NUZULUL QURAN MENCIPTAKAN PERADABAN SEMESTA

 

NUZULUL QURAN MENCIPTAKAN PERADABAN SEMESTA

Oleh

Ma’ruf Zahran Sabran

Termasuk Ramadan tahun ini, peringatan Nuzulul Quran, malam 17 Ramadan 1446 Hijri bertepatan dengan 17 Maret 2025 Masehi. Pertama dan utama dalam Islam adalah membangun peradaban semesta. Peradaban merupakan sesuatu yang wajib diperoleh manusia, karena keadaban modal bermasyarakat (social capital) yang maju. Piranti keras dan piranti lunak peradaban wajib pula disediakan. Belajar dari kaedah usul fikih: "Mala yatimmul wajib illa bihi fahuwal wajib." Artinya, segala sesuatu yang menyampaikan kepada kesempurnaan wajib, kecuali wajib juga keberadaannya. Tujuan dari pelaksanaan hukum wajib, niscaya alat, sarana dan prasarana, perangkat yang menunjang kesempurnaan pelaksanaan hukum wajib, wajib pula dihadirkan.

Peradaban (berasal dari kata adab) harus lebih dahulu hadir, sebelum hukum dan institusi. Artinya, peradaban hukum layak lebih awal tiba, daripada materi hukum. Aqidah harus diajarkan lebih dahulu daripada syariah (hukum). Peradaban ekonomi mesti lebih dahulu datang, daripada materi ekonomi. Rasionalitas lima ayat yang pertama turun membicarakan suruhan peradaban. Bukan suruhan ibadah, sakramen atau ritus lainnya. Sebab, percuma ibadah tanpa basis peradaban. Basis peradaban utamanya ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, akhlak mulia, dan masyarakat madani.

Hukum yang tidak diawali dengan peradaban, akan merasa jumawa dihadapan rakyat sendiri. Ekonomi yang tidak diawali dengan peradaban, akan menjadi ekonomi gurita, menyikat apa saja yang ada dihadapan tanpa peduli. Ibadah yang tidak diniatkan untuk ketulusan peradaban, ibadah berpotensi menjadi alat untuk menakar kesalehan diri dan orang lain. Seberapa penting peradaban? Sangat penting, sehingga peradaban telah menjadi awal kewahyuan sebagai penanda pelantikan kenabian Rasulullah Muhammad SAW.

Ada sesuatu yang unik saat  serah-terima pelantikan kenabian Muhammad Rasulullah SAW. Tes ketuhanan disuruh membaca, namun tidak ada teks yang dibaca. Berbeda dengan pelantikan para utusan Tuhan yang lain. Seperti lewat mimpi, atau sewaktu di penjara. Sedang Muhammad bin Abdullah ketika akan dilantik, disuruh membaca. Apa kegunaan membaca bagi generasi milenial (genz)? Terlebih, membaca tanpa teks, tanpa naskah. Sebanyak tiga kali suruhan membaca. "Iqra' ya Muhammad" (baca wahai Muhammad). Muhammad menjawab: "Ma ana biqari" (dengan apa aku membaca), tiada teks, tiada tulisan. Malaikat Jibril memeluk Muhammad erat-erat. Hampir beliau tidak bernapas. Selain suasana gua Hira yang tinggi, sempit, panas dan gelap gulita. Jibril juga menampakkan wujudnya yang asli. Setelah dipeluk erat, dan Muhammad tidak mampu membaca Tuhan, itu adalah hakikat Tuhan (essence of God).

Iqra' 1, Iqra' 2, Iqra' 3, Dia-lah hakikat Tuhan, tatkala Muhammad bingung, hingga akhirnya tidak sanggup membaca. Muhammad mengembalikan persepsi Tuhan kepada diri Tuhan yang ada didalam (inner). Selama belum disyariatkan, pasti Tuhan yang sebenar, bukan Tuhan yang berbinar. Sepanjang Tuhan belum diunggah, inilah Tuhan sejati, bukan Tuhan imajinasi atau halusinasi. Muhammad diajari oleh Malaikat Jibril sebagai murabbi/mursyid. Selanjutnya, bahwa Iqra-4, adalah Iqra' syariat. Maksudnya, terbukalah alam semesta, dengan kenyataan firman. "Bacalah, dengan nama Tuhan-mu yang menciptakan." (Al-'Alaq: 1).

Hari ini, banyak umat beragama pada tataran tafsir Iqra'-4 (syariat). Cirinya, mereka memperdebatkan bacaan yang bisa dibaca, dan tulisan yang dapat ditulis. Padahal, bacaan dan tulisan sebatas alat (tools) untuk mencapai tujuan. Nama Tuhan, berarti bukan Tuhan, sifat Tuhan, berarti bukan Tuhan. Tuhan yang esa, kembali ke Iqra'1, 2, 3. Kondisi kejiwaan tadi, saat Muhammad tidak sanggup menyebut Tuhan, saat Muhammad tidak kuat membaca Tuhan. Namun, bukan berarti tidak bertuhan.

Tuhan batin, itulah yang sedikit dihakikatkan manusia (inner). Tuhan zahir, ini yang banyak disyariatkan manusia (outer). Tetapi, untuk kemanfaatan kenabian dan keumatan, sangat perlu membaca teks dan konteks. Dengan Muhammad (bi Muhammadi) tampak cahaya alam semesta. Akhirnya, umat ber-eforia pada Tuhan syariat saja. Tuhan syariat dalam jangkauan zat, sifat, asma', af'al. Atau termanifestasi dengan cara dihurufkan. Terangkai pada konsonan Alif, Lam, Lam, Ha (Allah). Zat, sifat, asma' (nama), af'al (perbuatan) adalah Nur Muhammad Rasulullah SAW. Menyata, sehingga zat adalah kedirian sesungguhnya adalah Rasulullah SAW, sifat-Nya yang bisa dicontoh. Nama-Nya yang banyak disebut, af'al (perbuatan) Allah yang dapat dilihat, didengar dan disaksikan. Banyak manusia menduga, inilah Tuhan yang sebenarnya. Tuhan dalam bentuk nyanyian, bacaan, tulisan, lukisan, pahatan. Tuhan dalam bentuk arca, kayu, batu, dan huruf hijaiyah.

Inilah yang dimaksud revolusi peradaban utama saat pertama kitab suci Alquran diturunkan untuk kesemestaan. Beragama bukan perkara sepele, main-main. Lalu, merasa mapan (establesment) dan terhenti (stagnan) menyembah nama. Banyak umat yang perjalanan spiritual mereka terhenti pada aqidah, ibadah dan mu'amalah. Mereka merasa cukup terhadap ilmu agama yang didapat di bangku kuliah, sekolah dan majelis kajian. Tanpa mau meningkatkan kualitas diri. Tidak ada niat untuk meng-upgrate tangga-tangga langit.

Gua hira jadi kenangan dan ingatan tulus. Sekarang, Muhammad bertungkus lumus membenahi umat. Demikian pula pengikut setia, setiap detik berjuang menegakkan kalimat yang tinggi tanpa terjangkau. Allahuakbar tembuskan sehingga melintas batas syariat dan batas hakikat. Hari ini, banyak umat yang ketakutan untuk menembus alam (langit dan bumi). Sehingga mereka terpenjara oleh pikiran dan perasaannya sendiri. Bak kata pepatah: "Seperti katak dalam tempurung." Dunia katak tidak lebih dari tempurung.

Bagi mereka yang sudah mengenal-Nya. Apa yang telah diberikan Allah SWT kepadanya,  sangat berharga. Sangat berharga ialah kemerdekaan. Kemerdekaan dari rasa takut kehilangan, dan kemerdekaan dari rasa cemas terhadap masa depan. Telah banyak Dia firmankan tentang keadaan para kekasih (auliya) yang tidak pernah bersedih dan tidak pernah berdukacita.

Apa yang disedihkan karena kehilangan? Bukankah kehilangan adalah pergantian tempat yang lebih baru dan lebih bahagia. Apa yang ditakutkan, ketakutan merupakan tanda belum kenal. Masihkah berduka, ketika Tuhan sudah memberikan kemerdekaan.  Perasaan berduka sama dengan menuduh Tuhan sudah menjajah dan memenjara jiwa. Perasaan takut sama dengan menuding Tuhan belum memberikan sifat-Nya, Almukmin (maha mengamankan) dan Almuhaimin (maha melindungi).

Simpul literasi, sampaikan roh kepada tingkat beragama tertinggi, jangan tanggung-tanggung. Berbuat secara bebas, dan bertanggungjawab secara bebas. Tiada tujuan agama diturunkan, kecuali memudahkan dan membebaskan manusia dari ikatan lahir dan ikatan batin. Konsep tauhid yang diajarkan Alquran adalah konsep kemerdekaan manusia. Kemerdekaan diperoleh dengan beriman kepada Allah dan Rasul Muhammad SAW. Ruku', sujud, dan berbuat baik (baca Alhaj:77). Ramadan yang membebaskan dari perbudakan harta, Ramadan yang menyingkap tabir rahasia ilmu, iman dan amal, Ramadan yang berani mengambil jalan mendobrak kultur dan menembus sekat langit dan bumi. Sekaligus, mengantar kepada fitrah sebagai puncak spiritual (spiritual climax). Spiritual climax adalah meniadakan beban ('adamul-haraj), menyedikitkan tanggungjawab (taqlilut-takalif), berangsur dalam penetapan hukum (attadrij fit-tasyri'), dan berbasis kesejahteraan umum (maslahah 'ammah). Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

CIPTAKAN TATA DUNIA DAMAI

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN