MEMAHAMI HAKIKAT ALQURAN
MEMAHAMI HAKIKAT ALQURAN
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Alquran menyatakan, hamba rabbani menyadari
betul posisinya sebagai hamba Tuhan yang menerima keputusan untuk dirinya.
Keputusan dalam perintah (amar) dan keputusan dalam larangan (nahi).
Bersekeyakinan, apapun yang diperintah Tuhan, pasti mengandung kebaikan. Dan
didalam larangan-Nya, niscaya mengandung kebaikan pula. Maksudnya, hikmah dalam
semua perbuatan Tuhan (af'alullah). Mendapat nikmat adalah kebaikan, menuntut
hati untuk bersyukur. Mendapat bala' adalah kebaikan, menuntut hati agar
bersabar. Mendapat taat adalah kebaikan, menuntut hati untuk tawadhu'. Mendapat
maksiat adalah kebaikan, menuntut hati guna bertaubat. Intinya, alhamdulillahi
'ala kulli hal (segala puji hanya untuk Allah, dalam semua keadaan).
Bagi para murid, hikmah perbuatan Tuhan selalu
tampak diakhir atau dibelakang dari peristiwa. Sedang bagi para mursyid, hikmah
selalu datang diawal dan didepan. Bahkan, hikmah (limpahan kebaikan yang
banyak) telah terbit sebelum peristiwa dan pelaku hadir. Sebab, mursyid kamil
billah tidak memandang kepada isyarat yang datang, dan isyarat yang pulang.
Takluk dalam ketergantungannya dengan Allah (ta'alluq billah) telah total,
sempurna bersama Allah (tamam ma'allah).
Malah, tanpa kisah, mursyid kamil billah telah
menuju Allah SWT tanpa kendaraan (media). Terkadang media kisah menjadi
penghalang untuk melintas batas wilayah Ramadan. Ketahuilah, bahwa ayat adalah
simbol (sinyal) ketuhanan. Namun, bukan Tuhan yang sebenarnya. Ayat sebagai
simbol mengantarkan kepada Tuhan yang sejati, sejati Tuhan.
Untuk memudahkan pemahaman, kitab suci Alquran
ada dua. Pertama, Alquran yang asli terdapat di alam qadim kalamullah SWT.
Tidak pernah diturunkan, tetapi dicampakkan ke dalam hati orang-orang yang
ditunjuki (muhtad), lagi dicintai-Nya (mahbub). Pola Alquran kalamullah qadim,
tidak pernah diturunkan ke dunia. Karena tidak bersuara, tidak berirama, sampai
tidak mampu dikoreksi serta tidak sanggup disanggah. Sebab, kalam qadim
suci-Nya sangat suci. Sehingga, bukan berbentuk teks (non teks). Alquran yang
tidak bernaskah, bukan tulisan, bukan pula dokumen. Dua, kitab suci Alquran
yang diturunkan dari lauh-mahfudz (gudang ilmu) ke baitul-'izzah (langit
dunia). Lalu, diturunkan (tanazzul) dari langit dunia ke muka bumi. Diturunkan
secara berangsur-angsur, selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari. Dalam rentang masa
Mekah (Makkiyah) dan Madinah (Madaniyah).
Realitanya, Alquran yang termodifikasi inilah, sebagai cahaya (nur),
spirit kehilangan rohani (ruh), regulasi (dustur), pedoman (huda), pembeda
(furqan). Dan fungsi lain seperti peringatan (dzikir), penjelasan (bayan),
keterangan (burhan), kebenaran (haq). Alquran yang kedua inilah yang
menyejarah. Hasil dari rasam Utsmani, sahabat Rasulullah SAW dan khalifah
ketiga ar-rasyidun al-mahdiyyun. Berabad-abad tercetak kesemua bahasa dunia.
Bila hari ini, ada yang merusak, membakar mushaf Alquran. Ketahuilah, tidaklah
rusak dan tidaklah terbakar kitab suci Alquran yang ada di hati kaum beriman.
Anugerah kalam qadim-qudusNya yang tersimpan rapi lagi terjaga (baca Alhijir:9).
Makna ayat "Allah, tidak ada Tuhan
kecuali Dia yang maha hidup dan berdiri sendiri, Dia tidak mengantuk dan tidak
tidur." (Albaqarah:255). Mengindikasikan Dia tidak memerlukan penjelasan
tentang diriNya yang sempurna. Kecuali, manusia yang memerlukan penjelasan
tentang Dia, apapun. Termasuk kehadiran para nabi yang diutus, dan keterbukaan
isi kitab suci yang diturunkan. Sehingga, tidak ada lagi satupun saingan
bagi-Nya. Dan, tidak ada tandingan untuk-Nya, apapun dan siapapun, kapan dan
dimanapun, corak dan bentuknya.
Alquran dari dalam diri, sedang berbicara
kepada diri, termasuk ketika Alquran berbicara tentang hari kiamat. Hakikatnya,
dia berbicara kepada dirinya sendiri (manusia). Maksudnya, Alquran merupakan
potensi yang sudah terdapat pada setiap diri. Konsep ini yang selanjutnya
dikenali sebagai fitrah (suci). Fitrah (suci) bukan dipahami sebagai sosok yang
di luar. Namun, lebih dipahami sebagai simbol yang berkriteria bersih, baik,
benar, indah. Bila keempat komponen ini terpenuhi, boleh disebut fitrah. Maka,
jika ingin selamat, tanyakan kepada masing-masing kitab diri (nafsi-nafsi).
Sudah sesuai dengan fitrah (kesucian) atau belum? Kitab suci mempernyatakan:
"Sungguh, sangat beruntung orang yang menyucikan jiwa (rohani) nya. Dan
sungguh merugi orang yang mengotorinya." (Asy-Syams:9-10).
Kesadaran pertanggungjawaban berbasis personal
sejak dulu telah dibangun oleh kitab suci Alquran. Tuntas, dia menjelaskan
setiap orang bertanggungjawab terhadap amalnya, bukan bertanggungjawab terhadap
amal orang lain. Makna lain, bahwa tiap-tiap individu memiliki kehidupan
sendiri, kematian sendiri, kiamat sendiri, kubur sendiri, mahsyar sendiri,
sampai kepada surga dan neraka sendiri. Semua layar lebar yang dipertontonkan
adalah tentang diri sendiri. Bukan tentang orang lain. Disini, perlu
dibangkitkan kesadaran personal. Bahwa, sebab person yang berbuat, person pula
yang menanggung akibat. Firman Tuhan yang mulia: "Jika kamu berbuat
baik, kebaikan akan kembali kepada dirimu
secara person. Dan jika kamu berbuat jahat, maka balasan untuk-mu."
(Al-Isra':7).
Dengan kata lain, manusia adalah kreasi Tuhan
yang maha tinggi (ahsani taqwim). Terbukti, unsur malaikat, jin, surga, neraka,
dan utusan yang memberi peringatan selalu hadir pada setiap pribadi. Ternyata,
setiap kebaktian yang dibuat manusia, pasti disadarinya. Dan setiap
kedurhakaan, pasti disadari. Artinya, hati yang paling dalam, telah menjadi
hakim tinggi bagi setiap orang. Dalam studi tasawuf, hakim tinggi itulah
Alquran yang terdapat pada setiap orang. Dia berfungsi sebagai hujjah (argumen)
dihadapan Tuhan. Lalu, Alquran juga sebagai dalil, cahaya (nur), pemimpin
(imam), kasih sayang (rahmah), penolong (syafi'), petunjuk (huda). Karena
kelengkapan perangkat kerja inilah, sehingga Tuhan menunjuk (melantik) setiap
manusia menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah, sebuah anugerah berpangkat
kemuliaan sekaligus tantangan.
Potensi khalifah berdasarkan atas kebebasan
bertindak dan kemerdekaan berbuat. Dua dasar (regulasi) ini yang jarang dipakai
manusia. Sehingga banyak fungsi kekhalifahan (kepemimpinan) yang diwenangkan
Tuhan, namun tidak diambil-alih secara maksimal. Kebebasan dan kemerdekaan,
tidak diberikan kepada semua makhluk, hatta malaikat sekalipun. Kebebasan dan
kemerdekaan bertindak hanya diberikan Tuhan kepada manusia. Sebab, manusia yang
mengatur alam, memimpin dan memerintah. Dikarenakan potensi Alquran terdapat
pada setiap manusia. Sehingga, dalam menjalankan fungsi kepemimpinan
(kekhalifahan), manusia lebih kuat daripada gunung. Lebih dalam daripada laut,
lebih tinggi daripada bintang. Lebih lebar daripada daratan. Dengan catatan,
selama manusia sanggup memerankan sesuai porsi kebebasan dan kemerdekaan dari
Tuhan. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar