HALAL BI HALAL MERAJUT SILATURAHMI ERATKAN HATI
HALAL BI HALAL MERAJUT SILATURAHMI ERATKAN HATI
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
MESKI agenda halal bi halal merupakan tradisi
nasional bangsa Indonesia, namun sanggup menjalin kebersamaan, kesetaraan
(egaliter) yang melintas batas. Seperti halal bi halal yang diibaratkan inti
medan magnet yang menarik besi sehingga berani bergerak. Umpama kumparan magnet
yang memanggil semua manusia (ya ayyuhannas). Memanggil manusia yang mengenal
agama (theis), sampai kepada manusia
yang tidak beragama (atheis).
Urgensi halal bi halal perlu memandang diri, diri
orang lain dan diri keadaan dengan kacamata putih. Jangan menerima diri orang
lain dengan syarat dan ketentuan. Bukankah syarat dan ketentuan tidak berlaku
saat berhalal bi halal. Kecuali hanya akan menyisakan hubungan yang retak,
terlebih bila adagium yang digunakan berlabel agama, seperti ahli bid'ah,
kafir, ahli neraka, dan sifat buruk lainnya. Sifat buruk yang melekat pada
seseorang seperti Fir'aun atau Qarun.
Maksudnya, halal bi halal tidak mempersyaratkan
apa-apa, kecuali hubungan kasih-sayang tulus. Persahabatan murni tanpa tendensi
kepentingan duniawi. Tujuan agenda rutin halal bi halal adalah merajut benang
silaturahmi sehingga menjadi alunan benang yang tersusun rapi menjadi kain.
Halal bi halal juga mengeratkan hati yang renggang. Merapatkan hati yang
jarang. Jelas, silaturahmi ibarat mencairkan yang beku, mengurai yang kusut,
menyambung yang putus. Lebih dari itu, hakikat silaturahmi adalah menyambung
kasih sayang kepada orang yang memutuskannya, memberi ampun dan maaf kepada
orang yang memusuhinya, dan mencintai musuhnya seperti mencintai sahabat
setianya (ka annahu waliyyun hamim).
Tema halal bi halal berkaitan erat dengan
hablumminannas (hubungan sesama manusia). Teorinya, hubungan ini bersifat
kesetaraan secara esensial (equality). Praktiknya, tetap menghormati yang lebih
tua, menghargai yang sebaya, menyayangi yang lebih muda. Menskala-prioritaskan
ibu hamil, manula, dan orang-orang yang berkebutuhan khusus (disabilitas).
Aturan sosial (social order) telah Tuhan sebutkan
dalam banyak ayat. Rambu-rambu umum, mulai dari hubungan internasional,
multilateral, bilateral. Perdamaian lingkup regional, nasional, lokal.
Kejahatan kemanusiaan sampai hukum perang internasional. Tertulis dalam surah
Alhujurat ayat 9-13. Nilai universalitas yang dikandungnya tentang larangan
menyalahi perjanjian damai ketika genjatan senjata. Perintah berlaku adil dan
setimbang. Mengupayakan persaudaraan dan larangan menghina ras atau golongan.
Terlebih jika bermotif agama, seperti menuduh orang lain berbuat fasik (dosa besar).
Larangan berburuk sangka, gosip, dan suruhan bertakwa kepada Allah SWT.
Finalti nilai kemanusiaan (humanitarian) dan
peradaban Islam global, tertulis pada dokumen (naskah) suci, ayat 13 surah
Alhujurat: "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari
jenis laki-laki dan perempuan. Menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku, supaya mereka saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal." Seruan wahai
manusia telah menegaskan, ayat ini berskala internasional. Pendidikan
internasional, ekonomi internasional, kesehatan internasional yang
melintas-batas teritorial, menembus sekat etnis, suku, bangsa, bahasa dan
agama. Kesamaan platform ini, karena basis kemanusiaan adalah sama, lewat
perjanjian primordial atau kesaksian awal di alam roh. Isi perjanjian
primordial berbunyi: "Dan Tuhan kamu, adalah Tuhan yang satu" (wa
ilahukum ilahuwwahid), "dan umat
kamu ialah umat yang satu (wa ummatukum ummatawwahidah). " Dan Aku adalah
Tuhanmu, dan kepadaKu lah kamu semua menyembah." (wa ana rabbukum
fa'budun).
Bila agama internasional (Islam) telah mempermaklumkan kesamaan
kemanusiaan dan ketuhanan, mengapa konflik Palestina-Israel berkepanjangan,
seakan dipelihara. Buktinya, sudah ratusan tahun konflik Timur-Tengah, sampai
hari ini belum usai, malah area konflik semakin meluas. Ternyata, agama tidak
bekerja pada satu variabel. Namun, bekerja pada multi variabel, multi faktor
dan banyak kepentingan. Kasus yang sama terjadi pada covid-19. Dampaknya, dunia
mencekam, setiap orang wajib berada di rumah (stay at home), larangan
berinteraksi. Lockdown, setiap orang terisolasi dari keluarga, lingkungan dan
teralienasi (terasing) dari dirinya sendiri.
Jika agama telah masuk di ranah kepentingan selain
ketulusan. Maka rusaklah agama tulus, menjadi agama kepentingan. Disini, halal
bi halal merupakan upaya untuk membuang kepentingan sesaat yang tidak perlu.
Halal bi halal yang mengusung nilai kebaikan melalui
jalan silaturahmi. Selain pengantar ke surga akhirat, juga ke surga dunia.
Ciptakan surga di dunia dengan cara memaafkan, bersedekah. Keduanya merupakan
kunci utama kesehatan mental. Kesehatan mental ialah faktor utama kesehatan
fisik. Artinya, memaafkan sama dengan sehat, mendendam sama dengan sakit.
Pemurah sama dengan sehat, pelit (bakhil) sama dengan sakit. Intinya, berbuat
baik ialah siap memasuki surga dunia dan akhirat. Berbuat jahat ialah siap
memasuki neraka dunia dan akhirat. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar