FILOSOFI HARI TUA

 


FILOSOFI HARI TUA

Oleh

Ma’ruf Zahran Sabran

Jangan dipungkiri bahwa hubungan harmonis suami istri memegang peranan penting meredam emosi liar. Mengganasnya pelaku kejahatan ekonomi, boleh jadi disebabkan oleh istri tidak mau menjadi "sawah ladang" suaminya. Agamawan yang tidak santun kepada umat, mungkin faktor hubungan privasi tadi. Guru yang marah di depan kelas, gagal fokus hingga gagal paham, mungkin disebabkan dorongan biologis yang tak tertahankan, namun tidak tersalurkan. Korupsi yang sedang marak, tidak sedikit berfaktor dengan hubungan non harmoni di ruang privat. Bagaimana jika hal tersebut tertahankan selama setahun, dua, tiga, sampai delapan tahun.

Bagaimana dengan hikmah  akad (perjanjian, ikatan) nikah yang telah kehilangan destinasi wisata jiwa. Seks dan romantisme merupakan relaksasi rohani yang urgent. Seks yang dilindungi oleh agama dan hukum, merupakan kehalalan hubungan. Halal, melahirkan ketenangan, kedamaian, motivasi, sportivitas, vitalitas para pihak (suami-istri). Bukan keharaman hubungan (selingkuh). Haram yang memantik kegelisahan, ketakutan, kecemasan.

Andai hubungan seksual dan romantisme hanya hangat ketika usai akad nikah, kemudian meredup memasuki hari tua, sungguh yang berbisik bukan iman, tapi napsu. Justru, kala tua, pasangan hidup butuh sandaran, hiburan. Ketika mereka hidup bukan lagi pada masa jaya. Melainkan kejayaan generasi setelah mereka, anak dan cucu mereka. Aneh, jika mereka masih menjadi "raja zaman." Ibarat raja kehilangan mahkota. Ingin berkuasa di ruang yang tidak lagi "welcome" kepadanya. Tahu dan sadar diri, perlu didasarkan kepada "raja manula." Seakan, mereka yang telah berusia 50 tahun, alam semesta menyapa: "Wahai bapak, wahai ibu, peranmu sudah cukup. Biarkan kami yang melanjutkan, rela atau terpaksa." Memang, mengisi peran di bumi ini, wajib bergantian sebagai sunnatullah. Buktinya, ada yang tua dan akhirnya mati. Ada yang berkarya dan purnakarya.

Kasih sayang, niscaya masih sangat dibutuhkan di hari menjelang tua. Saat telah kehilangan peran di masyarakat, tempat kerja, dan kantor. Sekarang wilayah gerak hanya dapur, sumur, kasur. Dipersempit, diperkecil ruang lingkup kewenangan dan geraknya. Ketika dahulu, tanda tangan masih laku, ocehan masih didengar, menjadi sorotan publik. Kini, semua telah menjadi mantan. Mantan presiden sampai mantan RT/RW. Bagi yang belum siap menjadi mantan, siap-siap terjangkiti virus narsis dan power sindrom.

Tips kebahagiaan hari tua, bila pasangan masih diberi usia lanjut. Berbagi kisah kasih, sayang dan belaian cinta. Sentuhan fisik, dan sapaan pemerhatian, merupakan nutrisi, saat keduanya telah teralienasi (terasing) dari lingkungan. Disamping, menemukan komunitas seangkatan, sepembicaraan (Banjar: sepemandiran), karena banyaknya faktor kesamaan ruang dan waktu tempo doeloe.

Saat kesendirian di hari tua, tidak seceria masa muda. Malah, pasangan telah ada yang pergi. Mengalah, menyerah kepada Tuhan, solusi yang tepat untuk diambil, ketika semua menjauh. Satu-satunya yang tidak pergi, tidak menjauh hanya Allah SWT. Karena Allah tidak pernah mati. Tidak pernah mati, karena Dia tidak pernah hidup. Lawan hidup pasti mati (dualitas). Tapi, Dia yang mencipta kematian dan kehidupan. Untuk menguji kamu, siapa yang paling baik dalam beramal. Dan Dia maha perkasa lagi maha pengampun (baca: Almulk ayat 2). Wallahua'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPUAN PAHALA DAN DOSA CIRI AKHIR ZAMAN

CIPTAKAN TATA DUNIA DAMAI

KULIAH AGAMA - KETUHANAN YME DAN FILSAFAT KETUHANAN