KAJIAN KEESAAN - HARI INI UNTUK PERSIAPAN HARI ESOK
KAJIAN KEESAAN
HARI INI UNTUK PERSIAPAN HARI ESOK
Oleh
Ma'ruf Zahran Sabran
Logika pada judul di atas mewarnai seluruh ayat-ayat
kitab suci. Tanda peringatan lebih dahulu datang, sebelum putusan. Bahkan
berulang peringatan datang, dalam sekali putusan. Hal ini menandakan bahwa
Tuhan maha lembut dalam bertindak.
Jeda antara satu dosa menuju dosa selanjutnya, merupakan waktu dimana Tuhan selalu menunggu
taubat hamba-Nya. Istirahat dari dosa, istirahat-lah selamanya. Maksudnya,
jangan ulangi lagi perbuatan dosa, sedang kamu mengetahuinya. Ternyata, dosa
adalah sebuah rambu dari rambu-rambu peringatan-Nya. "Dan orang-orang yang
melakukan kejahatan atau menganiaya diri mereka sendiri. Segera mereka
mengingat Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa mereka. Siapa yang dapat mengampuni
dosa, selain Allah? Dan mereka tidak mengulangi perbuatan dosa, sedang mereka
mengetahui." (Ali Imran:135).
Tujuan literasi ini direlease, tiada lain kecuali
penulis berbagi pesan. Jangan pernah berputus-asa dari rahmat Tuhan-mu.
Tiadalah berputus-asa dari rahmat Allah, melainkan orang-orang yang ingkar.
Kondisi dosa memang terpojok, tetapi Tuhan tidak pernah memojokkan-mu. Posisi
pendosa memang terhina, namun Dia yang maha mulia tidak pernah menghinakan
pelaku pendosa. Lingkungan pendosa memang kotor, tetapi Tuhan yang maha suci,
tidak pernah menolak para pendosa yang bertaubat, bila mereka bertaubat.
Bersegera kepada ampunan Tuhan, tidak sekadar mengisi waktu luang, atau sebatas
memenuhi anggapan masyarakat.
Janji telah dibuat beserta resikonya masing-masing
(mitsaq). Alam roh merupakan alam yang telah pasti dilewati oleh manusia dan
jin. Kehadiran Alquran sekadar mengingatkan kembali, masa perjanjian
(primordial) yang dimiliki oleh setiap individu. Siapa yang menetapi perjanjian
tersebut (tauhid), dia beruntung (muflihun). Siapa yang menyalahi perjanjian
tersebut (syirik), dia akan merugi (khasirun). Ketaatan dan kedurhakaan mereka,
dua kondisi yang mereka sadari tanpa paksaan.
Setiap keputusan yang diambil sebagai sebab,
biasanya memiliki akibat. Sebab dan akibat merupakan hukum lazim (kebiasaan),
bukan hukum mutlak. Hukum mutlak hanya milik Allah saja. Milik-Nya kerajaan
langit dan bumi. Sedang manusia diliputi kenisbian, relatif, dan temporal. Contoh, sarjana pendidikan guru, umumnya
menjadi guru. Namun, tidak bisa dipungkiri, alumni sekolah guru, ada yang tidak
menjadi guru. Alumni kedokteran, tidak semua menjadi dokter. Jamak faktor yang
menentukan, sosial, budaya, politik, finansial. Terakhir, faktor penentu-nya
adalah takdir Allah SWT. Jadi, jangan mendahului takdir. Orang yang mendahului
takdir, tanda tidak beriman kepada rukun iman yang ke-enam. Beriman kepada
takdir, bahwa takdir baik dan buruk datang dari Allah (wal qadri khairihi wa
syarrihi minallahi ta'ala). Orang yang tidak beriman kepada takdir, akan
terganjal masuk surga, meskipun banyak salatnya. Beriman kepada takdir dapat
menyuburkan akhlak tawakkal. Dan yang tidak beriman kepada takdir berhukum
ingkar, walaupun banyak puasanya. Beriman kepada takdir dapat menumbuhkan sifat
sabar. Tidak beriman kepada takdir sama dengan memaksakan kehendak diri yang
lemah ('ajuz). Tidak beriman kepada takdir, dapat mendekatkan seseorang kepada
kufur, dan menjauhkan seseorang dari syukur. Tidak beriman kepada takdir,
tiadalah ridha kepada-Nya, kecuali selalu menyesali-Nya. Beriman membawa sikap
sehat dalam hidup (bahagia). Tidak beriman membawa sikap sakit dalam hidup
(sengsara).
Tidak ada orang yang hidup selamanya, hatta nabi dan
wali. Apa yang disuruh (diamanahkan) Tuhan di bumi adalah menepati janji suci
(primordial) yaitu tauhid (baca Ar-rum:30). "Berdiri-lurus, luruskan
wajahmu (hati) untuk agama yang benar. Allah menciptakan manusia dengan
fitrah-Nya (tauhid). Dalam penciptaan Allah tidak terdapat perubahan (tauhid).
Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Proses kehidupan yang berlangsung (becoming) menuju untuk menjadi kepada asal
penciptaan sejati (being) adalah perjuangan hayat sampai akhir napas kehidupan
(kematian). Waktunya singkat, yaitu antara kehidupan dan kematian adalah jeda
antara azan dan iqamah (bainal adzanaini). Simulasi dua alam ini, diibaratkan
bangun tidur (kehidupan), dan tidur (kematian). Kami jadikan malam ibarat tirai
istirahat, dan Kami jadikan siang sebagai medan tempur-perjuangan.
Bila lembar jejak kehidupan mengalami cacat, Tuhan
berikan jalan keluar (emergency exit) berupa lembaga taubat. Lembaga taubat
yang langsung ditujukan kepada Allah, Tuhan sang penerima taubat. Bukan
institusi keagaaman atau pranata kerohanian. "Kembalilah kepada Allah dan
bertakwalah kepada-Nya. Dirikanlah salat, dan jangan kamu menjadi bagian dari
orang-orang musyrik." (Ar-rum:31).
Tanda orang musyrik (mempersekutukan), adalah
membuat agama yang satu, tauhid (monotheisme), menjadi bercabang-cabang
(politheisme). Lalu, berpura-pura taat (hipokrit), ingkar, serta berpoya-poya.
Terus, suka berdebat, bergembira saat diberi anugerah (rahmah), dan
berputus-asa (bersedih) saat ditimpa keburukan (sayyiah). Allah membagikan
rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki, untuk dilapangkan atau disempitkan.
Sungguh yang demikian itu, menjadi ayat-ayat untuk kaum yang beriman (baca
Ar-rum:32-37).
Dua keadaan di dunia (sebab) dan di akhirat (akibat)
adalah keniscayaan yang mesti terlaksana. Kitab suci selalu memuat dua kondisi
tersebut sebagai konsekuensi logis. Surah Muhammad dalam bentangan ayat,
senantiasa menyertakan akibat dari sebuah perbuatan, dan perbuatan yang
berakibat, baik di dunia maupun di akhirat. Tidak lepas pola nasehat yang
menjadi karakter utama kitab suci (adz-dzikru). Artinya, kitab suci menganjur
kepada kebaikan (amri), dan melarang dari kejahatan (nahyi). Ibarat dua sayap pesawat yang terbang melesat
tanpa goncangan.
Setelah tuntas dipaparkan saat perjanjian tauhid
(fitrah) di alam roh. Tidak ada lagi debat dan sanggah. Kini, terserah kepada
manusia sendiri, memenuhi atau menyalahi janji. Sekarang, masa realisasi
perjanjian di alam dunia. Ternyata, terbelah dua, ada yang memenuhi janji,
sebagian besar (kebanyakan) menyalahi janji. Ungkapan kitab suci, disebut
kebanyakan manusia tidak memahami, kebanyakan manusia tidak menyadari.
Prosesi pengadilan di akhirat akan banyak manusia
yang menyesal, mereka ingin dikembalikan ke dunia. Padahal hari ini (akhirat),
tidak dapat dikembalikan seperti hari kemaren (dunia). "Sekiranya engkau
melihat orang-orang yang durhaka, mereka terperanjat ketakutan. Lalu mereka
tidak dapat melepaskan diri, dan mereka ditangkap dari tempat yang dekat
(akhirat). (Dalam penyesalan) mereka
mengatakan, kami beriman kepada-Nya. Bagaimana mereka sanggup mencapai keimanan
dari tempat yang jauh (dunia). Sungguh, mereka telah mengingkari Allah
sebelumnya. Dan mereka dahulu telah mendustakan yang ghaib dari tempat yang
jauh (dunia)." (Saba':51-53).
Ternyata, ada sebab yang menghalangi mereka untuk
beriman. Penghalang (hijab) bisa mewujud gambaran kanan (kebaikan), dan sanggup
mewujud gambaran kiri (keburukan). Memori dan aksi kanan adalah taat dan
nikmat. Memori dan aksi kiri adalah maksiat dan bala'. Keduanya dapat menghijab
Tuhan yang sebenarnya. Masa sekarang adalah masa untuk mengerucutkan kedua
nilai tersebut (jalan kebaikan dan jalan keburukan). Akan memantik ranah
ketiga. Ranah ketiga adalah jalan tengah yaitu undangan pada jalan lurus
(shirathal-mustaqim).
Apa yang menjadi hijab (perintang) untuk
berkeyakinan penuh mengimani Allah adalah keraguan. Sebagian besar umat muslim
berada pada posisi keraguan. Keraguan lebih berbahaya daripada kafir.
Kalamullah sejak dahulu telah mewartakan tentang larangan keraguan.
"Penghalang antara mereka dengan iman adalah paham orang-orang terdahulu.
Sesungguhnya mereka dahulu (dunia) berada dalam keraguan yang mendalam."
(Saba':54). Bukan mereka tidak beriman, tetapi ragu dan meragukan keimanan
kepada-Nya, meski banyak salat, zakat, puasa, haji dan umrah mereka. Mereka
menyandarkan kehidupan dengan materi dan non-materi dunia. Tergusur dan terusir
mereka di akhirat. Sebuah penyesalan yang tidak ada ujungnya. "Penyesalan
mereka adalah, alangkah baiknya, sekiranya dahulu kami (di dunia) menjadi tanah
saja, sehingga tidak ada pertanggungjawaban seperti hari ini."
(An-naba':40). Peringatan demi peringatan telah datang, setiap kali datang
peringatan, mereka merespon dengan bermain dan berpaling. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar