ALQURAN BERBICARA KESEMESTAAN
ALQURAN BERBICARA KESEMESTAAN
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Jangan lupa untuk membaca Alquran, tumbuhkan
cintanya. Cinta tumbuh karena sering bertandang, bertemu. Namun kali ini lain,
berbeda. Jika kita mengenali orang lain, semakin dalam, banyak teliti
pengenalan kita, semakin nampak kekurangannya. Tidak jarang, dahulunya sahabat
lalu menjadi musuh. Buktinya, banyak rumah tangga yang mampu bertahan puluhan
tahun. Akhirnya bercerai. Karena, manusia memiliki sisi gelap dan sisi terang.
Sudut positif dan sudut negatif dalam keseluruhan hidupnya. Bila terpandang
sudut positif, senang. Bila terpandang sudut negatif, benci. Dualitas yang
dimiliki oleh semua manusia, sebagai anugerah terbesar Tuhan. Ada matahari, ada
bulan. Ada siang, ada malam, ada jantan, ada betina. Untuk memperingatkan
manusia, bahwa Tuhan berbeda dengan ciptaan-Nya. Dia maha mendengar lagi maha
melihat (baca: Asysyura ayat 11).
Susunan diksinya menggungah hati. Misal, saat Dia
gunakan lam taukid (penegasan) pada ayat tertentu dalam surah Al-'Adiyat.
Perhatikan lam taukid diempat tempat. Lakanud, lasyahid, lasyadid, lakhabir.
Sangat dahsyat makna yang dikandung empat ayat ini.
Belum lagi dilihat dari sudut kesesuaian hubungan
antara awal ayat dan akhir ayat dalam satu surah. Keberadaan antara ayat akhir
surah dengan ayat di surah yang baru. Kemudian, betapa agung saat Dia (Allah)
menggunakan kata ganti (dhamir) tentang Dirinya, saat Dia tidak menyebut
diri-Nya sendiri (Allah). Melalui nama-Nya yang lain, kadang Dia letakkan di
awal ayat, tetapi yang sering di akhir ayat. Penempatan nama dan sifat-Nya di
akhir, menunjukkan hikmah tersendiri dari ayat yang dikandung. Seperti surah
Al-Mulk ayat 1 dan 2, Alqadir dan Al'aziz Alghafur. Biasanya, kunci rahasia
ketersembunyian tersebut berada di ujung
ayat yang mengandung zat (diri), nama, sifat, dan af'al (perbuatan) dari-Nya.
Dengan catatan, manusia mau mencari kesepadanan paparan ayat dengan rahasia
sifat-Nya. Sehingga, ditemukan inti keterangan atau makna batin dari ayat
tersebut, dan begitu seterusnya.
Artinya, ayat dengan ayat saling menjelaskan.
Alquran sebagai petunjuk bagi semua manusia, dan penjelasan atas petunjuk serta
pembeda antara yang benar (haq) dan salah (bathil). Terhubung satu sama lain,
niscaya Alquran menjadi kitab suci yang utuh, satu kesatuan. Sampai tidak
ditemukan kebengkokan didalamnya. Kebijaksanaan saat mengurai masalah,
mengundang akal sehat untuk berpikir. Mengundang rasa untuk merasa. Nikmat
Tuhan manakah yang masih kamu dustakan? Sebanyak 31 kali, Allah SWT mengajak
untuk menalar, menakar, menanya. Tentang nikmat dunia, nikmat akhirat, nikmat
bertuhankan Allah SWT. Diawali dengan Arrahman (maha pengasih), ditutup dengan
"tabarakasmu rabbika dzil jalali wal ikram" (terlimpah seluruh pujian
kebaikan nama Tuhanmu yang memiliki keagungan dan kemuliaan. (Arrahman:78).
Berbicara semesta rahmat Tuhan, misalnya air. Saat
air menyatu dengan sifat aslinya, air menjadi menenangkan, menyejukkan,
menyehatkan, menyegarkan, membuang rasa haus, mengusir pengaruh syaitan, bahkan
menjadi obat (baca: Al-Anfal ayat 11). Tetapi apabila air terpisah dengan sifat
aslinya, pasti air mengamuk menjadi banjir bandang. Itulah ajal kematian air,
ketika dia tidak sanggup memberi manfaat. Unsur air tidak lagi menenangkan,
tapi menggelisahkan. Air tidak lagi menyenangkan, tapi menyengsarakan. Kekuatan
air lebih kuat daripada udara. Kecepatan air lebih cepat daripada api. Karena
udara dan api berasal dari air. "Dan Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup berasal dari air. Apakah kamu tidak beriman." (Al-Anbiya':30).
Demikian isyarat ilmiah dalam Alquran. Artinya dingin, sedingin-dinginnya
adalah siksa. Panas, sepanas-panasnya adalah siksa. Itulah visual neraka
kematian bagi orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, membelakangi
Alquran dan sunnah Rasulullah. Membenci kitab dan hikmah, lalu mendustakannya.
Tidak beriman kepada hari kebangkitan, tidak beriman kepada surga dan neraka.
Unsur api, api makhluk Allah SWT. Api dapat
menghangatkan, menerangi, untuk menanak nasi, dengan izin Ilahi. Api dapat
berbalik menyerang manusia menjadi si-jago merah. Menerjang, mendobrak,
meroboh, mengamuk di tengah-tengah pemukiman warga kota dan desa. Api (nar)
telah kehilangan cahaya (nur) Muhammad Rasulullah SAW. Api yang sudah
tidak berkehidupan, sama dengan
kehilangan roh (jiwa) kehidupan. Unsur api menjadi dingin dan keselamatan atas
Nabi Ibrahim, tatkala beliau hanya menuhankan Allah SWT, bukan menuhankan api.
Artinya, api bisa menyala, api sanggup meredup. Atas
perintah Allah SWT, api bekerja guna memberi manfaat kepada manusia.
"Perhatikan api yang kamu nyalakan dengan kayu? Kamukah yang menumbuhkan
kayu itu, atau Kami? Kami jadikan api untuk peringatan dan bahan yang berguna
bagi musafir. Bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu yang maha agung."
(Alwaqi'ah:71-74)
Adapun unsur angin mengandung dua muatan berita
(kabar). Kabar menggembirakan dan kabar menakutkan. Ibarat dua sisi mata uang.
Bila dia datang dengan lembut, ramah. Pasti membawa gelombang yang mengandung
butiran air. Hujan, awal penumbuhan terhadap benih padi, bijian, tumbuhan,
minuman hewan ternak dan manusia. Tuhan menumbuhkan bumi setelah matinya,
dengan turun air hujan dari langit berdasar kadarnya masing-masing. Namun,
angin pula sanggup menyampaikan kabar menakutkan. Saat disifati dengan badai.
Memporak-porandakan apa saja yang dilewati, menerbangkan apa saja yang
dijumpai.
Terakhir, unsur tanah. Tanah laksana lantai dari
sebuah bangunan rumah. Lebih dari itu, tanah (bumi) menjadi saksi ibarat ibu
pertiwi yang tahu betul, merekam. Tahu betul sangat mengandung, melahirkan,
berkehidupan secara bertahap di atas punggung bumi. Akhirnya, bumi akan bisu
saat dia juga membungkam bahkan memendam manusia ke dalam perutnya. Bumi
(tanah) bisa berdamai, bersahabat kepada manusia dengan izin Allah SWT. Atau,
jika Tuhanmu menghendaki lain, niscaya bumi (tanah) akan mengamuk, tanah
longsor, abrasi pantai, malah tanah hilang dari permukaan bumi (likuivaksi).
Likuivaksi pernah terjadi pada masa Qarun, umat Nabi Musa yang durhaka (baca:
Alqasas ayat 81). Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar