Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2021

Al Hikam - Kajian 15 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

  AL HIKAM – KAJIAN 15 HAKIKAT DOA Permintaanmu akan rizki kepada Allah merupakan tuduhan kepadaNya bahwa Dia tidak memberi rizki. Permintaanmu agar menjadi dekat kepada Allah berarti kamu jauh dari Allah. Permintaanmu kepada selain Allah berarti sedikit rasa malumu kepada Allah. Dan permintaanmu dari yang selain Allah karena engkau telah merasa jauh dari Allah swt. Orang yang belum mengenal Allah atau pengenalannya setengah,   setengahnya lagi tidak kenal, berakibat dia memposisikan dirinya dengan Allah adalah sangat jauh, maka perlu dipanjatkan permintaan supaya dekat. Atau menyangka, bahkan menuduh Allah tidak akan memberinya rezeki, maka diperdengarkan kepada Allah swt supaya Dia memberi rezeki. Sebaliknya, meminta kepada yang selain Dia adalah dhalal (sesat) sama dengan meminta sesuatu selain atau permintaanmu tidak tertuju hanya kepada Allah saja,   yang tunggal esa. Artinya, engkau meminta dunia, engkau meminta akhirat, atau meminta apa - apa yang di sisi Allah swt berupa

Al Hikam - Kajian 14 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

  AL HIKAM – KAJIAN 14 TIPUAN YANG SAMAR Tidak ingin cita-cita orang yang sedang berjalan menuju (salik) untuk berhenti seketika telah dibukakan bagi cita-citanya (perkara yang samar), melainkan ketika ingin berhenti ada suara hakikat menuntutnya : Di hadapan engkau (tujuan yang engkau cari), jangan berhenti di situ. Begitu pula tidak tampak baginya bermacam - macam hiasan keindahan benda-benda alam duniawi, melainkan tampak baginya hakikat keindahan alam duniawi memanggil kepadamu : Sesungguhnya kami ini (duniawi) hanyalah fitnah (cobaan), maka janganlah kamu percaya kepada ku (duniawi). Duniawi dapat menyamarkan dirinya dalam fose taat dan mengatakan kepada seseorang yang taat bahwa dia telah sampai kepada Allah, dengan apa yang dihajatkannya selama ini telah tunai berupa kemudahan dan kenikmatan hidup di dunia, dia telah mendapatkan keluarga yang sakinah, mawaddah   dan rahmah, nama baik dan gelar yang disandang. Kemudian, dia berhenti serta menyangka dia telah sampai kepada A

Al Hikam - Kajian 13 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

  AL HIKAM - KAJIAN 13 TEMPAT Jangan kamu meminta kepada Allah sesuatu yang menurut kehendak mu baik. Tentulah jika Allah menghendakimu pada suatu tempat, Dia beri kebaikan kepadamu di tempat itu. Percaya kepada Allah swt dengan sebenar - benar percaya bahwa Allah swt yang menempatkan hambaNya pada tempat yang sesuai menurut penilaian Nya, sejak bermula sampai berakhir tempat yang dikehendaki Nya. Adab hamba jangan lah meminta suatu tempat yang mungkin bukan Allah kehendaki pada tempat yang dikehendaki makhluk. Disinilah manusia harus selalu meminta petunjuk (hidayat) supaya dipilihkan Allah pada tempat yang Allah pilih. Indikator tempat pilihan Allah swt adalah di tempat itu kita merasa lapang dan tenang dalam beribadah. Di tempat kerja untuk mencari karunia Allah merupakan tempat yang halal dalam sumber pendapatan dan halal dalam menafkahkannya berupa makanan dan minuman yang halal dalam pembentukan jaringan sel - sel dan darah yang mengalir ke seluruh tubuh. Indikator sehat me

Al Hikam - Kajian 12 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

  AL HIKAM - KAJIAN 12 JANGAN MENUNDA AMAL BAIK Penundaan amal-amal (kebaikan) karena menanti adanya waktu senggang termasuk dari kebodohan-kebodohan jiwa. Disini guru menyuruh kita menyibukkan diri dengan amal ibadah dan amal shalihat yang sangat beragam macamnya, juga disuruh kita bersibuk dengan Allah berupa mencari waktu-waktu yang mustajabah dan tempat-tempat mustajabah untuk menebus dosa kita kepada Allah, dan dalam rangka mengisi pundi-pundi amal bekal akhirat, karena umur ummat Nabi Muhammad saw sangat singkat sekali. Jadi diperlukan waktu-waktu yang mustajabah dan amal-amal yang bernilai dan bermutu tinggi. Menunda-nunda amal shalihat adalah sikap yang salah, sewaktu beranggapan bahwa diri masih kotor, atau menunggu waktu yang senggang, atau menunggu waktu yang lapang, semua itu tidak terlepas dari jejaring syaithan menghalangi manusia dari jalan Allah swt. Waktu senggang atau pun waktu sibuk telah banyak melalaikan manusia dari dzikrullah, melupakan manusia untuk meng

Al Hikam - Kajian 11 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

  AL HIKAM – KAJIAN 11 MENSYUKURI NIKMAT Telah berkata imam mursyid Ahmad ibnu Athaillah As Sakandari rahimahullah ta'ala : Apabila matahati dapat melihat bahwa Allah berdiri sendiri di dalam memberikan karuniaNya, maka tuntutan agama (syari'at) menetapkan agar bersyukur pula kepada sesama makhluk. Disini guru Al 'Arif billah membagi manusia dalam mensyukuri nikmat Allah swt ke dalam tiga bagian : Orang yang lalai, ahli hakikat dan ahli ma'rifat. 1. Orang yang lalai Orang yang lalai terhadap Allah swt dan manusia (terganggu hubungan tali Allah dan terganggu hubungan tali manusia). Orang yang lalai hanya senang kepada nikmat (nikmat makan, minum, dan nikmat lainnya). Hatinya terpaut dan bersenang - senang dengan harta, keluarga, sertifikat tanah, sertifikat saham. Tanahnya dimana - mana, rumahnya dimana - mana. Jika dia mati, tanah dan rumah akan menjadi rebutan anak, menantu dan cucu - cucunya. Sementara kakek si pengumpul harta berenang di sungai api neraka. Su

Al Hikam - Kajian 10 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

AL HIKAM – HIKMAH 10 KEBESARAN ALLAH Telah berkata guru besar imam mursyid Ahmad ibnu Athaillah As Sakandari rahimahullah ta'ala anhu   : Diantara bukti yang menunjukkan kepadamu atas adanya kekuasaan Allah adalah Dia dapat menghalangi mu dari melihat kepadaNya dengan apa yang tidak wujud bersama Nya. Orang - orang yang ma'rifatullah (arifin) semuanya bersepakat bahwa segala sesuatu selain Allah itu tidak ada.   Atau dengan kata lain, jika manusia hanya menonton wayang dan tidak bisa memandang dalang, saat itulah wayang telah mendinding dalang. Atau,     terhijab nya manusia dengan Allah bisa disebabkan oleh Allah yang maha besar, hingga manusia tidak mampu memandang Nya, manusia yang kecil ini telah tertutupi oleh Tuhan yang maha besar. Allah swt yang maha terang cahaya dzatNya tidak mampu dipandang oleh manusia yang serba   terbatas kemampuan jarak pandangnya. Alam semesta yang kecil ini, tidak lah mampu untuk menjelaskan dzat Allah yang maha besar. Tetapi Allah swt m

Al Hikam - Kajian 9 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

Gambar
  AL HIKAM – KAJIAN 9 TINGKATAN CAHAYA Su'a'ul bashirah merupakan cahaya yang berupa cahaya akal, 'ainul bashirah merupakan cahaya ilmu, sedangkan haqqul bashirah merupakan cahaya ilahi. Cahaya-cahaya itu bersumber dari Allah swt,   hanya Allah maha cahaya dan pemberi cahaya. Sebab, asal mula kejadian alam semesta ini adalah gelap (alkaunu dzulm), menjadi bercahaya karena pantulan cahaya Allah swt An Nur : Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya seperti sebuah lubang yang tidak tembus, di dalamnya ada pelita besar, pelita itu di dalam tabung kaca, dan tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, pelita dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi,   minyak dari pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, minyak itu hampir menerangi ruangan, walau tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). Allah memberi pembelajaran dengan amtsal (perumpamaan) bagi manusia. Dan Allah maha mengetahui segala sesuatu (An Nur ay

Al Hikam - Kajian 8 - Ustadz H. Ma'ruf H. Zahran, S.Ag, M.Ag

Gambar
  AL HIKAM – KAJIAN 8 DALIL Berkata imam mursyid Ahmad ibnu Athaillah Assakandari rahimahullah (wafat di Mesir, tahun 709 H) : Sangat berbeda antara orang yang berdalil adanya Allah menunjukkan adanya alam, dengan orang yang berdalil bahwa adanya alam inilah yang menunjukkan adanya Allah. Orang yang berdalil adanya Allah menunjukkan adanya alam adalah orang yang mengenal hak (kebenaran) pada tempatnya, lalu menetapkan adanya sesuatu dari sumberNya. Sedang orang yang berdalil adanya alam menunjukkan adanya Allah, karena dia tidak sampai kepada Allah. Maka kapankah waktunya bahwa Allah itu ghaib, sehingga memerlukan dalil untuk mengetahui Nya ? Dan, kapankah waktunya bahwa Allah itu jauh, sehingga memerlukan adanya alam untuk sampai kepadaNya. Bernas sekali literasi beliau, betapa beliau tidak memberi celah bagi   ruang keraguan sedikitpun kepada Allah, bahwa tanpa dalil pun Allah maha ada sejak dahulu kala, bahwa tanpa alam pun Allah tetap ada, sebab Allah tidak butuh kepada dalil