PUNCAK BUKIT SINAI

 


PUNCAK BUKIT SINAI

Oleh

Ma’ruf Zahran Sabran

Nabi Musa, tidak sebatas gelar dan nama. Lebih dari itu, dia adalah karakter yang menginspirasi dunia dan sumber teladan banyak orang. Biografi terbanyak tentangnya, dibentang Alquran. Alquran sebagai penghimpun ketiga kitab suci di atasnya. Kemurnian Zabur, Taurat dan Injil yang murni. Kisah berhikmah tentang Nabi Musa sebagai peran sentral, berhadapan dengan banyak tokoh antagonis dimasanya. Sebut Fir'aun, Haman, Qarun, Samiri, Barsisah, Bal 'am bin Ba 'ura. Selain, berhadapan dengan bangsa sendiri, keturunan Israel.

Musa yang artinya air. Mengalir dari tempat yang tinggi, di puncak bukit Sinai. Air, mencari tempat yang rendah. Metafor ini, penuh kesadaran arti. Tauhid adalah tempat tertinggi. Tauhid bermakna kesatuan yang bermanfaat untuk penyatuan. Versus syirik yang artinya banyak, keterpecahan, cerai, berai, berhamburan. Musa membawa air (kalimah tauhid) dari tempat yang tinggi. Lalu, menyampaikan air ke lembah yang rendah. Pencerahan bagi perilaku syirik dan kedurhakaan.

Ada apa di bukit Sinai? Jawaban dan informasi tentang-nya, tidak akan pernah ditemukan. Kecuali Alquran yang memberi keterangan. Namun, disebalik keterangan, ayat, surah, juz, ada yang menerangkan. Sosok pribadi yang menerangkan ini, itu yang belum banyak dikupas. Sampai hari ini, yang dibahas hanya dari keterangan ke keterangan. Tanpa menyentuh, ada siapa dibalik keterangan? Umumnya pengajian sebatas menerangkan keterangan.

Tapi, ketika Nabi Musa melihat ke puncak bukit Sinai. Ternyata, tidak ada apa-apa. Nabi Musa gagal menyaksikan Tuhan. Sebab, eksistensi Tuhan bukan dilihat dengan mata ('ain). Eksistensi Tuhan tidak diluar, bukan di bukit, bukan di masjid. Sehingga, fitur Tuhan tidak dapat digambarkan. Dia (Tuhan) bukan quantum fisika.

Hakikatnya, Tuhan tetap ada, meski alam semesta tidak ada. Tuhan yang menjadikan alam. Bukan alam yang menjadikan Tuhan. Karena Dia pemilik alam semesta. Artinya, Dia selalu ada, tanpa butuh kepada ruang dan waktu. Bahwa tidak ada ruang kosong. Meskipun di ruang hampa udara. Tidak ada waktu yang kosong, kecuali Dia selalu ada. Bukan karena diingat, Dia lalu ada. Ketika dilupakan, Dia lalu tiada.

Nabi Musa atas permintaan kaumnya, untuk menampakkan diri (wujud) Tuhan. Seperti kaum-kaum terdahulu yang menyembah berhala. Penyembahan terhadap berhala sama dengan menyembah Syaitan. Perjalanan sejarah agama tauhid, telah dicorengi oleh manusia. Dengan menghadirkan penolong selain Dia. Penyembahan terhadap berhala Latta, Uzza, Manat, Hubbal, adalah kesesatan yang jauh.

Sampai di puncak bukit Sinai, Nabi Musa belum juga menemukan wujud Tuhan. Apa yang mereka sebut tentang nama Allah, adalah Tuhan yang telah mereka persaksikan sejak di masa azali. Ketika manusia sudah terlahir, nama Tuhan bisa mereka sebut, tapi mereka tidak bisa memandang-Nya.

Bukit Sinai merupakan tanda (ayat) dari tanda-tanda kekuasaan-Nya yang banyak. "Dan Kami tumbuhkan pohon zaitun yang tumbuh dari bukit Sinai, yang menghasilkan minyak, dan bahan pembangkit selera bagi orang-orang yang makan." (Al-mukminun:20). Lihatlah, satu ayat memuat banyak tanda kebesaran-Nya. Buah zaitun, bukit Sinai, minyak, penumbuh selera, dan orang-orang yang makan.

Jangan terhenti pada tanda. Tanda wajib mengantarkan kepada yang menandai dan ditandai. Eksistensi yang menanda dan ditanda hakikatnya esa. Selain Dia (Tuhan) adalah tidak berkuasa. Jika manusia tampak berkuasa, tidak lain kecuali dikuasakan oleh-Nya. Sebab, kekuasaan hanya milik Allah SWT saja.

Pintar tidak cukup untuk mencapai Tuhan. Bukankah Nabi Musa sangat cerdas. Namun, masih harus berguru dengan Khidir (hamba Kami yang dicurahkan ladunni kepadanya, ilmu dari sisi Kami). Sedang Nabi Muhammad Rasulullah SAW telah menerapkan hakikat Khidir. Di luar nalar, melampaui pagar pembatas (nafsu, akal, ilmu). Diantaranya, jika dihadapkan kepada beliau permasalahan hidup dan mencari solusi. Maka beliau memilih yang termudah untuk manusia. Bedakan sekarang, regulasi di sekolah, rumah sakit, kantor, perusahaan. Sering berprinsip: "Jika bisa dipersulit, kenapa dipermudah." Empat puluh orang tersusah oleh hasil regulator. Awas para pejabat, bersiap menanggung penyakit yang tidak ada obatnya. Rintih mereka dalam doa teraniaya, pasti diijabah oleh Allah SWT. Maka, banyak penyakit yang diderita oleh para petinggi, sehingga berobat ke luar negeri. Hanya untuk mendapatkan obat anti nyeri. Bermunculan jenis penyakit dan diborong semua.

Empat puluh orang melaknat, itulah laknat Tuhan yang menyata. Empat puluh orang merahmat, itulah rahmat Tuhan yang sebenarnya. Laknat lebih dekat dengan penyakit, bagi orang-orang yang "judas" dalam profesi dan regulasi. Rahmat lebih dekat dengan sehat, bagi orang-orang yang berprinsip "bahwa kita adalah sama." Disini, sudahkah paham siapa itu Tuhan? Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

CIPTAKAN TATA DUNIA DAMAI

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN