PINTU RAHASIA
PINTU RAHASIA
Oleh
Ma’ruf Zahran Sabran
Alhamdulillah, artikel yang ditulis memuat esei,
untuk mengajak pembaca mengembangkan pola pikir pelepasan. Namun, juga ingin
mengingatkan, bahwa apapun yang tertulis dan terbaca, tidak mampu meraup
seutuhnya makna tulisan dan bacaan. Tetap masih menyimpan pertanyaan. Bila
tidak mau kecewa, saat tidak puas terhadap jawaban. Lebih baik tidak bertanya.
Niscaya, diam merupakan jalan terbaik, dan diam adalah pintu rahasia.
Artinya, biarkan Almutakallim yang berbicara. Hamba,
dengarkan saja bisikan, dan pembicaraan-Nya. Agar tidak selisih paham antara
teks bicara dengan pendengar. Untuk yang mendengar juga harus Dia (Assami').
Kemudian, dimana posisi anda? Bukankah, ketika anda "haqqul yaqin"
bahwa pembicara dan pendengar adalah esa. Kontan, diri kemanusiaan (insaniyah)
anda, sudah musnah, punah. Tenggelam, terbenam, karam, lebur dan tercebur ke
dalam lautan Ahadiyah, musyahadah rububiyah. Melalui pintu rahasia tadi (diam).
Silakan Albasir yang melihat. Tatkala kita tak mampu melihat, kecuali diperlihatkan oleh-Nya. Niscaya yang melihat dan dilihat adalah Dia saja, di dalam ketuhanan yang maha esa. Dalam pandangan keragaman, terpandang hanya keesaan (syuhudul kasrah fil wahdah). Ternyata, tiga sifat ma'ani dan maknawiyah tadi, sama', basar, kalam, saling berangkai dan merangkai medan magnetik. Adalah merupakan esa kesatuan. Kesatuan hanya Allah, tunggal hanya Allah SWT yang maha ghaib. Dalam kegaiban itulah, seseorang beriman. Dan dalam kegaiban pula, seseorang durhaka. Diam sama dengan ghaib, menjadi jaminan mutu (kualitas) keimanan. "Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib." (Albaqarah:3).
Malulah diri bila menolak perintah-Nya, sang maha ghaib. Keyakinan kepada sifat tujuh Tuhan, ma'ani dan maknawiyah. Memantik untuk taat sepenuh kesadaran raga, hati, jiwa (roh), nur, sampai ke ahad. Misal, Allah SWT pemilik ilmu, Dia berikan kepada makhluk, sehingga makhluk berilmu. Demikian juga nama Allah Almukmin. Almukmin artinya aman dan percaya. Maksudnya, sebelum seseorang menjadi mukmin. Tuhan telah mencontohkan, dia sangat percaya kepada ciptaan-Nya. Nama dan sifat Attawwab (maha penerima taubat). Sungguh taubat dari Allah (tawbatam-minallah), dan hendaklah bertaubat kepada Allah (tubu ilallah). Bukankah yang bertaubat dan penerima taubat bersifat esa. Pintu rahasia esa dalam nama, esa dalam sifat, esa dalam perbuatan, esa dalam diri.
Inilah empat pintu rahasia esa yang dapat dimasuki
dari segala arah dan dari berbagai jurusan. Namun, semuanya ghaib. Sehingga
menjadi akhir pencarian diri sejati (diam). Awalnya, kata Allah, yang terdiri
dari huruf alif, lam, lam, ha. Dibuang huruf alif, tinggal lillah. Kata lillah,
jamak ditemukan dalam Alquran. Lillah, sang pemilik, penyandang kerajaan, penguasa
tunggal (the owner one), cek di surah Albaqarah ayat 284.
Terus, dibuang huruf lam pertama, tinggal lahu. Lahu
yang berarti bagi-Nya. Kata lahu, sangat banyak ditemui oleh para pembaca
Alquran, seperti di surah Albaqarah ayat 255. Kini, dibuang huruf lam kedua,
otomatis menjadi huruf ha (tunggal). Huw banyak ditemui dalam pembacaan kitab
suci, seperti, la ilaha illa huw (tidak ada Tuhan kecuali Dia). Dia disini,
bukan laki, bukan perempuan. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan
tidak ada satupun yang serupa dengan Dia. Penjelasan tentang Dia yang ahad,
diberitakan oleh surah Al-Ikhlas ayat 1-4. "Katakan, Dia Allah esa. Allah
tempat meminta. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tidak ada satupun yang
setara dengan Dia." Diperkuat pula oleh surah Asy-Syura ayat 11. Bahwa Dia
bukan dualitas seperti alam semesta. "Dia tidak semisal dengan sesuatu
apapun. Dan Dia maha mendengar lagi maha melihat."
Musnahkan huruf hu, maka temukan Dia yang tidak jauh
dan tidak dekat. Namun bukan berada diantara keduanya. Untuk Dia yang maha
meliputi, sehingga tidak bisa dilekatkan dalam kata, baik huruf awal, tengah,
akhir. Sebab, pengenalan hamba terhadap-Nya, sudah memasuki pengenalan yang
mendalam. Kedalaman yang tidak bisa diukur. Namun, melampaui kedalaman itu sendiri.
Ketinggian yang melewati piranti-piranti lokasi logika. Keluasan yang melintas
batas wilayah cahaya. Bila terpaham di ruang ini, sungguh menjadi ciri
orang-orang yang bertakwa. Sebab, takwa tidak lagi membutuhkan dalil. Dalil
terkadang memenjarakan jiwa, dan selalu meminta bukti fisik.
Dalil hanya berfungsi sebagai petunjuk jalan.
Seterusnya, kita yang berjalan, meniti atau berlari. Setiap orang sudah
diberikan potensi berpikir, menalar dan mengenal Tuhan. Tuhan di setiap abad,
zaman, ruang dan waktu. Maknanya, ruang dan waktu tersebut, pernah dibuka oleh
Tuhan-mu, di alam roh, masa azali. "Bukankah Aku Tuhan kamu (wahai para
roh)? Mereka menjawab: Benar, kami menyaksikan." (Al-A'raf:172). Agar
kelak (hari kiamat), kalian tidak mengelak terhadap perjanjian ini. Atau
mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah mengambil janji dari kami, sehingga kami
bebas tidak terikat untuk menuhankan apapun. Padahal, keesaan sudah ditanamkan,
sejak di alam roh. Tetapi, perjanjian suci yang terlupakan, oleh banyak
manusia. Karena gemerlap dunia, dan silau mata memandang gegap gempita
hiburannya.
Sengaja, Tuhan kunci perjanjian keesaan di alam roh
(protect). Ketika manusia memasuki area kehidupan nyata di alam dunia,
perjanjian keesaan terlupakan. Sebagai "batu ujian" bagi siapa yang
bersungguh-sungguh untuk mengenal diri sejati. Tapi, labirin hijab, dan sekat
dinding materi, sangat tebal untuk ditembus. Sebab, telah mentradisi dalam
hukum logika. Hubungan sebab-akibat. Sehingga menipiskan keyakinan kepada Tuhan
dan kuasa-Nya. Kalau tidak ingin dituduh, keyakinan kepada-Nya sudah lama
hilang. Lalu, jadilah salat menjadi tradisi (kebiasaan), tanpa mau mencari ilmu
dan hikmah. Puasa, zakat, haji, merupakan tradisi yang mentradisi. Kini,
ditengah arus tradisi beragama yang ramai. Kita ditantang, "carilah
Aku!" Carilah Aku dalam kesendirianmu, di dalam jiwa. Bukan di luar jiwa.
Meski Aku tidak bertempat. Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar