Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2025

BELAJAR DARI LOS ANGELES YANG TERBAKAR

  BELAJAR DARI LOS ANGELES YANG TERBAKAR Oleh Ma’ruf Zahran Sabran Memasuki awal tahun 2025, warga bumi dikejutkan oleh kobaran api yang menghanguskan sebagian kota paling maju di dunia. Api, satu dari unsur bumi. Selain api, ada tanah, air, angin. Keempat ini, bisa menjadi sahabat dan bisa menjadi musuh. Api bisa menjadi sahabat dikala kecil, dan menjadi musuh dikala besar (api tornado). Dahsyat, ketika api bersahabat dengan angin. Sangat cepat membakar, apalagi di musim kemarau. Unsur bumi (alam jasmani) pasti memberi respon terhadap perilaku manusia di bumi. Unsur langit (alam rohani) pasti memberi respon terhadap perilaku manusia di bumi. Sebab manusia menjadi puncak pelayanan alam bumi dan alam langit (semesta). Manusia ibarat mutiara (jauhari) yang dibingkai oleh pigura alam semesta. Siapa pun yang merusak nilai kemanusiaan semesta (humanitarian), niscaya akan berhadapan dengan tentara Allah (jundullah) berupa pasukan api dan pasukan angin (agni dan bayu). Los Angel...

KORUPSI MERUSAK BANGSA

  KORUPSI MERUSAK BANGSA Oleh Ma’ruf Zahran Sabran Pernahkah melihat kehidupan masyarakat kelas bawah (gressroots). Kehidupan mereka dinyatakan dengan ketiadaan rumah dan lahan. Masih bisakah korupsi uang negara? Mereka (rakyat kelas rumput) tadi, tidak pernah protes. Mereka seakan menyabari kehidupan yang serba terhimpit. Sudah tahukah kita, Tuhan sedang berpihak kepada orang-orang yang lemah (mustadh'afin). Kenyataan hidup yang pahit, gambaran harian mereka, mungkin seumur hidup. Masih tega untuk korupsi 300 triliun? Dengan hukuman 6.5 tahun. Belum lagi dipotong remisi karena berkelakuan baik. Apakah kasus hukum (tipikor) yang tidak menjadi preseden buruk bagi generasi berikut? Berjilid-jilid kasus korupsi di negeri tercinta ini. Korupsi pupuk akan berhulu ledak dahsyat bagi memiskinkan petani. Korupsi tata niaga jeruk, cengkeh, teh, kopi, tebu, dan pala, malah melemahkan energi petani. Dampaknya, harga gula melangit, tidak mampu membumi. Padahal, kebun tebu ditanam di bu...

43. Al-Karim (Maha memberi lebih daripada apa yang kita minta)

  43. Al-Karim (M aha memberi lebih daripada apa yang kita minta) Oleh Ma’ruf Zahran Sabran Berkata Imam Al-Ghazali (wafat: 1111 M) dalam kitab Asmaulhusna tentang arti Alkarim untuk menuju ke pemahaman holistik (murni) komprehensif (utuh). Diantaranya, kata "karim" berarti Dia yang maha memberi lebih daripada apa yang kita minta. Allahulkarim sang pencipta sangat santun dalam kemurahan dan pemberian.   Alkarim menciptakan alam semesta adalah untuk manusia. Manusia untuk Tuhan. Maksudnya, alam semesta yang bekerja untuk mengabdikan diri kepada manusia. Manusia jangan mengabdi kepada alam semesta. Ironis bila ini terjadi, makhluk yang tinggi kedudukannya, sesempurna penciptaan (fi ahsani taqwim), diutamakan (khalaqna tafdhila) menyembah kepada yang lebih rendah derajat-nya (dunia). Seharusnya, dunia yang melayani manusia, bukan manusia yang melayani dunia. Dengan kata lain, manusia harus dapat memperbudak dunia, bukan dunia yang memperbudak manusia. Temukan jalan keb...

42. Al-Jalil (Maha Luhur)

  42. Al-Jalil (Maha Luhur) Oleh Ma’ruf Zahran Sabran Aljalil dapat diartikan maha luhur dan maha besar. Perbedaan maha besar dalam meyakini Alkabir dengan Aljalil terletak pada posisi ketuhanan. Bila Alkabir menerangkan tentang kebesaran Tuhan dari ranah zat (diri). Sehingga Alkabir tidak bisa diperdapati oleh akal, sepintar apapun akal itu. Sedang Aljalil dari ranah sifat. Maka dalam salat, kita menyebut, menyembah, menghadap zat Allah yang esa lagi maha besar (Allahuakbar). Bukan menghadap, bukan menyembah, bukan memuja sifat. Buktinya, rukun salat dalam takbiratul-ihram dengan ucapan Allahuakbar, bukan Allahuajal. Karena Aljalil bukan zat, namun kata sifat (Arab: shifat). Dia disifati (Arab: manshuf). Dalam kajian bahasa, na'at (kata sifat), man'ut (kata yang disifati), terhimpun bahwa Aljalil memiliki sifat jalaliyah (kebesaran, keagungan) Tuhan. Maksudnya, semua kata, nama dari sifat keluhuran dan kebesaran hanya milik Allahuljalil belaka (Latin: omnis magnificentia...

41. Al-Hasib (Maha Menghitung)

  41. Al-Hasib (Maha Menghitung) Oleh Ma’ruf Zahran Sabran Alhasib diartikan yang maha menghitung dengan teliti (Latin: calculus acuratus). Hitungan yang tidak pernah meleset, namun cepat dan tepat. Tanpa kesalahan dalam menetapkan ganjaran pahala dan balasan dosa. Tanpa koreksi dan tanpa revisi. Perbuatan Alhasib yang maha menghitung berdasarkan ilmu-Nya yang meliputi perbuatan lahir (Al- 'alim). Sedang pengetahuan-Nya yang menembus lahir dan batin, Dialah Alkhabir. Alhasib termasuk dalam kelompok sifatul-jalal yang memantik hati bergetar karena takut dihitung. Sebab, jika mengingat nama-Nya Alhasib, maka tidak ada seorangpun yang selamat dari dosa. Hatta, para utusan (a prophet) dari kelompok wali dan nabi. Contoh,   Nabi Ibrahim khalilurrahman yang pernah satu kali berbohong. Di Babilonia, Nabi Ibrahim menuduh patung yang besar sudah merusak patung-patung kecil di sekitarnya. Nabi Yunus pernah sekali berdosa saat meninggalkan kaumnya, lari dari medan dakwah. Dua utu...

40. Al-Muqith (Memberi Makan)

  40. Al-Muqith (Memberi Makan) Oleh Ma’ruf Zahran Sabran Almuqith berasal dari kata quth artinya makanan pokok. Almuqith adalah nama Allah SWT yang ke empat puluh,   bermakna Dia yang memberi makan. Pemberian yang lengkap sejak menyediakan bibit, mengantar makanan dan menyajikan. Utuh dan menyeluruh perbuatan Tuhan dalam memberi makanan yang mengenyangkan, bergizi dan bermanfaat. Almuqith adalah cara terbaik Tuhan untuk memelihara makhluk dan menjaga keseimbangan alam (harmoni). Mukminin yang mengimani nama Allahulmuqith, tentu gemar memberi makan. Bukankah mereka menuhankan dan menyembah Tuhan pemilik rumah ini (rabba hadzal bayt). Tuhan yang memberi makan ketika mereka lapar. Dan yang memberi aman ketika mereka takut. Tuhan yang menjadi tempat berlindung dari segala kejahatan makhluk. Dari kejahatan tukang sihir ketika mereka menyihir. Dari kejahatan syaitan yang meniup rasa ragu (was-was). Dan dari kejahatan orang yang dengki, apabila dia mendengki. Dari kejahatan ...

39. Al-Hafidz (Maha Menjaga)

  39. Al-Hafidz (Maha Menjaga) Oleh Ma’ruf Zahran Sabran Alhafiz merupakan bentuk kata shighat mubalaghah (Inggris: superlative) yang artinya sangat (maha) menjaga. Alhafidz dipahami bahwa Dia yang maha memelihara makhluk sampai batas yang telah Dia tentukan. Alhafidz diyakini bahwa semua pemeliharaan dalam genggaman tangan-Nya mengandung kebaikan (biyadihil khair). Alhafidz menjaga tiap-tiap sesuatu dengan ilmu dan kekuasaan-Nya (wallahu bikulli syai'in hafidz). Selama takdir waktu kehidupan yang Dia tetapkan, kehidupan tersebut pasti Alhafidz pelihara, sampai kematian. Kematian bermakna usai dan selesai tugas pemeliharaan dari Allahulhafidz. Takdir cinta, tetap dirawat Tuhan, gelombang cinta dalam keluarga sakinah, mawaddah, rahmah (Banjar: ruhui rahayu) bersatu, sampai terpisah dengan bentuk kematian atau perceraian. Takdir pintar juga ada batasnya. Batas pintar sampai datang waktu kebodohan. Karena Alhafidz telah berlepas dari penjagaan-Nya. Takdir kuat sampai tiba masa k...

38. Al-Kabir (Maha Besar)

  38. Al-Kabir (Maha Besar) Oleh Ma’ruf Zahran Sabran Nama Allah Alkabir artinya maha besar. Besar yang tak tertandingi oleh semua makhluk. Alkabir (maha besar) hanya Dia sebagai pencipta (khalik). Sedang selain Dia adalah hasil ciptaan (makhluk) yang bersifat maha kecil (shaghir). Perbedaan pengertian Al-'adzim (maha agung) artinya keagungan yang dimiliki-Nya diluar kemampuan nalar manusia. Adapun Alkabir mengisyaratkan pemahaman atas kesempurnaan pada-Nya. Kesempurnaan wujud-Nya. Sempurna dalam arti tidak ada satupun celah atau lubang kecil untuk menilik kekurangan-Nya. Sempurna, sehingga dari sudut manapun Dia ditinjau selalu sempurna (Alkamil). Kebesaran-kebesaran adalah milik-Nya, di langit dan di bumi (baca Aljatsiyah:37). Alkabir juga dikatakan pemilik keagungan, kemuliaan, kehormatan sebagai penutup surah Ar-Rahman ayat 78: "Berlimpah-raya (kebaikan) nama Tuhan-mu. Dia pemilik keagungan dan kemuliaan." Bukan dalam pemahaman kelompok mujassimah yang sering ...

37. Al-'Aliy (Maha Tinggi)

  37. Al-'Aliy (Maha Tinggi) Oleh Ma’ruf Zahran Sabran Quraish Shihab (pakar tafsir asal Indonesia) menulis tentang Al-'aliy (Menyingkap Tabir Ilahi, 2003:179). Al-'aliy dapat   diartikan yang maha tinggi ('ain, lam, ya atau waw). Makna ketinggian yang disandang-Nya, kemudian melahirkan makna yang bersifat material dan immaterial. Misal, dengan ketinggian Diri-Nya, Al-'aliy merasa sombong, lalu menaklukkan musuh, dan mengalahkan mereka. Maha tinggi yang ketinggian Diri-Nya tidak sanggup untuk dilampaui. Dia yang menaklukkan, dan tidak dapat ditaklukkan oleh siapapun. Dia yang mengalahkan, dan Dia tidak pernah kalah. Demikian, makna Al-'aliy berdampingan dengan Al-qadir (maha kuasa), dan Al-qahhar (maha mengalahkan). Kadang juga dirangkai dengan sifat Al-kabir (maha besar) sebanyak lima kali. Al-'adzim dan Al-hakim sebanyak dua kali. Tuhan yang maha tinggi juga menyebut para utusan dengan kedudukan yang tinggi (Nabi Muhammad, Ibrahim, Idris, Yahya). K...