AHAD (Menembus Batas)
AHAD
(Menembus
Batas)
Oleh
Ma’ruf Zahran
Sabran
UNIVERSALITAS Islam bisa ditemukan pada surah Al-Baqarah ayat 177,
surah Al-Hujurat ayat 13. Difirmankan pula dalam surah Al-Baqarah ayat 62.
Masih jamak dalam ayat Alquran yang menyatakan nilai kebenaran universal Islam.
Nilai kebenaran dapat terletak pada nama, sifat, dzat dan af'al Tuhan, keempat
yang bisa dikategori dimaksud adalah Nur Muhammad. Sebab Dia mewujud pada 99
nama, 20 sifat, dzat kasih-sayang (dzu rahmah) atau pemilik kasih sayang, dan
perbuatan (af'al) yang tidak lain adalah Nur Muhammad yang menjelaskan supaya
jelas bahwa Tuhan bernama Allah. Di atas semua itu adalah Ahad (Tuhan yang
bukan dzat, sifat, nama, dan perbuatan). Diluar jangkauan nalar manusia. Bila
telah sampai pada Ahad, yang lain menjadi anak tangga (eskalator) bagi
ketercapaian Ahad, meskipun wajib dan sudah dilalui, tetapi jangan banyak
terhenti dan termenung di anak-anak tangga. Formalitas tetap dilewati sebab
formasi (tata-aturan), agama formal. Namun jangan dijadikan harga mati. Masih
ada tinjauan (perspektif) lain seperti hakikat. Firman Tuhan:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang
nasrani, orang-orang shabi'in, siapa saja diantara mereka yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, serta melakukan kebaikan, mereka mendapat pahala dari
Tuhan-nya, tidak ada rasa takut, dan tidak pula mereka bersedih-hati."
(Al-baqarah:62). Nilai universalisme Islam dapat pula dipahami dalam banyak seruan
wahai manusia, manusia secara umum. "Wahai manusia, sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Untuk kamu saling mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui, maha mengenal."
(Al-hujurat:13).
Islam bukan agama baru, kendati demikian, Islam menyempurnakan
agama-agama sebelum-nya. Fungsi sebagai agama yang terakhir (bungsu), dia
bertugas memberikan dokumen yang lengkap dari kitab-kitab sebelum-nya. Sebab
itu, Al-quran menghimpun kitab Zabur, Taurat, Injil. Seruan dakwah Al-quran
bukan mengajak kepada agama baru, namun kepada agama mereka, agama yang dianut
oleh nenek moyang mereka, agama Ibrahim. Ikutilah agama nenek moyang-mu,
Ibrahim (ittabi' millata abikum Ibrahim). Dalam ibarat membangkitkan romantisme
mereka. Agama Yahudi, Nasrani, Shabi'in (penyembah bintang), bahkan penyembah
berhala, awalnya mereka adalah beragama Tauhid. Kitab suci menyatakan, ...
"Tuhan menamakan mereka orang-orang yang berserah diri (muslimin) sejak
dahulu. Agar Rasulullah menjadi saksi atas dirimu, dan kamu semua (umat
Muhammad) menjadi saksi atas seluruh manusia. Laksanakanlah salat, tunaikan
zakat, dan berpegang-teguhlah kepada Allah. Dia-lah pelindung-Mu, Dia
sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong." (Al-haj:78).
Ciri agama Ibrahim adalah tanpa kesukaran, tanpa beban. Tentu
setelah mengenal-Nya sebagai ujung dari pencarian Ibrahim dan berakhir
menemukan Tuhan-nya. Tuhan pencipta langit dan bumi, bukan Tuhan yang
diciptakan manusia dalam bentuk arca dan nama. Tuhan-ku bukan bernama matahari,
bukan bersifat bulan, bukan berwujud bintang. Apapun yang masih bisa dinamakan
manusia, pasti bukan Tuhan. Apapun yang masih dapat disifati manusia, pasti
bukan Tuhan. " ... Dia berbeda dengan sesuatu ... " (Asy-Syura':11).
Hari ini, banyak manusia yang menyalah-artikan Tuhan.
Penyalah-artian Tuhan seperti Tuhan bisa dilihat dengan mata telanjang (cornea
dan lensa mata). Lalu, ada manusia yang berupaya mewujudkan Tuhan dalam tulisan
sifat yaitu Rabbi. Terus, terdapat usaha manusia agar menjelmakan Tuhan dalam
pahatan dan lukisan nama. Nama-Nya yaitu Allah (alif, lam, lam, ha). Ada pula
yang memanifestasikan Tuhan dalam bentuk diri. Tuhan menyerupai diri Adam,
Tuhan menyerupai bentuk malaikat dan jin. Atau Tuhan menyamai bentuk hewan
(agama totem). Kemudian dibangunlah rumah Tuhan, supaya Tuhan bertempat.
Penyimpangan ini sangat dibantah oleh-Nya dalam surah Al-an'am ayat 103 yang
disebut juga ayat inti dalam surat termaktub. "Dia tidak dapat dicapai
oleh penglihatan mata. Sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu. Dan
Dia-lah yang maha halus lagi maha teliti."
Kemudian dimana manfaat asma-Nya yang berjumlah 99, Allah,
Ar-rahman, Ar-rahim, Al-malik, Al-quddus, As-salam, Al-mukmin, Al-muhaimin,
Al-'aziz, Al-jabbar, Al-mutakabbir. Semua nama-Nya (asma' jamak dari isim)
adalah tanda-tanda Tuhan, bukan Tuhan yang sebenar-Nya. Demikian pula
sifat-Nya, perbuatan-Nya. Perbuatan-Nya tidak terpisah dari nama-nama-Nya.
Semua nama-Nya, tidak terpisah dari sifat-Nya. Sifat-Nya tidak terpisah dari
dzat-Nya. Mencakup, merangkum, namun jangan disebut. Jika disebut, maka Dia jatuh
menjadi tanda dari tanda-tanda untuk mengenal-Nya (muhaddats). Artinya, wilayah
keterangan manusia, bukan wilayah keesaan Tuhan. Wilayah keesaan selamanya
tetap menjadi rahasia. Rahasia-Nya terletak pada syuhud rabbani (penyaksian
ketuhanan). Syuhud rabbani hanya terdapat satu kali, kala di alam roh.
"Alastubirabbikum, qalu bala syahidna" (bukan-kah Aku Tuhanmu, (ruh
jamak arwah) menjawab, benar! kami menyaksikan).
Keyakinan kepada keesaan Ahad dapat dimaknai menyatukan Muhammad
dan Ahad, tetapi tidak menyamakan-Nya. Dalam firman, Tuhan wahyukan:
"Bahwa orang-orang yang berjanji setia kepada-mu (Muhammad), sesungguhnya
mereka hanya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan-tangan
mereka. Siapa yang melanggar janji, maka sebenarnya dia melanggar janji dirinya
sendiri. Dan siapa yang menepati janji kepada Allah, maka Dia (Allah) akan
memberi pahala yang besar." (Al-fath:10). Tegas, bahwa satu-satunya tangga
bai'at adalah Rasulullah SAW untuk menuju Allah SWT.
Bagaimana Allah yang dijelaskan oleh Muhammad mampu menjadi tanda
(ayat) yang dapat mengantarkan kepada penyaksian Ahad yang sebenarnya. Bahkan,
Tuhan meniadakan diri Muhammad, sebab kehendak-Nya. Bukan kehendak Muhammad,
lalu Tuhan berkehendak sepenuhnya terhadap diri Muhammad. Pada tragedi perang
Badar: "Maka (hakikatnya) bukan engkau (Muhammad) yang membunuh mereka,
melainkan Allah yang membunuh mereka. Dan bukan engkau (Muhammad) yang melempar
ketika engkau (Muhammad) yang melempar, melainkan Allah yang melempar. Untuk
memberi kemenangan kepada kaum yang beriman dengan kemenangan yang baik.
Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat." (Al-anfal:17).
Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar