kami mendengar petunjuk (Alquran),
kami beriman kepadanya. Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka tidak perlu
dia takut merugi, dan tidak takut berdosa." (Aljin:13).
Spektakuler, Alqadar, malam kemuliaan telah meretas pagar-pagar sekuritas
langit. Alqadar, turun malaikat dan roh ke bumi atas perintah Tuhan. Untuk
mengurus semua urusan. Keselamatan, sampai terbit fajar (baca Alqadar). Sejak
Rasulullah Muhammad SAW dilahirkan, langit dijaga dengan penjagaan ketat oleh
malaikat dengan panah-panah api, bagi jin (syaitan) yang berani melintas.
Musnahlah mereka, bila berani mengintip pembicaraan langit. Telah Allah SWT
tulis dalam firman: "Dan sesungguhnya kami (jin) telah mencoba mengetahui
rahasia langit. Kami mendapatinya, penuh
dengan penjagaan yang ketat dan panah-panah api." (Aljin:8). Sehingga
orang-orang yang bersahabat dengan jin (dukun), tidak lagi memiliki peluang
akses jalan menuju langit.
Setiap hari malaikat melakukan perjalanan dari langit ke bumi, dan dari
bumi ke langit sesuai tugasnya. Tugas Jibril, Mikail, Izrail, Munkar, Nakir,
Raqib, Atit. Tugas penyampaian ilham dan ilmu. Tugas membagikan rezeki. Tugas
pencacatan, pencabutan nyawa, dan penanya di alam kubur. Lima puluh ribu tahun
dalam perhitungan manusia, setara dengan sekali perjalanan malaikat dari langit
ke bumi dan dari bumi ke langit. "Para malaikat dan Jibril naik
(menghadap) Tuhan dalam sehari, setara dengan lima puluh ribu tahun."
(Alma'arij:4).
Lailatul-qadar telah jamak menjadikan manusia berubah lebih baik.
Lailatul-qadar, umpama embun lembut yang menetes menjelang fajar, sanggup
membuat cekung batu yang keras. Ibarat gurita kekayaan hingga harta pusaka yang
dirampas dengan cara mencampur-adukkan halal-haram. Lailatul-qadar sanggup
menjadikan hamba sederhana, halal dan qana'ah. Qana'ah bermakna sikap hidup
yang merasa cukup terhadap pemberian Tuhan, tanpa marah, tanpa komentar. Lailatul-qadar,
mampu merubah manusia tamak menjelma menjadi manusia baru dengan kesyukuran
yang dalam. Lailatul-qadar, mampu merubah manusia yang putus asa dari
kasih-sayang Tuhan. Lalu, bangkit terlahir kembali menjadi manusia sabar,
optimis, berdedikasi, terpuji. Dengan kata lain, lailatul-qadar adalah kelas
dan ruang belajar bagi tumbuh-kembang tunas baru. Mekar dan menjadi buah yang
ranum dan enak rasanya. Maksudnya, pembelajaran lailatul-qadar merupakan
capaian tertinggi di kelas ketuhanan. Perubahan ke arah yang lebih baik adalah
ciri seseorang yang telah meraih malam
penganugerahan kemuliaan. Keselamatan (salam) sampai terbit fajar. Menyingsing
terbit fajar kematian dengan kebahagiaan. Sekaligus menyongsong kehidupan baru
di akhirat dengan damai, aman, selamat, sejahtera, sentosa (bisalamin aminin).
Memasuki surga Firdaus tanpa hisab (perhitungan), dan tanpa 'iqab
(penghukuman). Perubahan terbesar dalam hidup di dunia, menciri hikmah
lailatul-qadar. Perubahan dahsyat, dari siklus ke siklus. Bertujuan mobilisasi,
dari sesat (dhalalah) menuju petunjuk (hidayah). Dari kufur kepada syukur, dari
marah kepada ramah. Berbahagia hamba, saat takdir telah berubah, dari adzab
kepada rahmat.
Jangan sebaliknya, dari rahmat kepada adzab (siksa). Celakalah, seseorang
yang awalnya baik, namun berakhir dengan keburukan (bisu'il khatimah).
Beruntunglah, seseorang yang awalnya buruk. Tetapi, Allah tarik tangan hamba
untuk mendekat kepada kasih-Nya, merasakan peluk-cium dari-Nya. The end,
berakhir dengan kebaikan (bihusnil-khatimah). Idealnya, baik di awal, baik di
akhir. Terbit cahaya di permulaan (lahir), terbit cahaya di penghabisan
(wafat). Bercahaya di hulu, bercahaya di hilir (asyraqat bidayatuhu-asyraqat
nihayatuhu). Sebuah penjagaan total dari Allah yang maha memelihara.
Raihlah malam kesucian dengan kesucian tauhid. Tauhid yang semata untuk
sang esa. Esa dalam ibadah, esa dalam nama, esa dalam sifat-Nya. Gapailah
kemulian Alqadar dengan mengedepankan akhlak mulia dan adab terpuji. Potensi
yang sangat berpeluang untuk meraih malam anugerah itu. Inilah mereka yang
tulus, ikhlas, ihsan (murni) dalam mentauhidkan (mengesakan) Allahul-ahad.
Kemudian, mereka yang sangat khidmat, berbakti kepada kedua orang tuanya
(birrul-walidain). Lalu, mereka yang berhati rendah (tawadhu'), mereka yang
tidak berhati tinggi (takabbur). Terus, mereka yang meneruskan apa-apa yang
disuruh Allah untuk disambung (salat, selawat, silaturahim). Empat poin dasar
yang wajib dimiliki oleh calon peraih hadiah kemuliaan (noble) langsung dari
Tuhan.
Adapun empat perintang (hijab), selamanya tidak akan pernah disapa, meski
tempias lailatul-qadar. Paradoksal (mafhum-mukhalafah) dari empat item tadi.
Tauhid vs syirik, birrul-walidain vs 'uququl walidain, tawadhu' vs takabbur,
silaturrahim vs qathiurrahim. Terjemahan pertama, hamba yang mengesakan (mentauhidkan) Allah, sangat berpeluang besar
mencapai kehormatan dunia dan akhirat dari Tuhan Allah SWT. Mereka yang syirik
(menggadakan), menyembah banyak kuasa, banyak Tuhan. Musyrik tidak akan pernah
merasakan ketenangan hati di malam nan suci, malam yang damai mendawai
kasih-Nya.
Terjemahan kedua, anak yang sangat berbakti kepada keduanya, tidak pernah
membantah. Malah menggantungkan sayang, kasih, cinta, perhatian (pro aktif)
kepada ayahnda dan bunda, seumur hidup. Lantas, berkhidmat sampai keduanya
wafat (birrul-walidain), berlaku ihsan. Niscaya meraih malam anugerah rahmat
Tuhan, ampunan, pembebasan dari siksa neraka, meraih surga serta menatap
wajah-Nya yang agung secara langsung, tanpa pembatas. Sebaliknya, anak yang
durhaka kepada keduanya ('uququl-walidain), kedurhakaan menjadi penghalang
terbesar untuk memperoleh lailatul-qadar. Karena, keberkahan dan keridaan
Allah, tergantung kepada keridaan kedua orang tua. Murka Allah, tergantung
kepada kemurkaan keduanya. Malam yang diberkahi, tentu bisa diraih dengan
keridaan ayahnda dan bunda. Artinya, malam kemuliaan lulus, karena ketaatan
yang tulus. Malam kemuliaan terhalang, karena kedurhakaan menghadang.
Terjemahan ketiga, orang-orang yang rendah hati (mutawadhi'in) lebih mudah
mendapat karunia malam kemuliaan. Daripada orang-orang yang sombong
(mutakabbirin). Hadis Qudsi menyatakan: "Kesombongan adalah
selendang-Ku" (Alkibriya' rida-iy). Barangsiapa yang menyandang
selendang-Ku, akan Aku lempar mereka ke neraka. Selendang Allah adalah Aljalal
(keagungan), Aljamal (keindahan), Alkamal (kesempurnaan), Alqahhar
(keperkasaan), dan sifat-sifat kebesaran lainnya.
Terjemahan keempat, mereka yang menyambung kasih sayang, niscaya menggapai
derajat yang lebih baik daripada seribu bulan (kurang lebih 82 tahun). Istilah
lebih baik daripada seribu bulan (khairun min alfi syahr), menunjukkan bahwa
Allah menyediakan pahala yang banyak
dibanding amal hamba yang sedikit. Sambungan kasih (Arab: shilah) kepada Allah
SWT dinamai salat. Lalu, sambungan kasih kepada Nabi Muhammad SAW dinamai
selawat. Sambungan kasih kepada sesama disebut silaturahim. Hubungkan ketiga
saluran kasih ini, niscaya sambungan malam kasih akan hadir sebagai tamu agung
Ramadan. Sebaliknya, siapa yang memutuskan hubungan kasih. Pasti, tidak akan
tersambung dengan radar lailatul-qadar. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar