PENGANTAR
PENGANTAR
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. Tuhan
pemilik langit dan bumi, serta arasy yang agung. Salam beriring salawat,
senantiasa terhaturkan kepada junjungan alam, kekasih-Nya, beserta keluarga,
sahabat, dan umat yang setia pada risalah yang baginda sampaikan. Buku ini
diangkat dari refleksi perjalanan batin Ramadan, dan akumulasi cakrawala
pemikiran tentang bulan suci. Penulis merasakan cahaya Alquran, isyarat ilmiah
dan ilhamiyah. Ibarat permata, yang menebarkan serpihan kilaunya, di setiap tepi
dan sudutnya. Memadu pada getaran hati, bersatu pada jiwa Ramadani. Meski
refleksi, namun sanggup memberi arti, bagi yang sanggup mengartikan. Bahwa
Ramadan, tidak sama dengan bulan lain. Pembelajaran yang dikandungnya, adalah
madrasah hidup dan pengkhabaran suci, tentang kehidupan setelah kematian.
Kehidupan yang abadi, kekal, selamanya.
Betapa Alquran sangat dekat dengan Ramadan. Sampai
keduanya disebut beriringan dalam Alquran. "Bulan Ramadan, bulan yang
diturunkan Alquran." (Albaqarah:185). Pantas, bila dampak penyerta setelah
Ramadan pulang, adalah frekuensi kedekatan insan kepada Alquran, menjadi
sahabatnya. Tidak diragukan lagi, Alquran pembebas yang sanggup memberi
kemerdekaan bagi pengiman Alquran. Alquran sebagai pemimpin-ku (Alqur'anu
imamiy). Selain itu, Ka'bah kiblat-ku (ka'batu qiblatiy).
Adapun bagian A. Buku ini membicarakan tentang
Ramadan Bernas. Mengusung dua puluh item diskusi tasawuf. Dari yang paling
ringan, sampai yang paling berat. Sejak menjadi hamba Ramadani, beralih status
sebagai hamba Rabbani. Sebuah tanjakan dan pendakian ke gunung spiritualitas,
semakin ke atas, semakin dingin, hening, bening. Namun, semakin ke bawah,
semakin panas, gaduh, kalut. Lalu, rasakan sensasi tulisan ini, kadang ke atas,
kadang ke bawah.
Mulai esei bertajuk Sakban menanti Ramadan, sampai
Refleksi Diri. Meski ditawarkan secara acak (random), namun tidak mengurangi
karya sastra, gaya ilmiah. Selain mengandung sentuhan batin, yang menjadi ciri
buku. Terima kasih kepada tim redaksi surat kabar, karena ada beberapa tulisan
yang masuk di rubrik opini koran harian Pontianak Post. Diangkat dari tulisan
yang berjudul Ramadan: Tangisan Para Pencinta Alquran yang Tertumpah, Para Finalis Ramadan, Idulfitri Kembali
kepada Kesucian.
Bagian B memuat tema besar Melintas Batas. Dengan
mengusung sembilan belas sub tema. Seluruhnya bertujuan, merupakan upaya
pencarian kemerdekaan jiwa. Jiwa (perpaduan jasad dan ruh) yang ingin merdeka
dan lepas. Penulis menyadari, buku ini, meski belum maksimal dalam penelitian
dan pengkajian. Tetapi, minimal memberi arah jalan, terutama mengarahkan
(direction) kompas batin. Kompas batin kemerdekaan dan peta pelepasan dari
siksa yang membegal diri.
Pabila diri yang membegal dan dibegal masih aktif.
Artinya, jiwa masih disakiti dan menyakiti. Lalu, buku ini hadir, untuk mencari
pelaku dan membuangnya. Maksudnya, buku yang ikut mencarikan solusi kemerdekaan
dan kesejahteraan. Agar diri tidak terlelahkan, terkuras energi oleh rutinitas
kerja. Akhirnya, hidup menjadi boros dan tidak bahagia. Kecuali itu, beban
hutang sejarah masa lalu, yang belum lunas. Sedang hari ini, merasa terbuang
dan terasing dari diri dan lingkungan. Besok, kecemasan (anxiety) yang
menghantui, momok masa depan yang belum pasti. Sehingga jiwa yang lelah tadi,
memengaruhi kesehatan mental dan fisik seseorang.
Inspirasi bahwa semua kita, adalah wajib bahagia,
meski secara sederhana. Bahagia tidak harus mewah. Untuk tujuan mulia,
perkongsian ini diluncurkan. Dapat
ditemui pada beberapa bentangan tajuk tulisan. Kebajikan Tertinggi (Summum
Bonum), Zikir Qalbu Menembus Langit, Hakikat Manusia, Manusia Reflika Alam
Semesta. Serta, masih banyak lagi.
Komentar
Posting Komentar