MANUSIA REFLIKA SIFAT ALAM SEMESTA
MANUSIA REFLIKA SIFAT ALAM SEMESTA
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Alam semesta yang besar (makrokosmik)
tertampung pada jiwa manusia yang kecil (mikrokosmik). Dalam pengertian,
manusia adalah reflika sifat alam semesta. Karena itu, manusia adalah 'alam
shaghir yang sanggup menanggung beban alam kabir. Telah melambangkan diri
manusia antara alam mulki-syahadah dengan alam malakut-ghaibah. Jasmaniah
manusia mengandung unsur tanah, air, api, angin. Dari unsur tanah menuju unsur
nabatiyah (tumbuh, kembang, merambat, menjalar). Dari nabatiyah menuju unsur
hayawaniyah (hewan) seperti bersetubuh, beranak-pinak, berkembang biak,
bergerak dan berpindah tempat (mobile). Dari unsur roh hewan menuju unsur roh
insaniyah. Tahap-tahap ini, masih bersifat jasmaniah. Barulah pertama kali,
mereka mengenal Allah Swt. Tuhan yang menciptakan dan kepada-Nya dikembalikan
(innalillahi wainnailaihi raji'un). Sesungguhnya kami berasal dari Allah, dan
sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya.
Seluruh tingkatan alam terdapat di dalam hati
manusia. Hati manusia tempat bersemayam tingkat roh malaikat. Niscaya, bila
manusia taat kepada Allah Swt, maka manusia lebih mulia daripada malaikat (fi
ahsani taqwim). Dengan potensi inilah, manusia diangkat menjadi khalifah Allah
Swt di bumi. Manusia sebagai makhluk bumi dan membumi. Sedang selaku 'abdullah
(hamba Allah), manusia menjadi makhluk langit dan melangit. Kedua derajat
manusia sebagai khalifatullah dan abdullah adalah sama-sama mulia. Mulia karena
dualitas entitas tersebut saling melengkapi dalam satu diri manusia. Satu diri
yang memiliki dua fungsi tadi.
Namun bila manusia berdosa, berbuat aniaya dan
tidak mau bertaubat, pasti jatuhlah mereka pada lembah kehinaan dan kemiskinan
rohani (dhillatu wal maskanah). Bila berdosa, tidak mau menggunakan fasilitas
ketuhanan yang ada dalam dirinya (devine factor), yaitu taubat. Bila mendapat
anugerah nikmat, tidak mau bersyukur. Jika didera bala', mereka tidak mau
bersabar. Sungguh sangat merugi (khusranul-mubin) hidup ketiadaan taubat, sabar
dan syukur. Turunlah derajat manusia dari "ahsani taqwim"
(sebaik-baik struktur penciptaan), menjadi "tsumma radadnahu
asfalasafilin" (kemudian Kami kembalikan mereka pada derajat yang
serendah-rendahnya). Inilah sifat rendah umumnya manusia, seperti tergesa-gesa
('ajula), kikir (qatura), bodoh (jahula), ingkar (kafura), buta mata hati
('ama), tuli (shumma), bisu (bukma), sombong (fakhura), aniaya (dhaluma).
Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal
saleh, bagi mereka pahala yang tiada putus. Pada diri manusia mengandung sifat
baik dan sifat buruk. Dalam diri manusia ada sifat malaikat (fihi
shifatul-malaikah) seperti senang kepada kebaikan, suka mendoakan, taat, tidak
pernah melanggar larangan Tuhan, senantiasa menunaikan perintah, jujur, sangat
baik. Sehingga tidak berlebihan saat seseorang mengatakan: "dia berhati
malaikat."
Diri manusia juga bisa menjadi dunia iblis
(wafihi shifatul-iblis). Saat hati manusia dikuasai iblis. Sifat iblis adalah
sombong, raja penipu besar, tukang adu domba, dengki, suka memfitnah. Selalu
bermaksud jahat, tidak pernah bermaksud baik. Senang dengan barang-barang yang
haram, berzina, mabuk arak, tuak adalah sahabat iblis. Menakut-nakuti manusia
agar berpaling dari jalan Allah Swt yang lurus. Membenci kebaikan, suka kepada
keburukan. Mengingini perpecahan, keretakan, konflik. Membenci perdamaian,
persatuan dan persahabatan karena Allah Swt.
Dalam struktur rohani manusia, hati umpama
panglima yang mengatur seluruh prajurit. Dalam hal ini, prajurit adalah seluruh
anggota tubuh. Mata tunduk kepada komando hati. Telinga patuh kepada suruhan
hati. Mulut ikut kepada perintah hati.
Hati manusia bisa menjadi miniatur alam
semesta, reflika dunia dan akhirat. Seperti sifat alam hewan (ruh hayawaniyah),
dan sifat alam tumbuhan (ruh nabatiyah). Ruh nabatiyah, adalah keadaan manusia
bertumbuh, berkembang, makan, minum, bernapas. Siklus tumbuh, kembang, layu,
tua, kering, akhirnya mati. Layaknya proses
kehidupan manusia. Namun, sifat hidup tumbuhan adalah menaungi
orang-orang yang berteduh. Melindungi dari panas terik matahari. Menyajikan
yang terbaik bagi manusia berupa padi-padian, umbi-umbian, sayur-sayuran,
buah-buahan yang tumbuh sangat lebat. Untuk diambil manfaatnya sebagai protein
nabati. Adapun pohonnya bisa dibuat kayu untuk proyek perumahan, perkapalan.
Daun, buah, kulit, getah, akar tumbuhan bisa dijadikan ramuan obat herbal alami
untuk mengobati penyakit. Manusia yang berjiwa dan bersifat tumbuhan
(nabatiyah) sangat berguna bagi lingkungan masyarakat. Maknanya, dalam diri
manusia terdapat sifat tumbuhan. Wujud tumbuhan ada yang besar, ada yang kecil,
ada yang tinggi, ada yang rendah. Tetapi memberi manfaat untuk manusia. Bahkan,
rela dikorbankan, rela dimanfaatkan untuk kepentingan apapun. Tugasnya hanya
satu, memberi tanpa meminta.
Banyak kita saksikan, manusia yang berhati
tumbuhan. Cirinya, dia menjadi seorang yang teduh dan meneduhkan. Dia menyimpan
air untuk mineral kehidupan keseharian. Dia memberikan manfaat berupa buah yang
banyak, tanpa putus berbuah, dan tanpa larangan memetiknya. Bukankah ini
fitur-fitur surgawi. Jadilah wujud tumbuhan surga bagi diri dan orang lain.
Sebab secara bahasa, jannah (surga) artinya adalah kebun-kebun yang lebat.
Jangan menjadi pohon neraka, sehingga mengakibatkan orang-orang disekelilingnya
menjadi resah dan gelisah. Pohon zaqqum, buahnya berduri, mayangnya seperti
kepala syaitan.
Di hati manusia juga terdapat sifat hewan.
Hewan buas (subuiyah) dan hewan jinak (bahimiyah). Menghujat, menyerang,
menyergap, menendang, menikam, membunuh, memfitnah adalah ciri binatang buas
yang terdapat pada diri manusia. Tatkala, dia malas, tidak beraktivitas,
memenuhi kebutuhan biologis, bersenang-senang, bermanja, itulah sifat binatang
jinak yang terhimpun pada diri manusia. Dengan istilah lain, "manusia-binatang."
Alam shaghir (miniatur alam semesta)
mereplikasi pada diri manusia. Manusia berada diantara dua alam. Alam mulki
(bumi) dan alam malakuti (langit). Kadang derajat manusia menjadi lebih rendah
daripada anasir bumi (tanah). Kadang derajat manusia lebih tinggi daripada
anasir langit (malaikat). Ketika manusia rakus, apapun dia lahab. Batu, pasir,
semen, aspal, tidak peduli, dan proyek pembangunan. Terpenting baginya ialah menjadi orang kaya.
Kertas, tinta, komputer, dan proyek ATK lainnya. Kadang manusia lebih mulia
daripada malaikat, ketika pemikirannya untuk ibadah. Perasaannya bersama Allah
Swt. Pengabdian tulus untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Dedikasinya bagi
kesejahteraan rakyat. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar