AHAD (Timbangan yang Tidak Ada Timbangan-Nya)
AHAD
(Timbangan
yang Tidak Ada Timbangan-Nya)
Oleh
Ma'ruf Zahran
Sabran
GUNA timbangan diantaranya untuk menentukan berat sesuatu, harga
sesuatu, kuantitas sesuatu. Terus, dalam nama diketahui kualitas nama, kualitas
sifat, semuanya adalah fungsi kerja timbangan (neraca).
Mampu diketahui kualitas buruk karena ada sebutan baik, tidak mampu
disebut buruk, sekiranya tidak pernah ada baik. Terbit kata baik karena diawali
pengenalan terhadap buruk. Jin ada, sebab ada yang disebut manusia, namun jin
dan manusia merupakan sekumpulan bangsa.
Mendatangkan yang baik (pahala), dan mendatangkan yang buruk
(dosa), keduanya mengungkit penyesalan. Sebab yang beramal baik (khair) belum
puas dengan amal baiknya. Puas dan tidak puas landasannya adalah keinginan diri
(hawa nafsu). Demikian pula yang berdosa, belum puas dengan dosanya, karena
dosanya tidak berakhir dengan pertaubatan. Bila sudah bertaubat, belum yakin
dengan taubatnya diterima. Yakin masih memantik ragu, ragu adalah musuh yakin.
Mereka (pahala dan dosa) berkeinginan supaya ada waktu (jarak) yang panjang
antara amal kebaikan dengan kiamat, dan jarak yang lama antara amal keburukan
dengan hari kiamat.
Surah Ali Imran ayat 30 selengkapnya menyatakan ungkapan kalamNya:
"Hari ketika setiap manusia melihat amal baik-nya dihadirkan pada hari
kiamat, demikian pula amal buruknya. Mereka menginginkan ada jarak waktu antara
dia (kedua amal-nya) dengan hari kiamat dengan jarak waktu yang jauh (lama,
panjang). Dan Allah mengingatkan kepada-mu tentang diri-Nya (Allah). Dan Allah
maha penyantun kepada semua hamba." Penyesalan perilaku mereka yang taat
dan durhaka, akan pupus penyesalan dan lulus harapan, saat mereka mengikuti
Muhammad, cahaya Allah. Solusi dari kekecewaan pada ayat 31: "Katakan
(Muhammad), jika kamu ingin mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad),
niscaya Allah akan mencintai-mu, mengampuni dosa-dosamu, dan Allah maha
pengampun lagi maha penyayang (kepada-mu)."
Kesalahan umum dalam memaknai akhirat berakhir dengan surga dan
neraka. Surga bukan akhir dari segalanya. Akhir dari segalanya adalah berjumpa
dengan sang maha pencipta. Sang maha pencipta tidak bisa dilukis, lukisan
apapun pasti keliru tentang-Nya. Apakah yang ada sebelum huruf alif, tentu
titik. Apakah yang ada sebelum titik, kertas kosong, apakah yang ada sebelum
kertas kosong, suasana. Apakah yang ada sebelum suasana, ruang kosong. Apakah
yang ada sebelum ruang kosong, itulah ingatan. Ingatan itu-pun bukan Tuhan.
Rasul, meski utusan Tuhan, namun tidak ada bukti yang dapat menyatakan bahwa Dia utusan. Sebab hidayah sudah dimiliki semua roh. Roh yang bersaksi, yang disaksikan dan menyaksikan, "alastubirabbikum? qalu bala syahidna," (bukankah Aku Tuhan kamu semuanya, (semua roh) mengatakan, benar, kami menyaksikan). Bukti tidak perlu dihadirkan, kecuali mengingat janji kesaksian (primordial) alam roh (masa azali).
Perjanjian yang langsung (syahadah), tanpa perantaraan kurir,
niscaya salat, zakat, puasa, haji dan umrah tanpa perantara. Bila masih
berperantara, syirik namanya. Surah Ar-Ra'du secara panjang sudah Tuhan
jelaskan Diri-Nya. Ketika Muhammad diingkari kaum-nya, Muhammad tidak repot
mencari dalil, bukti, alasan. Dalam firman Tuhan: "Dan orang-orang kafir
berkata, engkau (Muhammad) bukan seorang rasul (bukan utusan)! Katakan
(Muhammad), cukuplah Allah menjadi saksi antara-ku dan antara-mu. Dan di sisiNya
terdapat ummul-kitab." (Ar-Ra'du:43).
Alquran banyak berbicara tentang Muhammad, lihatlah Muhammad, sebab
Tuhan tidak bisa dilihat. Menjadi jaminan Tuhan bahwa Muhammad tidak akan
dipertuhankan umat. Dalam surah Ibrahim ayat 1 disebut: "Alif Lam Ra,
kitab (Alquran) Kami turunkan kepadamu (Muhammad), agar engkau mengeluarkan
manusia dari kegelapan menuju cahaya dengan ijin Tuhan mereka. Menuju jalan
yang maha perkasa, maha terpuji." Ada bukti atau tidak ada bukti kenabian,
kaum yang ingkar tetap ingkar. Bukti kenabian tidak menambah atau mengurangi
keyakinan, kecuali sebagai alat pemuas bagi logika dan hawa napsu. Demikian
pula dalil, alih-alih, dalil dapat menjauhkan manusia dari Tuhan yang
sebenarnya. Kaum yang selalu menuntut pembuktian fisik, bukti dapat menjadi
hijab dari kasyaf, mampu menjadi dinding kesesatan (dhal) daripada menembus
petunjuk (hidayah). Artinya, dengan logika manusia menerima iman, bahkan banyak
kaum berpengetahuan menolak Tuhan, seperti Samiri, Haman.
Allah SWT menunjuk Nur Muhammad (utusan) untuk menjalankan kerja
(af'al), nama, sifat dan diri Tuhan pada alam semesta. Bergerak adalah roh
(nur) Muhammad sebagai induk roh dan induk nur. Nur Muhammad memancar sehingga
alam semesta tercerahkan dan terterangkan. Ketentuan-Nya sudah tertulis pada
kitab induk (Nur Muhammad). "Ikutilah utusan itu, ikutilah orang-orang
yang tidak mengharapkan balasan dari-mu. Dan mereka adalah orang-orang yang
berada dalam petunjuk." (Yasin:21).
Jelas, Ahad tidak ada timbangan untuk-Nya. Sebab Ahad maha ghaib,
namun meliputi (muhith), Ahad tidak bertempat namun memenuhi tempat. Ahad tidak
bermateri namun memadati materi. Dia hadir dalam dan luar alam semesta.
Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar