MENJAGA TAKWA PASCA IDULFITRI
MENJAGA TAKWA PASCA IDULFITRI
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Jangan sampai terjadi, pasca idulfitri, perbuatan
baik tidak meningkat, atau terusir dari rumah hati sanubari. Sebaliknya,
perbuatan jahat mendapat tempat. Maknanya, nilai syawal terkendala untuk
merealisasi. Sebab, syawal artinya adalah peningkatan. Inilah harapan puasa
Ramadan dan idulfitri, terdapat peningkatan kualitas kerja (amal) pasca
idulfitri setiap tahun.
Karakter takwa beserta dampak sifat ikutan sangat
banyak. Seperti sifat peduli, sehingga menjadi pribadi yang menenangkan.
Buktinya, banyak memberikan kemudahan (dispensasi, rukhshah), terutama untuk
orang yang sakit (maridh) atau orang yang dalam perjalanan (safar). Terus,
menepati janji, dan mengagungkan Allah atas petunjuk dari-Nya. Karakter takwa
model ini berpengharapan melahirkan manusia baru. Terlahir kembali sebagai manusia
yang pandai bersyukur.
Berpengharapan untuk menjadi yang terbaik menandakan
seseorang masih memiliki semangat (spirit) nyali untuk hidup. Pabila seseorang
tidak lagi berpengharapan untuk masa depan yang lebih baik, tanda dia telah
mengalami kematian rohani, meski jasmani masih bergerak. Berpengharapan surga
di akhirat bergaris-lurus menciptakan surga di dunia. Ciri surga adalah
kesenangan, kebahagiaan, ketenangan, keselamatan. Tetapi, mewujud secara batin.
Seterusnya, karakter takwa berdampak sifat penyerta
lainnya ialah doa. Doa sangat spesial sebagai jantung kehidupan beragama.
Maksudnya, selama masih ada doa, selama ini pula agama eksis. Namun, sejak
tidak ada lagi doa, selama itulah agama tidak lagi berperan. Liputan surga
(kebaikan), neraka (keburukan), semua terangkum dalam doa, baik terucap maupun
tersembunyi.
Faktanya, ayat 186 surah Albaqarah menyatakan:
"Dan jika hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku. Sesungguhnya Aku dekat.
Aku mengabulkan doa bagi orang yang berdoa (berdoalah kepada-Ku). Hendaklah
mereka memenuhi seruan-Ku, dengan dasar beriman kepada-Ku. Mudahan mereka
mendapat petunjuk." Memohonlah kepada-Ku, pasti Aku kabulkan. Mengenai
waktu pengabulan, sepenuhnya menjadi rahasia Allah SWT. Cepat atau lambat,
tetapi tentang waktu, semua sama bagi Allah SWT. Waktu menunggu diberikan
sebagai bentuk kebijaksanaan, kekasih-sayangan, kepedulian, kemurahan dari
Allah SWT, guna menunggu taubat bagi orang yang berdosa untuk bertaubat.
Menunnggu syukur dari orang yang kufur, menanti sabar bagi orang yang ditimpa
musibah.
Bukankah surah Assajadah ditutup dengan
"menunggulah." Sebuah ujian kesabaran bagi orang-orang yang taat dan
sebuah kepastian siksa bagi orang-orang yang ingkar. Ayat terakhir ialah:
"Pada hari kemenangan (kiamat), tidak berguna lagi bagi orang-orang yang
ingkar, karena terlambat beriman. Dan (kiamat) tidak memberi waktu penangguhan.
Maka, berpalinglah engkau dari mereka dan tunggulah, sesungguhnya mereka (juga)
sedang menunggu." (Assajadah:29-30). Oleh sebab itu, sebelum kematian,
wajib mencontoh dan meneladani Rasulullah SAW yang berkarakter mulia.
Oleh karena semua karakter (sifat) baik sebagai
visual (gambar) orang yang beriman, beramal saleh, jangan dicari sosok lain,
kecuali Muhammad (Rasulullah SAW). Umat Muhammad (Rasulullah SAW) menjadilah
karakter sosok Muhammad-Muhammad di zaman manapun mereka berada.
Muhammad-Muhammad (milenial) yang lahir, tumbuh dan subur diabad ini.
Pasti, tercipta perdamaian abadi dengan nilai
kemanusiaan yang tidak pernah pingsan. Namun selalu hidup. Ilmu yang tidak
pernah jemu, dan inspirasi yang tidak pernah mati. Selama manusia mengaku dia
yang beramal, terhijablah dia dengan amalnya. Sepanjang manusia mengaku salat,
terhijablah dia dengan salatnya. Sampai dia sanggup melepas diri yang terdiri
(Adam, adamiyah), menuju kediri tajalli (Muhammad). Kemudian akhirnya, menuju
kediri sejati (Ahad).
Artinya, insan (manusia) gagal sampai kepada Tuhan, ketika masih menjadi diri Adam yang terdiri, jasmani dan rohani. Kecuali diri terdiri sudah menjadi diri Muhammad-Muhammad yang bertajalli. Diri Adam (insani) lebih mementingkan ego diri untuk kemenangan. Artinya, perdebatan bersemangat ego guna mencari kemenangan, bukan mencari solusi kebenaran. Perdebatan demikian sangat kontra-produktif untuk melahirkan keputusan win win solution (sama-sama menang dalam menemukan jalan keluar), rapat yang gagal.
Di sini, salat, zakat, puasa, haji, umrah, wajib
secara fungsional memberi dampak (pengaruh) dari kebangkitan dan kebangunan
jiwa hati nurani. Pokoknya, hati bersih ialah kata kunci untuk menggapai
ketenangan (mutmainnah). Takwa sekalipun harus tunduk kepada awal hati yang
bersih. Takwa yang mencakup huruf ta, qa, wa, ya. Huruf ta, artinya tawadhu'
atau rendah hati. Orang yang takwa mesti rendah hati. Rendah hati menjadi
indikator dari identitas orang takwa yang mudah dikenali. Huruf qa, mengandung
nilai akhlak qana'ah atau merasa cukup terhadap pemberian Allah, Tuhan yang
maha kaya. Maksudnya, hidup bukan bertujuan untuk menimbun atau menumpuk duit,
emas, perak dan harta kekayaan. Pundi-pundi tersebut digunakan guna
kemaslahatan kehidupan. Tidak untuk bermegah-megahan (at-takatsur). Huruf wa,
mengandung nilai wara'. Wara' bermakna terpelihara dirinya dari yang subhat,
apalagi yang haram. Huruf ya berarti yaqin (Indonesia: yakin). Yakin artinya
tiada ragu terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Yakin dapat diartikan
dengan iman yang sahih, dan amal yang saleh.
Takwa bukan sekedar klise, tapi betul-betul esensi
takwa murni yang menerbitkan perbuatan rendah hati. Rendah hati yang non
rekayasa, tulus. Qana'ah yang non rekayasa. Bukan qana'ah karena miskin. Orang
yang qana'ah karena miskin, tidak jarang penyebabnya adalah ketidaksanggupan
ekonomi. Jadilah orang qana'ah tanpa sebab apapun, melainkan takwa itu sendiri.
Qana'ah dari orang kaya, lebih bermutu daripada qana'ah orang miskin. Orang
kaya yang qana'ah berangkat dari kondisi serba berkecukupan pada segi materi
atau aspek ekonomi. Qana'ah orang miskin, biasanya berangkat dari keterpaksaan
(don't have).
Allah mencintai orang miskin, rakyat, awam yang
rendah hati. Namun, Allah lebih mencintai orang kaya, pejabat, cendikia yang
rendah hati. Allah mencintai orang miskin yang qana'ah. Namun, Allah lebih
mencintai orang kaya yang qana'ah. Allah mencintai rakyat jelata yang wara'.
Namun, Allah lebih mencintai pejabat yang wara'. Allah kagum kepada keimanan
atau keyakinan dari orang awam. Tetapi, Allah lebih kagum lagi kepada keimanan
para cendikiawan atau ilmuwan.
Simpul kata, idulfitri secara etimologi diartikan
kembali kepada kesucian. Suci, merupakan karakter yang jamak disenangi manusia.
Tidak berlebihan, jika Rasulullah SAW menamakan hari raya fitrah yang artinya
kembali kepada kesucian tanpa dosa. Seperti hari ketika seorang bayi dilahirkan
dari rahim ibunya (kayaumi waladathu ummuh). Karena bayi mengandung kesucian
(kepolosan). Maka, bagi orang dewasa terdapat dua suruhan. Belajarlah kepada
bayi dan bertanyalah kepada orang mati. Sebab dua sosok ini, bayi dan orang
mati sudah sangat jujur tentang siapa diri yang terdiri, dan tentang siapa diri
Tuhan yang terpuji. Hari ini dan seterusnya, wajib menjadikan kebaruan
idulfitri dan halal bi halal sebagai modal (capital). Capital kehidupan untuk
sebelas bulan kedepan. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar