SELAMAT JALAN RAMADAN

 

SELAMAT JALAN RAMADAN

Oleh

Ma’ruf Zahran Sabran

Alwada' Ramadan, selamat jalan Ramadan. Kehadirannya membersamai hari-hari dengan puasa. Kegembiraan ketika maghrib tiba dengan berbuka puasa. Allah SWT memasukkan rasa kebahagiaan ke dalam hati, untuk merayakan orang-orang beriman dengan dua kegembiraan (farhatani). Satu, kegembiraan saat berbuka puasa. Dua, kegembiraan saat berjumpa dengan Tuhannya. Di dunia dan di akhirat. Sebab, dunia dan akhirat merupakan ayat-ayat (tanda) kebesaran Allah SWT. Bagi orang tertentu, perjumpaan kelak, di dalam surga Firdaus. Menatap-Nya tanpa sekat dan penyekat, tanpa dinding dan pendinding.

Pada malam-malam Ramadan yang sebentar lagi akan kembali ke pangkuan Tuhan, merupakan malam indah merenda hiasan ibadah. Alunan suara imam yang merdu, sangat sulit ditemukan di luar Ramadan. Salat taraweh, salat witir, salat tasbih secara berjamaah, tidak akan ditemukan di luar Ramadan. Kajian-kajian intensif seputar Ramadan dan Keislaman akan sulit ditemukan lagi. Ramadan di TV, radio, surat kabar, youtube, keluarga, kampus, sekolah, masyarakat, seakan seirama dengan program santri Ramadan. Maksudnya, semua menyampaikan berita langit. Akankah semua hidangan rohani itu akan pergi, lenyap. Seiring dengan kepergian dan kelenyapan Ramadan?

Sedih, gambaran perwakilan rasa dari hati kaum beriman. Karena, belum tentu Ramadan kembali datang, akan mendapati, menghadiri, menemani kita dengan berpuasa ditahun depan. Karena ajal kematian tidak tertukar, dan tidak pernah tahu. Pasti, diantara kita akan dipanggil oleh Allah SWT di tahun ini, 1446 Hijriah/2025 Miladiyah. Atau, jika masih diberi umur panjang, namun tidak sekuat yang sekarang. Unsur tulang sudah melemah, rapuh. Mata akan kabur, tidak sekuat sekarang, saat terang memahami ayat-ayat Tuhan. Telinga sudah lamur, urat dan kulit telah kendur. Tersadar, perjalanan semakin mendekat kepada titik kubur kematian.

Mumpung sebelum semuanya berakhir, menghitung ujung Ramadan. Lagi diambang dia akan pulang, pintu dan bilik ampunan masih terbuka. Sebelum dia menutup buku agenda pertahun. Rasulullah SAW mengajari doa untuk umat: "Allahumma innaka 'afuwwun karim. Tuhibbul 'afwa fa'fuanniy." Artinya: Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pemaaf lagi maha pemurah. Engkau mencintai kemaafan, maafkan aku. Tidak ada yang lebih beruntung dalam hidup, kecuali meraih ampunan Allah, Tuhan yang maha pengampun, maha penyayang. Doa yang populer dikalangan umat juga keampunan dan kemaafan saat perhitungan amal (yaumul-hisab). Diberi kesanggupan untuk bertaubat sebelum kematian. Kasih-sayang Tuhan saat kematian. Keampunan setelah kematian. Ya Allah, mudahkan kami saat sakaratul-maut, berhasil (terhindar) dari siksa neraka, dan kemaafan ketika sesi perhitungan amal. Hari pada saat neraca (timbangan) ditegakkan (yaumul-mizan).

Memohon kepada-Nya yang maha pemaaf. Kemaafan ketika hidup dan mati. Saat di alam kubur dengan kemaafan-Mu, saat dibangkitkan dengan kemaafan-Mu, saat hisab di mizan (pemeriksaan amal) dengan keamanan-Mu. Niscaya, sungguh merugi. Pertama, merugi manusia bila menyaksikan hadir di bulan ampunan, sedang dosanya belum diampuni.

Dua, anak yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup, sedang dia gagal memperoleh keridaan keduanya. Bahkan durhaka terhadap ayahnda dan bunda, tertutup pintu ampunan. Padahal ampunan adalah modal utama meraup kasih sayang Tuhan. Sebaliknya, bakti kepada keduanya merupakan kendaraan tercepat dengan melaju menuju surga tanpa halangan. Surga diraih dan ditempuh dalam berbakti, berkhidmat, melayani dengan penuh kasih, dan segenap sayang. "Dan, Tuhanmu telah memerintahkan, jangan engkau menyembah, kecuali kepada-Nya. Berbuat sangat baiklah (ihsan) kepada kedua orang tua. Dan peliharalah keduanya, ketika keduanya berusia lanjut. Jangan engkau mengatakan cis, ah, uh. Jangan engkau membentak keduanya. Dan ucapkan kepada keduanya, ucapan yang mulia. Rendahkanlah sayapmu dihadapan keduanya dengan penuh kasih-sayang. Doakanlah keduanya, Tuhan, sayangi keduanya, sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil." (Al-Isra':23-24).

Jelas, berpisah dengan Ramadan sama dengan berpisah dengan kedua orang tua tercinta. Terpisah dari kandungan sayang mereka, doa dan perhatian, cinta dan kepedulian. Keduanya, sungguh membawa rahmat, ampunan, dan kemerdekaan sejati. Kerugian pertama, kala gagal meraih ampunan Tuhan di bulan Ramadan. Kerugian kedua, saat ayahnda dan bunda masih hidup, namun keduanya tersakiti oleh anak-anaknya sendiri. Kerugian ketiga, sungguh sudah diutus Rasulullah Muhammad SAW ke bumi. Tetapi sangat disayang,  banyak manusia yang tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Bahkan, tidak mau menyahut salam dan selawat kepada Rasulullah SAW di dalam majelis atau di luar majelis. Tidak melazimi diri dengan salam selawat. Ketika mendengar nama Rasulullah SAW disebut, mereka membenci. Tanpa dijemput dengan salam untuk beliau. Salam merupakan bukti cinta dan rindu yang hangat kepada sang junjungan. Selawat yang penuh hormat, bukti kedekatan kepada sang kekasih, di dunia dan di akhirat.

Selamat jalan Ramadan (alwada' Ramadan), jiwa kaum beriman meyakini Allah SWT, sang pemilik Ramadan. Allah, Engkau maha hidup abadi, tidak pernah mati. Tuhan pemilik Ramadan selalu hadir di hati kaum beriman. Hari dan malam-malam Ramadan boleh pergi. Namun Tuhan tidak pernah pergi. Ramadan boleh lenyap, namun Tuhan tidak pernah lenyap. Ramadan boleh berlalu dan berhenti. Tuhan Allah SWT tidak pernah berlalu di hati kaum beriman. Tuhan Allah SWT tidak pernah berhenti memberi rahmat, hidayah, taufik, ampunan dan rezeki yang halal lagi baik.

Jadi, menjadilah hamba Tuhan ('ibadu rabbi) yang tulus. Tulus tanpa berharap pamrih (upah). Hamba yang tulus, tulus tanpa takut diancam. Bukan berharap dorongan pahala dan surga, lalu terbit sujud. Sekiranya tidak ada surga, masih adakah sujud tulus bagi orang yang bersujud? Andai tidak ada neraka, masih adakah mereka yang mau bersujud? Bahkan, umpama tidak ada Ramadan yang mengandung kemuliaan, adakah ayat-ayat Tuhan masih dibaca? Semua jawaban, menunggu ketulusan, keikhlasan dari hamba Rabbani. bukan hamba Ramadani. Ramadan, nama bulan yang kesembilan dari dua belas bulan. Boleh datang, boleh pergi. Tuhan sejati, setia di dalam hati hamba yang menyembah-Nya. Dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, dan selalu condong kepada fitrah, kesucian diri yang beragama (mukhlisina lahud-dina hunafa'). Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

CIPTAKAN TATA DUNIA DAMAI

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN