SIMPUL KEKELUARGAAN SEMESTA

 

SIMPUL KEKELUARGAAN SEMESTA

Oleh

Ma’ruf Zahran Sabran

BILA dimaknai tulus, pendapat diri (ego) menjadi ukuran kebenaran, tidak ada salahnya. Artinya, ego yang selamat, jangan mencelakai ego-ego lain. Jika diri (ego) merasa sakit,  maka jangan rasakan sakit kepada ego orang lain. Jika ingin merasa aman, buatlah dirimu aman  terhadap orang lain dan lingkungan. Cermin diri, terletak pada ego diri, bukan pada ego diri orang lain. Indikator muslim (orang yang selamat) ialah dimana saudaranya selamat dari perkataan dan perbuatan jahatnya (lisanihi wa yadihi).

Nabi Muhammad Rasul Allah, telah meletakkan pondasi kekeluargaan sejagat. Pondasi yang berawal pada diri (ego) masing-masing. Implikasinya, tidak ada guna membuka front perlawanan kepada orang yang menolak seruan perdamaian. Tuhan menasehati, "menghindar sajalah, jangan dijadikan sahabat." Menghindar bukan berarti memutuskan hubungan kekeluargaan sejagat. Tetapi, takut akan perbuatan jahat yang akan dilancarkan. Menghindari orang-orang yang aniaya (zalim), lebih baik daripada bersekutu dengan mereka.  Dalam firman: "Sampaikan olehmu (Muhammad) dakwah secara terang-terangan. Berpalinglah dari orang-orang yang mempersekutukan Allah (musyrikin). (Alhijr:94).

Doktrin kekeluargaan sejagat saat Tuhan memproklamirkan Adam adalah ayah (bapak) dari semua manusia. Semua manusia berasal dari diri yang satu (wahidah), Adam. Adam adalah firman (ayat), Nuh adalah firman, Musa adalah firman, Daud adalah firman, Zulkifli adalah firman, Zakaria, Yahya, Isa, Muhammad adalah firman (ayat-ayat Tuhan). Alquddus berkalam suci: "Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu. Menciptakan pasangannya (Hawa, Eva) dari diri Adam. Dari keduanya, Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya, kamu saling meminta. Peliharalah hubungan kekeluargaan semesta. Sungguh Allah maha mengawasimu." (Annisa':1).

Karena kekeluargaan sejagat, agama melarang riya' (kejahatan rohani), zina (kejahatan jasmani), riba (kejahatan ekonomi). Dalam doa tolak bala, (riya', zina, riba), ketiganya digolongkan dosa besar. Doa yang bertujuan memohon kepada Allah SWT untuk dihindarkan dari ketiga dosa besar tadi. Pelakunya disebut orang yang telah mati rasa. Artinya, pelaku riya' sudah berani membegal Tuhan. Pelaku zina telah merenggut kesucian dan kehormatan kehidupan (rahim) yang suci dan disucikan. Pelaku riba ialah mereka yang sudah tercerabut rasa "asah, asih, asuh." Pelaku riba ibarat "gurita ikan buntal" yang tidak pernah kenyang. Atau "lintah darat" yang siap mengisap darah dan keringat mangsanya. Niscaya, Allah SWT menyuburkan sedekah, dan menghancurkan ujung kehidupan para pelaku riba.

Ternyata, riba adalah dosa besar yang mengkhianati kekeluargaan semesta. Alam raya ini, sungguh sangat senang kepada kasih (rahman), sayang (rahim) bagi semua (lil 'alamin). Artinya, pelaku riba merupakan pengkhianatan terhadap nama Tuhan, Tuhan yang maha pengasih lagi maha penyayang (baca: Albaqarah ayat 275-280). Kecuali itu, pelaku riba juga berdiri dengan sempoyongan dalam kendali (pengaruh) syaitan.

Jika riba menyakiti roh Adam, jangan sakiti Adam-Adam yang lain. Apa yang diri lakukan, terlebih dahulu berdampak terhadap diri (jiwa). Jiwa adalah pusat kesadaran penuh. Hari ini, kita sedang membangun kesadaran itu. Kesadaran tata kelola surga atau tata kelola neraka. Google maps keduanya terletak di hati. Sebab, surga dan neraka bukan gambar unsur luar diri. Namun, gambar unsur dalam diri. Maksudnya, setelah mengetahui bahwa praktik riba ialah membangun neraka di dalam diri, buanglah sisa-sisa riba. Artinya, ambil pokok pinjaman, dan jangan dipungut suku bunga riba.

Simpul kekeluargaan semesta akan rusak, bila setiap manusia rakus seperti anjing. Anjing neraka yang dipelihara di hati, mewujud menjadi siksa yang pedih. "Bacalah kitabmu! Cukuplah pada hari ini, dirimu menghisab dirimu" (dirimu menghitung dirimu, dirimu menghukum dirimu). (Al-Isra:14).

Sebaliknya, simpul kekeluargaan semesta akan langgeng, bila setiap jiwa menyimpan potensi malaikat Ridwan di hati. Jelas, surga yang ditetapkan Tuhan pada hatinya. Tegas, surga yang letaknya di hati (geografis hati). Adalah dia (surga) yang tidak datang dan tidak pulang, dia tidak keluar dan tidak masuk. Namun surga berkekalan di hati, menetap, menjadi penghuni  surga. Kitab suci mengistilahkan: "khalidina fiha abada" (mereka kekal di dalam surga sejak dahulu, sekarang, akan datang). Artinya, surga (kebahagiaan) yang sudah menetap berkedudukan di dalam hati, bukan di luar hati.

Retak pecah simpul kekeluargaan karena ulah manusia, harmoni alam semesta juga berderai karena ulah manusia. Dosa, bermula dari mulut. Dari mulut berpindah ke perilaku. Bila perilaku telah permanen itulah sifat atau karakter. Gambar surga dan neraka tiada lagi kecuali sifat manusia. Surga merupakan sifat baik yang mewujud, dan gambar neraka ialah sifat buruk yang mewujud. Keduanya berada dalam bilik-bilik hati yang dalam (sanubari). Pilihan bebas di tangan manusia, surga atau neraka. Maka, seruan kehidupan adalah seruan diri. Seruan kematian adalah seruan diri. Seruan kebahagiaan adalah seruan diri. Seruan kesengsaraan adalah seruan diri. Bahkan, seruan surga dan neraka terdapat di dalam hati. Tuntaskan di dalam diri, bukan di luar diri.

Jadi, peta surga dan neraka, saat ini sedang dijalani. Penentuannya terletak pada ingatan yang terlupakan. Janji di alam roh yang pernah diikrarkan. Tetapi sekarang sering terlupa. Berbahagialah ingatan orang yang selalu mengembalikan apapun kepada-Nya, sebelum hari pengembalian (raji'un). Rasa yang tidak merasa memiliki, melainkan rasa yang merasa dititipi. Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

CIPTAKAN TATA DUNIA DAMAI

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN