PARA FINALIS RAMADAN
PARA FINALIS RAMADAN
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Memasuki putaran ketiga Ramadan, sepuluh hari
terakhir, mulai malam 21 Ramadan terdapat karunia batin kebahagiaan. Putaran
(fase ketiga) ini disebut masa "itqum-minan-nar" (bebas dari siksa
api neraka). Setelah dua fase dilewati, rahmah (kasih sayang), dan maghfirah
(ampunan) Allah Jalla wa 'Ala. Jika pembebasan (kemerdekaan) dari neraka adalah
tujuan, dan masuk surga adalah rahmat Allah SWT. Lalu, apa syarat terbebas dari
api neraka, dan terlulus masuk ke passing grade surga?
Dengan bahasa indah yang sangat sopan dan
lemah lembut. Syarat tersebut sudah Tuhan simpul dengan doa dari-Nya.
Membuktikan kehalusan budi pekerti Tuhan (Al-lathif), dan kesantunan
adab-adab-Nya (Al-halim). Redaksinya, dengan puasa, mudahan kamu bertakwa.
Dengan Alquran, mudahan kamu bersyukur. Dengan doa, mudahan mereka terbimbing.
Takwa, syukur, bimbingan merupakan saluran menuju keselamatan dunia dan
akhirat. Tuhan menginginkan takwa tumbuh dari kebenaran takwa, bukan takwa
rekayasa. Bukan takwa robotika. Amal pemantiknya adalah puasa yang benar. Bukan
pembenaran ego puasa. Untuk itu, Tuhan bungkus rapi dengan tiga paket hadiah
Idulfitri.
Satu, "la'allakum tattaqun." Semoga
kamu bertakwa.
Takwa, takwa ialah hadiah tertinggi dalam capaian
hasil puasa Ramadan (baca Albaqarah:183). Bertakwa adalah mengimani Allah dan
senantiasa merasakan kehadiran-Nya. Tuhan dalam keghaiban. Dalam keghaiban
itulah, mukmin beriman. Sering dalam keghaiban itu pulalah, seseorang berbuat
durhaka kepada-Nya. Finalis Ramadan berlencana hati untuk menuhankan Allah di
segala zaman. Buktinya, pembentukan kewajiban puasa adalah kesadaran masa
lampau, sekarang, dan kesadaran masa depan (akhirat).
Pengertian takwa dalam rangka menunai semua
perintah, dan menjauhi larangan, saat sendiri dan saat kumpul. Sejalan dengan
sifat puasa sebagai ibadah rahasia (sirriyyah). Dampak takwa seperti tidak
berzina, meski pasangan tidak tahu. Setia terhadap janji (akad) pernikahan
untuk memberi dan menerima kehalalan. Siapa yang mencari kesenangan syahwat di
luar itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Menjaga kesakralan
(kesucian) akad nikah, meski dibelakang pasangan. Tidak "main sana-sini,
tidak nyecar sana-sini," bagian dari takwa.
Ramadan mengantar kepada finalis takwa.
Pascaramadan menjadikan seseorang pemenang takwa atau takwa yang sebenarnya.
Dengan kata lain, dari "la'allakum tattaqun" (mudahan kamu bertakwa),
kepada menjadi "al-muttaqun" (orang-orang yang takwa). Takwa adalah
akumulasi seluruh nilai taat, tidak sebatas salat dan puasa (baca:
Albaqarah:177).
Takwa juga diperluas makna dalam arti cerdas
rohani (ladunni). Sebab, siapa yang takwa, pasti Allah SWT ajarkan ilmu, yang
tidak mereka pahami. Basis ketakwaan
adalah kecerdasan, basis kedurhakaan adalah kebodohan.
Dua, "la'allakum tasykurun" (semoga
kamu menjadi orang-orang yang bersyukur).
Indikator syukur adalah bersyukur
(berterimakasih) kepada manusia, mencirikan bersyukur kepada Allah SWT.
Sebaliknya, "mallam yasykur lin-nas, lam yasykur lillah" (siapa yang
tidak berterimakasih kepada manusia, tanda tidak berterimakasih kepada Allah).
Indikator lain, mensyukuri bermakna meyakini
rasa terimakasih datang dari Allah dan kembali kepada-Nya. Atau dengan kata
lain, nikmat datang dari Allah dan nikmat kembali kepada Allah. Dalam arena
kehidupan dan kematian (innalillahi wa inna ilaihi raji'un).
Makna terdalam dari kesyukuran terhadap
Ramadan dan Alquran, sangat memungkinkan seseorang berdialog dengan Alquran.
Dimampukan berdialog dengan Alquran sama artinya berdialog kepada Allah SWT.
Namun, bukan seperti dialog Musa kepada Tuhan yang berhijab (berdinding).
Dialog hamba dengan Allah yang maha perkasa, tanpa perantara. Sebab, dialog
yang bermedan inti magnet di hati (fi qalbi jallallah). Lirik syair di bawah
ini, diharapkan guna jalan pemahaman dan penggapaian malam kemuliaan (Alqadar):
Hasbi rabbiy jallallah (cukuplah bagiku, Tuhanku yang
maha agung) ...
Mafi qalbi ghairullah (tidak ada di hatiku, kecuali
Allah) ...
Nur Muhammad shallallah (cahaya Muhammad ialah keselamatan
dari Allah) ...
Lailaha illallah (tiada Tuhan kecuali Allah) ...
Syair ini menjadi bukti ikatan simpul
beragama, Allah, Rasulullah, umat
Rasulullah SAW. Tiga siklus berputar tiada jeda, tiada istirahat. Lalu,
terbanglah si-hamba ke alam malakut dan jabarut (dimensi roh). Dari makna
"inna anzalnahu fi lailatil qadar" (sesungguhnya Kami menurunkan
Alquran pada malam kemuliaan). Perhatikan redaksi kata anzala, anzalnahu
(mudhari'), bereposisi "past tense, present tense, and future tens"
(dahulu, sekarang, akan datang). Kalau redaksi nazala (telah turun), berstatus
fi'il madhi (past tense). Artinya, tidak akan berulang lagi turunnya Alqadar
(Alqadar yang membawa Alquran). Terjadi hanya satu kali. Sedang Alqadar terjadi
berulang kali turun ke bumi (istimrariah), terlihat dari redaksi ayat:
anzalnahu, dan tanazzul (sangat sering turun). Jadi, Alquran (wahyu, ilham)
jangan dipahami dari luar diri umat Muhammad. Tetapi, Alquran dari dalam diri.
Tuhan bisa berkalam dengan suara dan tanpa suara. Tuhan dapat menjadikan
sesuatu dengan sebab atau tanpa sebab.
Tanazzalul malaikatu war ruhu, dapat diartikan
berulang kali turun para malaikat dan roh (Jibril). Fiha (didalamnya jamak
mengandung kebaikan yang banyak), bi-idzni rabbihim (dengan perkenan Tuhan
mereka), min kulli amrin, salam (untuk mengatur tiap-tiap urusan, penuh
keselamatan). Salamun hiya hatta mathla'il fajar (keselamatan untuk dia
kasih-sayang sampai terbit fajar). Distabio pada kata hiya (kata ganti
muannats, feminin). Lailatul-qadar mengindikasikan bahwa kata hiya (lawan huwa)
mengandung karakter keibuan (ummiyah, matternal) atau hubungan kasih sayang,
pemeliharaan, perhatian emosi ibu terhadap anaknya (maternal care).
Orang-orang yang sudah mendapatkan lailatul-qadar, ialah mereka yang dijaga Alquran (parenting kitab suci). Seiring kalimat (Alqadar ayat 1): "Sesungguhnya Kami yang menurunkan Alquran pada malam Alqadar" dengan kalimat (Alhijir ayat 9): "Sesungguhnya Kamilah yang selalu menurunkan Adz-dzikir (Alquran), dan sesungguhnya kewajiban Kami untuk benar-benar menjaganya (Alquran)." Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar