MARHABAN YA RAMADAN
MARHABAN YA RAMADAN
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
MARHABAN berasal dari kata rahban. Teks rahban
artinya lapang, luas dan meluaskan, memberi perhatian, memenuhi permintaan
dengan sempurna, tunduk, juga memohon maaf bila tidak berkenan. Dalam konteks
kedatangan tamu Ramadan, ucapan marhaban ya Ramadan telah menjadi tradisi
masyarakat Arab. Marhaban jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia artinya
selamat datang (Inggris: welcome). Ada tiga ucapan saat menyambut tamu yang
mulia dalam tradisi Arab, "ahlan, sahlan, marhaban."
Ahlan artinya keluarga, sahlan artinya mudah,
marhaban artinya selamat sejahtera, aman sentosa. Ahlan, sahlan wa marhaban
merupakan ketiga kata adab yang sering digunakan untuk menyambut tamu. Terlebih
tamu Ramadan. Makna apa yang terkandung dalam ketiga kata ini?
Kata ahlan merupakan sambutan hangat kepada
Ramadan yang dielu-elukan. Karena dia
ibarat tamu yang menjadi keluarga di rumah kita. Peng-elu-eluan dalam rangka
supaya Ramadan bukan berstatus orang asing dalam rumah batin kaum beriman. Membersamai keluarga Ramadan dalam hari-hari
sebulan akan memberikan kesan yang sangat kuat, dan bermutu unggul. Kata
sahlan, sahlan berarti mudah. Maksudnya, umat muslim sedunia, memberikan kemudahan
terhadap apa-apa yang dikehendaki Ramadan. Ramadan menghendaki berpuasa di
siang hari, dengan mudah kita tunaikan. Ramadan berkeinginan qiamullail, dengan
mudah kita dirikan. Sedang kata marhaban dapat menunjuk kepada ruang hati yang
lapang. Lapang untuk kehadiran Ramadan, sampai dia pulang. Implikasinya,
penciri penghuni surga di dunia dan di akhirat adalah orang yang mudah, ramah,
lemah-lembut, akrab, pengasih, penyayang, penyantun. Bila puasa Ramadan
dijalani dengan benar, akan memantik kesan intelektual (intellectual aura),
kesan emosional (emotional resonance), dan kesan spiritual (spiritual
resonance).
Memiliki hubungan antara ketiga kesan ini,
dengan tahap Ramadan dalam tiga putaran yang memberi dampak (Ramadan impact). Pekan pertama dalam satu putaran Ramadan,
mulai hari ke 1 sampai 10 adalah tahap kasih sayang Tuhan (awwaluhu rahmah).
Siklus pertama ini boleh dikata membangkitkan kesadaran intelektual
(intellectual awareness). Pekan kedua sebagai turnamen (kompetisi), adalah hari
pertengahan Ramadan sebagai ampunan Tuhan (wa-ausatuhu maghfirah). Pertengahan
berkisar hari ke-11 sampai 20 Ramadan. Adapun finalisasi terletak pada putaran
ketiga, dimana seluruh para pemain di gelanggang Ramadan menggondol cup, tropi
atau sertifikat penghargaan. Sertifikat sebagai hari terakhir Ramadan, kembali
kepada fitri nan suci. Tahap ketiga berdurasi dari tanggal 21 sampai 29/30
Ramadan, yaitu masa itqum-minannar (pembebasan dari siksa api neraka). Dapat
pula bermakna keselamatan dari huru-hara diri kiamat, dan keamanan diri
memasuki surga (fadkhuluha bisalamin aminin).
Atas nama kemuliaan Tuhan, Ramadan dimuliakan.
Atas nama keagungan Tuhan, Ramadan diagungkan. Pantas, bila sebagai hamba
ciptaan-Nya, kita semua bersuka-cita menyambut bulan Ramadan suci. Barang siapa
yang mengagungkan item yang diagungkan Allah, sungguh bukti takwa didalam hati.
Ramadan mengusung karim (kemuliaan), Ramadan
membawa rahim (kasih sayang). Bulan kemuliaan karena di bulan ini, telah
dipilih Allah sebagai waktu turunnya Alquran kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Bulan kekasih-sayangan karena pahala yang besar di bulan ini adalah memberi
makan orang yang berbuka pada waktu maghrib. Meraih dua amaliah Ramadan
tersebut, adalah keutamaan di sisi-Nya. Pertama, mengaji (tadarrus) dan
mengkaji (tadabbur) Alquran adalah aktivitas Ramadan kaum beriman. Kedua,
gerakan sedekah untuk yang berpuasa. Sedekah akan menjadikan hamba
sedekat-dekat dengan kekasih-sayangan dan kecintaan Tuhan. Raihlah fasilitas
untuk investasi masa depan (akhirat), berhadiah surga dan rida-Nya.
Puasa Ramadan yang sangat diistimewakan,
selain mengandung tiga tahapan utama, rahmah (kasih-sayang), maghfirah
(ampunan), itqum-minan-nar (pembebasan dari api neraka). Dalam paradigma
pendidikan Islam, terkenal dengan tiga tradisi besar dalam komunitas muslim
(ta'lim, ta'dib, tarbiyah). Maksudnya, perhubungan ketiga ranah ini adalah
tradisi ta'lim akan melahirkan alumni intellectual aura (pengaruh dimensi
pikir). Tradisi ta'dib memantik emotional resonance (pengaruh dimensi zikir).
Tradisi tarbiyah akan menerbitkan generasi rabbaniyah berpengaruh pada dimensi
spiritual (spiritual resonance). Memasuki dimensi spiritual artinya masuk pada
ranah ketuhanan (divine dimention). Pencapaian ketiga asas kemuliaan tadi,
dapat ditempuh dalam masa tiga putaran di bulan Ramadan mulia.
1. Kesadaran intelektual Ramadan.
Kesadaran intelektual (ta'lim) Ramadan dapat
dilatihkan (riyadah) melalui pembelajaran dan pengembangan diri dengan kajian
Alquran dan sunnah (hikmah). Pengembangan daya nalar kritis, termasuk
keberanian membongkar tradisi agama. Memperluas jaringan analisa agama dan
kesiapan diri Ramadani untuk berubah. Kesalahan paradigma (misconception of
paradigm) yang selama ini, selalu bertumpu kepada berhala IPTEK dengan
melupakan IMTAQ. Terutama terjadi pada fakultas-fakultas umum. Atau sebaliknya,
abai terhadap IPTEK, namun hanya berbasis IMTAQ. Fenomena ini sangat mudah
ditemui pada fakultas-fakultas agama. Puasa Ramadan berfungsi memadukan
keduanya (IPTEK dan IMTAQ).
2. Kesadaran emosional Ramadan.
Ta'dib Ramadan bertugas mengajari adab. Adab
sesungguhnya bertumpu pada rasa (zikir). Tingkat kesadaran emosional bisa
dicapai dengan puasa (mujahadah). Berupa merasakan indahnya syukur, sabar,
rida. Pengaruh emosional puasa Ramadan dapat tumbuh melalui kerja sosial (non
profit). Berbantuan gerakan aksi peduli Ramadan, gerakan kemanusiaan dan
filantropi lainnya.
3. Kesadaran spiritual Ramadan.
Spiritualitas Ramadan mengusung,
mengimplementasikan, memanifestasikan perbuatan Allah kepada perbuatan makhluk,
sehingga tampak keserasian spiritual perbuatan insan kamil. Lalu, pada emanasi
memanifestasikan nama dan sifat sang pencipta kepada nama dan sifat makhluk,
bermetamorfosis menjadi abdullah dan khalifatullah. Semua af'al, nama, dan
sifat adalah akumulasi dari kitab suci Alquran. Membersamai puasa dengan kajian
Alquran, telaah ayat per-ayat, kalimat per-kalimat, merupakan perantauan
spiritual yang mendaki (spiritual journey).
Terasa sulit untuk dikisahkan kembali saat
dialog spiritual dengan kitab suci Alquran. Sebab, ada rasa yang tidak sanggup
untuk diungkap. Karena penyatuan sifat kasih (rahman), sifat sayang (rahim),
sifat santun (halim), sifat lembut (latif) yang Dia berikan kepada manusia
pilihan (mujtaba), dan manusia yang mendapat petunjuk (muhtada).
Puncak spiritual (syatha') ialah menjadi
insan-rabbani. Secara immaterial dan substansial, puasa Ramadan ditingkat ini,
akan mengubah hamba (insan) kedalam
perlindungan ketuhanan (wilayat-ilahiyat). Artinya, peningkatan kesadaran akan
kehadiran Tuhan yang maha gaib. "Didalam kegaiban itulah, manusia beriman.
Dan didalam kegaiban itulah, manusia banyak yang durhaka." (Nurcholish
Madjid). Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar