HIKMAH HAUQALAH
HIKMAH HAUQALAH
Oleh
Ma’ruf Zahran
SAAT diri memahami kelemahan sebagai sifat
dasar ('ajuz), tergesa-gesa ('ajula), pelupa (insana) lagi kikir (qatura).
Kesudahan memahami diri, lalu diri pasti tidak ingin menegakkan benang
basah. Maksudnya, kelemahan adalah
busana hamba, kekuatan adalah pakaian Tuhan (Al-Qawi). Sebab kelemahan itulah
manusia saling bergantung kepada sesamanya. Sedang Tuhan tidak bergantung
kepada siapapun. Malah Dia maha esa, Dia tempat bergantung (Allahush-shamad).
Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada satu pun yang serupa
dengan-Nya.
Hauqalah (la haula wala quwwata illa
billah) yang berarti tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan Allah.
Maksudnya, tidak ada daya untuk meraih pahala, dan tidak ada kekuatan untuk
menampik dosa, kecuali bersama Allah. Ucapan hauqalah tersebut adalah kalimat
yang mengandung energi, bahkan diatas energi. Ucapan yang mengandung makna,
bahkan diatas makna. Mampu menembus tiga lapisan saat Isra Miraj di bulan Rajab
tahun ke-11 kenabian. Lapisan jasmani, lapisan rohani, lapisan rabbani. Masya
Allah, la quwwata illa billah seperti termaktub dalam surah Al-Kahfi merupakan
kekuatan keyakinan yang membelah langit dari seorang hamba Allah di muka bumi.
Allah turunkan hujan rahmat dari langit kepada pemilik kebun yang berhauqalah.
Kekuatan hauqalah mampu membelah kegelapan
alam dunia dengan Nur Muhammad. Sebab, sumber hauqalah adalah sejati diri Nur
Muhammad. Nur Muhammad yang memberi
cahaya bagi kelahiran bacaan sehingga terbaca. Nur Muhammad yang memberi cahaya
untuk tulisan sehingga bisa tertulis. Nur Muhammad tidak lain kecuali berasal
dari Nur Allah. Membuka rahasia kalimat hauqalah adalah mengerti jalan datang
dan jalan pulang kepada Tuhan. Jalan yang dimaksud adalah berserah-diri. Penyerahan
diri total kepada Allah adalah dengan melepaskan kekuatan diri, kecuali hanya
kepada-Nya, melepaskan kehendak diri, melainkan hanya kehendak-Nya.
Dalam kuasa-Nya dan didalam kehendak-Nya,
Sulaiman mengatur angin sebagai pasukan, Sulaiman memerintah jin untuk membagun
kuil-kuil raksasa, tipikal masanya. Apalagi umat Muhammad sebagai pewaris nilai
akumulatif dari keseluruhan kejayaan
umat terdahulu. Kemajuan umat kini dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Saat ilmuwan dan teknokrat tunduk patuh
kepada Pencipta, niscaya sanggup melewati batasan yang dipagari manusia dan
jin. Sungguh Aku (Allah) lebih mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Ucapan hauqalah yang bermakna energi mampu
mendobrak kultur pesimis, apatis dan egosentris. Mampu membumi-hanguskan mental
feodal dan ABS (asal bapak senang). Hauqalah memberi kemerdekaan yang
sesungguhnya, tanpa rasa takut kepada makhluk. Hauqalah ibarat senjata rahasia
dengan peluru ampuh untuk melemahkan pasukan syaitan dan sekutunya,
menghancurkan benteng pertahanan musuh, dan membunuh napsu jahat yang
menyelinap di dalam tubuh. Hauqalah mendinamisasikan supaya kehidupan berjalan
lancar tiada sumbatan. Ibarat lokomotif yang menarik gerbong kereta listrik
yang bermobile dengan cepat secara stabil.
Secara total dan radikal, kalimah hauqalah
telah menihilkan arti, makna dan harga jiwa di hadirat Tuhan yang maha suci.
Bila di hadirat Tuhan seorang mukmin telah merasa ketiadaan sifat berdaya, mengakibatkan dia hanya bergantung kepada-Nya
saja. Dengan menimbang, kalimah hauqalah sebagai inti sikap mukmin beragama
terdapat dalam surah Al-Kahfi.
Al-Kahfi didalamnya mengandung empat kisah
nyata (the story), telah memberi contoh. Dihadapkan dengan realita akhir zaman,
kalimah hauqalah yang dihayati dan tawakkal yang diamali akan mengusir
keburukan dan kejahatan zaman.
Pertama, pemuda gua. Kandungan hikmah
hauqalah-nya terdapat pada ayat 23-24: "Dan jangan sekali-kali engkau
mengatakan terhadap sesuatu, "aku pasti melakukan itu besok pagi,"
kecuali insya Allah. Dan ingatlah kepada Tuhan-mu apabila engkau lupa dan
katakan, "mudahan Tuhan-ku akan memberiku petunjuk kepadaku, agar aku
lebih dekat dengan kebenaran."
Dua, perkataan pemilik kebun mukmin kepada
sahabatnya: "Tetapi aku (percaya bahwa), Dialah Allah, Tuhanku. Dan aku
tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu-pun. Kenapa engkau tidak
mengatakan sewaktu masuk ke dalam kebunmu dengan mengatakan: "Masya Allah,
la quwwata illa billah," (terjadi apa-apa yang dikehendaki Allah, tidak
ada kekuatan kecuali dengan Allah)." (Al-Kahfi 38-39). Sedang dua kisah
inspiratif adalah Musa-Khidir, dan kisah Zulkarnain. Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar