AL-FATIHAH PERJANJIAN AWAL
AL-FATIHAH PERJANJIAN AWAL
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Dinamika sosial sangat kentara dalam Alquran. Tidak
sebatas sifat orang-orang yang durhaka dibentang, tetapi juga watak jahat
mereka yang tidak mau berubah. Menentang Allah dengan cara menukar, mengganti
nikmat Allah (iman) dengan kekafiran. Di akhirat mereka berada di rumah siksa
yang mengerikan. Informasi ini diterima dari Alquran, surah Ibrahim ayat 28.
Ayat berikut: "Mereka membuat musuh-musuh untuk Allah, menyesatkan manusia
dari jalan-Nya. Katakan, nikmatilah yang
sebentar ini (dunia). Maka sesungguhnya, neraka (akhirat) tempat
kembalimu." (Sumber: Ibrahim ayat 30).
Semua peristiwa yang telah lalu, sedang, dan akan
datang, termaktub dalam surah Alfatihah sebanyak tujuh ayat yang dibaca
berulang-ulang (tsab'ul matsani). Diawali dengan ayat pertama, bismillah
(dengan nama Allah) yang memiliki sifat utama. Sifat rabbil 'alamin (mendidik dan
mengajar) alam semesta. Arrahman dan Arrahim. Maksudnya, Tuhan yang dominan
dalam kasih sayang.
Basmalah wajib dibaca. Bila tidak dibaca, tidak sah
salat seseorang, baik salat berjamaah maupun salat munfarid. Di masjid atau di
rumah. Imam besar sekalipun, kalau dia tidak membaca basmalah, salatnya pasti
ditolak. Meskipun hapal Alquran tiga puluh juz. "Mallam yabdau bismillah
fahuwa aqtha" (Siapa yang tidak mengawali perbuatan dengan bismillah, maka
dia tertolak dari rahmat Allah). Bismillah pembuka surah Alfatihah, Alfatihah
pembuka seluruh isi Alquran. Karena itu, jangan abaikan bismillah. Artinya,
meninggalkan membaca bismillah, sama dengan tidak membaca keseluruhan surah
Alfatihah, meskipun tertinggal satu ayat. Membaca bismillah, berarti telah
membuka surah Alfatihah dengan benar.
Ayat pertama, menciri bahwa dengan nama yang
dikenal, memperkenalkan nama (isim) Allah yang memuat dua sifat utama yang
berkarakter keibuan (feminin). Sifat kasih dan sayang. Kenyataan, secara
langsung yang mengajarkan teori, dan mencontohkan praktik kasih dan sayang
Allah adalah utusan pilihan-Nya, sifat Muhammad Rasul Allah (baca: Attaubah
ayat 128). Menyibak bismillah, barulah terbit ayat kedua. Ayat kedua yang
memuat pujian dengan nama yang dikenal, tersebutlah Allah sebagai Rab (Tuhan).
Fungsi Rab itu sendiri artinya Tuhan yang mendidik (mahaguru), Tuhan yang
mengatur, menjaga, memelihara, menguasai, dan sifat-sifat keguruan lainnya
terhadap alam semesta. Guna berjalan selaras, serasi dan seimbang. Tabiat alam
semesta akan damai, dengan catatan terpelihara, teratur, terdidik secara laras,
rasi dan imbang. Bila tidak, air laut mengamuk, daratan longsor, langit pecah, dan
gunung berantakan.
Ternyata, untuk bisa mendidik alam semesta agar
langgeng untuk waktu yang lama, perlu kelembutan, kekasih-sayangan. Sebab,
pendidikan berbasis kasih sayang bertumpu di hati. Mendidik dengan keras juga
berhasil, namun efek (pengaruh) pendidikan tersebut tidak lama. Sebab,
pendidikan fisik akan menyisakan luka di hati dalam waktu yang lama. Dengan
istilah lain, pendidikan yang keras, hasilnya pas atau pas-pasan saja.
Pendidikan yang cerdas, hasilnya luas. Pendidikan yang ikhlas, hasilnya tidak
terbatas. Nabi Muhammad SAW adalah guru yang ikhlas, selalu membacakan,
mengajarkan, dan menyucikan jiwa (baca: Aljumuah ayat 2). Dampak perubahan dari
pendidikan yang beliau usung, sampai di area penghakiman mahsyar dan surga
Aden. Parenting terbaik sepanjang sejarah umat manusia, keadaban, peradaban,
dunia dan akhirat.
Ayat ketiga, Arrahmanirrahim, (Allah) yang bersifat
maha pengasih maha penyayang.
Pengulangan ini, bukan karena kebetulan. Tetapi, sengaja secara khusus
dibuat Tuhan sebagai penguatan. Bahwa, sifat kasih wajib diarus-utamakan, sifat
sayang harus diwujudkan. Penguatan dalam arti perintah mengaplikasikan kasih
dan sayang secara aktual. Penguatan dalam arti larangan bersikap pelit
(bakhil), dan larangan bersikap semena-mena (zalim).
Berbasis kasih sayang penting. Taat berbasis kasih
sayang, maksiat juga mesti berbasis kasih sayang. Jangan sampai si-taat
kehilangan kasih sayang. Justru taat yang kehilangan kasih sayang dapat menjadi
hijab terhadap Arrahmanirrahim.
Sebaliknya, si-maksiat yang berbasis berkasih sayang, dapat menjadi
futuh (pembuka) tirai-tirai ketuhanan yang lembut, Arrahmanirrahim.
Ayat empat, maliki yaumid-din (raja pada hari
agama). Sang Raja yang berkuasa penuh pada hari agama (kiamat). Hari kiamat
saat Dia sang Raja mencabut semua kerajaan yang pernah Dia berikan. Hari kiamat
ketika Dia sang hebat telah mengambil kembali kehebatan yang pernah Dia berikan
kepada raja-raja dunia dahulu. Lumpuh, lunglai, lemah, susah, payah raja-raja
dunia, tatkala maliki yaumid-din menampilkan kekuasaan-Nya. Disebut yaumid-din
yang artinya hari agama adalah hukum agama pada hari itu, sangat dijunjung.
Bila di dunia, agama sering diabaikan. Hari agama ini, agama bisa menjadi hakim
dan saksi untuk merekomendasikan seseorang ke surga, atau ke neraka. Posisi
agama sangat sentral dan urgen. Penyesalan terbesar bagi orang-orang yang
berbuat jahat, aniaya, penipu, pelacur, pelakor, ketika agama ditegakkan pada
harinya kelak. Tanpa bisa mengelak dan menghindar. Hari agama yang tidak ada
lagi transaksi proyek, dagang, kompromi, jual-beli. Hari agama yang tidak
terdapat lagi sahabat setia (la bayi' wala khilal).
Penegakkan hukum agama secara jujur dan adil
merupakan citra hari kiamat. Hari kiamat juga merupakan hari pemisahan antara
yang baik dan buruk. "Hai
orang-orang kafir, berpisahlah kamu pada hari ini. Sungguh hari ini akan
membalasi apa-apa yang kamu kerjakan." (Attahrim:7). Tegas lagi, saat
Allah mengumumkan: "Berpisahlah kamu pada hari ini, wahai orang-orang yang
berbuat jahat." (Yasin:59). Di akhirat, keterpisahan karena amal, dan
perjumpaan karena amal. Bukan karena keturunan (nasab). Bukan karena jaringan
bisnis dan profesi. Bukan sebab hubungan kesamaan hobi dan habitat.
Ayat lima, iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in. Hanya
kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. Sangat
unik, pemilihan kata iyyaka, hanya kepada-Mu. Maksudnya, tidak dengan yang
lain, saat memberi sesembahan dan saat meminta pertolongan. Unik juga, kata
kata na'budu (kami menyembah), nasta'in (kami memohon pertolongan). Meski salat
sendirian (singular), kata kami tetap digunakan yang menunjukkan aku bagian
dari aku-aku yang banyak (plural). Isyarat ilmiah Alquran, bahwa kekuatan
berjamaah sanggup merobohkan dinding Bizantium dan Persia. Lalu memasuki seluruh
wilayah Arab, benua Afrika, Asia, Amerika, Eropa, Australia dan Antartika.
Ideal Alquran tentang komunitas beriman tetap
terpelihara, walaupun salat sendiri (munfarid). Secara hakikat, salat dengan
menyatakan kami, telah menanda sejiwa, senapas dengan jiwa dan napas alam
semesta. Sejalan, selaras, serasi, seimbang dalam alunan kata yang sama,
membuat kita saling mengerti dan memahami.
Ayat enam, ihdinash-shirathal mustaqim. Bimbing kami
ke jalan yang lurus. Maknanya, jalan lepaskan aku sendiri menjalani hidup.
Bimbing kami dalam menghadapi kerasnya kehidupan. Bimbing kami mengurai benang
kusut kehidupan, yang kami tidak mengerti. Jangan kami dijebak oleh orang-orang
zalim yang merusak kesehatan, dengan alasan imunisasi. Jauhkan kami dari
jebakan pendidikan palsu, sehingga menghilangkan PAI (Pendidikan Agama Islam)
kami. Merusak tatanan ekonomi negeri, karena sistem riba dan gurita ekonomi.
Pacundang politik, dan kejahatan sosial. Ayat enam ini, termasuk dalam tema
hidayah materi Aqidah/Tasawuf. Uraiannya terdapat pada seluruh surah dalam
Alquran dengan 30 juz, 114 surah.
Ayat tujuh, shirathalladzina an 'amta 'alaihim,
ghairil maghdhubi 'alaihim waladh-dhallin. Jalan orang-orang yang mendapat
nikmat dari-Mu. Bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai, dan tidak jalan
orang-orang yang sesat. Ayat ini, termasuk dalam kelompok ayat-ayat sejarah.
Penjelasan terhadap materi kesejarahan dan nilainya, terdapat di semua isi juz
dalam Alquran. Pantas, lebih dari separuh isi Alquran berbicara tentang
sejarah, tokoh, peristiwa, alur, nilai dan pelajaran yang dapat dituai.
Tujuannya, agar umat Nabi Muhammad SAW tidak
terjebak dengan permainan oleh pemain dunia. Dengan cara menyontoh orang-orang
yang mendapat nikmat rahmat dari-Mu. Dikalangan para nabi, orang-orang yang
jujur dalam kesaksian dan kesalehan. Mereka sebaik-baik teman dari dunia sampai
akhirat. Mereka ahli kebaikan, ahli Alquran dan sunnah, ahli ibadah, ahli ilmu,
ahli makrifat, dan mereka penghuni surga. Berita kehidupan para nabi dan kaum
salihun telah dijelaskan dalam banyak ayat dalam wahyu suci Alquran. Bagaimana
peta hidup mereka dan akhir kesudahan berupa kemenangan dan kejayaan. Mereka
proyek percontohan terbaik dan terbesar dalam menempuh kehidupan yang unggul
dan anggun. Ayat tujuh berisi sebagai etape kisah pertama, Nabi Muhammad SAW
dan umat Islam. Etape kisah kedua, kaum Yahudi sebagai umat Nabi Musa bin
Imran. Etape kisah ketiga, kaum Nasrani sebagai umat Nabi Isa putera Maryam.
Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar